"Neth, kok bisa, sih?" tanya Vanya dengan raut khawatir.
Anneth jarang-jarang seperti ini, selama ia mengenal gadis itu baru kali ini Vanya melihat Anneth terbaring di rumah sakit.
Begitupun dengan Nando, ia tau keluarga Anneth pasti sangat menjaga gadis itu hingga jarang sekali terdengar bahwa seorang Annetha sedang sakit. Dan untuk pertama kalinya mereka dibuat khawatir saat mendengar kabar dari guru bahwa Anneth tidak masuk dikarenakan sakit hingga dilarikan ke rumah sakit.
Ditatapnya Anneth yang masih diam juga menatap mereka berdua. Nando dan Vanya melarang teman-temannya ikut menjenguk Anneth sebab ini permintaan dari Lyra. Kakak dari Anneth itu tadi pamit keluar sebentar untuk membeli keperluan Anneth selama di rumah sakit.
"Anneth gak apa-apa, Vanya. Anneth udah sembuh," ungkapnya.
Dirinya memang sudah sembuh, tapi tubuhnya masih terlalu lemas. Untuk duduk saja ia masih sulit, akhirnya Anneth sampai sekarang masih berbaring, untung dipan yang ia tiduri bisa disesuaikan posisinya hingga gadis itu dapat bersandar dengan nyaman.
"Iya, tapi kenapa Lo bisa jadi kayak gini?" Tuntut Vanya melihat luka sayatan di pergelangan gadis itu.
"Anneth kalau punya masalah bisa cerita sama kita," tutur Nando dengan lembut, berbanding terbalik dengan Vanya yang terus mendesak Anneth, cowok itu lebih memilih tetap tenang meski ia pun merasa khawatir.
Anneth menggeleng. "Anneth gak punya masalah apa-apa. Anneth cuma mau main tapi Kak Lyra gak pernah bawain Anneth mainan," jawabnya.
Ia berkata jujur, dirinya ingin bermain tapi Lyra seolah melupakan itu.
"Kalau Kak Lyra gak bawain mainan, kenapa Anneth gak minta sama Nando, apapun pasti Nando usahain untuk Anneth."
Anneth menggeleng, matanya menatap manik Nando yang terlihat tulus, meski begitu Nando tak mungkin bisa mengabulkan keinginannya. "Nando gak bisa, cuma Kak Lyra yang boleh. Kak Lyra gak bakal kenapa-napa kalau bawain Anneth mainan, beda lagi kalau Nando yang bawain Anneth mainan, pasti Nando bakal dalam bahaya."
Tatapan cowok itu meredup, mengangguk saja meski tak begitu paham dengan apa yang diungkapkan gadis manis itu.
"Kenapa Nando bisa dalam bahaya kalau bawain kamu mainan?" Bingung Vanya.
"Karena mainan Anneth gak dijual di mana-mana, harus diambil dengan paksa baru bisa Anneth miliki."
Keduanya mengangguk paham, berfikir bahwa memang Lyra yang berkuasa bisa mendapatkan mainan sang adik dengan aman, sedangkan mereka yang notabenenya masih pelajar memang tak bisa melakukan pemaksaan seperti itu.
"Tapi jangan terlalu sering, ya, Neth. Kasian yang punya mainan itu kalau selalu diambil dengan paksa," nasihat Vanya.
Meski tak tau mainan seperti apa yang diinginkan Anneth, tapi pemaksaan itu termasuk dalam perbuatan yang dapat merugikan.
Anneth mengangguk. "Gak sering, kok. Kak Lyra kadang lupa sampai-sampai harus Anneth ingatkan. Sekarang Kak Lyra udah lupa dan gak peduli lagi, Anneth udah gak bisa tahan, Anneth mau main, akhirnya Anneth main sendiri sesuai kemauan Anneth."
"Anneth, waktunya istirahat!" Lyra datang dengan wajah tak ramah. Ditatapnya dua teman dekat adiknya dengan datar kemudian menoleh ke arah pintu saat sampai di dekat brankar sang adik. "Daddy mau ngomong sesuatu sama Anneth."
Vanya dan Nando mengangguk paham, mereka berdua akhirnya berpamitan sebelum meninggalkan kamar gadis itu. Keduanya menunduk tak berani menatap wajah dingin tuan Alexander Roozelt yang masih berdiri di ambang pintu. Entah apa yang terjadi, biasanya dua orang itu akan bersikap begitu ramah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cute but Psyco
RandomHighest Rank #283 of 33,1k in Random [18/04/20] #432 of 23,7k in Roman [16/01/2021] #428 of 36,6k in Indonesia [25/1/2021] #79 of 9,54k in bad [26/05/2023] #495 of 18k in acak [28/10/20] Annetha Zalora Roozelt. Siapa yang tidak mengenal gadis manis...