19. Resiko🔪

661 67 4
                                    

Gadis itu berdiri mematung menatap benda yang menggantung di dinding kamar mandinya. Manik biru yang begitu teduh itu menerawang setiap inci benda tersebut dengan teliti, mungkin saja ada petunjuk yang bisa ia temukan mengenai si pemilik.

Namun, tak ada yang bisa ia temukan. Laki-laki itu begitu familiar bagi Anneth tapi mengapa ia sulit untuk memastikan.

Hembusan nafas panjang keluar begitu saja, ia bersandar pada dinding dingin dengan pakaian tidur setelah selesai membersihkan diri.

Pikirannya melayang mengingat Jonathan, mengapa cowok itu selalu beruntung setiap kali Anneth ingin melakukan aksinya.

Kakaknya Lyra pun tak lagi membantunya mencari seseorang yang bisa ia lukai, apa Lyra pun lupa? Apa Lyra sudah tak menyayanginya lagi hingga begitu tega melupakan adiknya ini.

"Arrkkhh, Kenapa Kakak bisa lupa?!" Teriaknya.

Dua tangan mungil itu menggenggam kuat rambut emasnya hingga berantakan. Tubuhnya perlahan luruh hingga menyentuh lantai.

"Anneth benci! Anneth benci!"

Kaki pucat itu menendang-nendang tak menentu mewakili perasaannya, tak peduli jika tubuhnya akan kedinginan akibat berbaring di lantai basah.

Yang ia mau hanya darah, jeritan, dan tangisan.

Kepalanya ia pukul dengan kuat, satu tangan lainnya ia gigit gigit hingga mengeluarkan cairan merah nan kental.

Mata biru yang meneduhkan itu kini kosong menatap langit-langit dengan air mata yang mengalir menciptakan sungai kecil melewati pelipis.

Nafas Anneth memburu menandakan gadis itu kini dalam keadaan tertekan, otaknya tak bisa ia gunakan dengan benar, banyak bayang-bayang aneh lewat begitu saja.

Tiba-tiba, senyuman merekah di bibirnya. Tak terlihat manis seperti biasa jika bersamaan dengan tatapan yang semakin kosong itu.

"Apa boleh Anneth coba?" tanyanya pada diri sendiri saat bayangan itu terlihat meyakinkan baginya.

Ia segera berdiri berjalan ke luar kamar mandi dengan penampilan berantakan.

Langkahnya mengarah pada bagian bawah kasur, diraihnya kotak besi berukuran sedang yang tak pernah ada yang mengetahui keberadaan benda tersebut.

Saat dibuka tampak beragam tipe pisau khusus dengan gagang silver berkilau ditambah ukiran rumit yang semakin membuatnya terlihat berbeda.

Salah satu di antara banyaknya pisau itu berhasil menarik perhatian Anneth, sebuah pisau mungil dengan ujung melengkung yang berguna sebagai pencongkel.

Andai Lyra tau keberadaan barang ini, mungkin ia tak akan bisa menikmati bagaimana rasanya menyentuh pisau impiannya.

Jari Anneth mengusap mata pisau dengan tatapan berbinar, bibirnya seketika meringis saat tak sengaja jari itu tergores pisau nan tajam. Namun, sedetik kemudian tawa senang memenuhi kamar tersebut.

"Bagus sekali," pujinya.

Telapaknya merekah, pisau itu ia gores di sana hingga tercipta robekan panjang.

Senyuman manis khas milik Anneth kembali terpatri di wajah cantik itu saat matanya menangkap aliran kecil dari cairan kental yang berasal dari telapaknya sendiri.

Sekali lagi ia mengulang kegiatannya, membuat senyum itu ikut terpatri beberapa kali. Mata cantik itu menyipit sangking senangnya.

Dan berakhir hingga gadis itu benar-benar kehilangan kesadaran akibat darah yang terus mengalir.

***

Lyra terdiam berdiri dengan melipat dua tangannya di depan dada seraya menatap lurus wajah pucat sang adik.

Cute but PsycoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang