8. Malvin 🔪

3K 196 4
                                    

Sudah seminggu berlalu semenjak pak Damit meninggal dunia. Vanya sudah tenang dan mulai bisa merelakan kematian pak Damit, walau ia hanya sebatas penggemar yang penuh emosi atau yang lebih sering disebut baperan.

"Udah sehat otaknya?" tanya Anneth sekaligus mengejek.

"Bacot lu," sahut Vanya kesal. Sudah sejak seminggu yang lalu, temannya ini terus saja mengejeknya.

"Baru pak Damit yang meninggal udah histeris kaya gitu. Gimana kalau oppa-oppa yang Vanya dambakan itu mati, mungkin Vanya bakal bunuh diri." Lagi-lagi Anneth mengejek Vanya, membuat gadis itu darah tinggi.

Vanya melemparkan tatapan sinis pada Anneth. "Bisa diam, gak?!"

"Oke," jawab Anneth singkat.

Hingga jam pelajaran di mulai. Semua murid patut bersyukur karena guru yang mengajar berhalangan untuk masuk, tapi mereka diberi tugas agar tidak ribut. Tugas Matematika, pelajaran itu adalah kelemahan Vanya. Ia paling tidak suka dengan pelajaran ini karena menurutnya sangat sulit dan membosankan.

"Neth, lo udah belum? Kalau udah gue liat," bisik gadis itu pada Anneth.

Anneth hanya membalas dengan menaikan kedua bahunya acuh.

"Ya udah, cepet selesaikan," bisik Vanya lagi.

lagi-lagi Anneth hanya membalas dengan menaikan kedua bahunya dan itu berhasil membuat Vanya kesal lagi. "Woiii, lo bisu?!"

Anneth menoleh lalu ia berkata.
"Bukannya tadi Vanya nyuruh Anneth diam?" ucap gadis itu santai, kemudian melanjutkan lagi kegiatannya.

Kepala Vanya mulai mendidih. Jika kepalanya itu gunung meletus yang sedang aktif mungkin sekarang kepala itu sudah meledak meleburkan lava panas.

"Anneth yang cantik ... sejak kapan lo nurutin perkataan gue?!" sungguh Vanya sangat gemas dengan tingkah gadis itu. Ingin rasanya ia mengacak-acak wajah lugu Anneth. Biasanya Anneth tidak pernah mau di perintah atau menuruti perkataan orang lain.

"Sejak tadi," jawab Anneth sambil tersenyum dengan wajah polosnya.

"ANNETH! Jangan sampai gue cekik leher lo," ancam Vanya.

Akhirnya Anneth memberikan bukunya pada Vanya. Hari ini ia sangat puas karena bisa menjahili temannya itu. Ini balas dendam karena biasanya gadis itu lah yang terus menjahili dirinya.

"Ada apa, nih? Kok pada berteman?" ucap Nando yang baru datang dan kini telah duduk di hadapan kedua gadis itu.

"Berantem Nando, bukan berteman!" koreksi Anneth.

Nando yang gemas langsung mengulurkan tangannya untuk mengacak rambut kuning gadis itu. "Iya Anneth, kenapa berantem, hmm?"

"Itu si Vanya yang mulai. Masa dari tadi Anneth diomelin mulu," adunya.

"Woyy sembarangan lo. Enggak kok, bohong tuh!" Elak Vanya. Setelahnya ia kembali sibuk menyalin tugas milik Anneth.

"Udah udah, gak baik berantem terus," lerai Nando. "Oh iya, Anneth. Seminggu yang lalu, kamu jalan bareng kakak kelas itu, ya?"

Anneth dan Vanya mengerut bingung. "Kakak kelas yang mana, nih?" tanya Vanya ikut penasaran.

"Itu, si Malvin."

"What?! Seriusan, Neth?" teriak Vanya.

Anneth menggeleng membantah ucapan Nando. "Waktu itu kita gak sengaja ketemu. Anneth lagi mau beli es krim, ehh ternyata di sana ada Kak Malvin sama pacarnya."

"Kak Malvin udah punya pacar?!" Gadis itu lagi-lagi bertingkah heboh.

"Biasa aja, dong!" tegur Nando. Kupingnya terasa sakit mendengar teriakan gadis itu. "Tapi Neth, Malvin gak pernah punya pacar. Dia orangnya gak sama suka hal yang kaya gitu," sambungnya.

"Tapi bener kok, waktu itu pacarnya manggil Kak Malvin dengan sebutan sayang," jelasnya.

"Enggak, Neth. Kalau lo gak percaya, istirahat nanti kita buktikan! Gimana, mau gak?!" tantang Nando.

"Oke, deal." Bukan Anneth yang menjawab, melainkan Vanya. Gadis itu juga sudah benar-benar penasaran.

Kalau benar Malvin sudah mempunyai kekasih, lalu untuk apa cowok itu terus memperhatikan Anneth seolah-olah ia suka pada Anneth.

Sedangkan di sisi lain, Anneth merasa lega. Untung saja, Nando tidak melihatnya bersama Pak Damitri.

***

Jam istirahat tiba, Nando dengan semangat mengajak Vanya dan Anneth menuju kantin. Bahkan sangking tak sabarnya, ia sampai harus menarik dua gadis itu agar cepat sampai di kantin.

Setelah tiba di kantin, mata Nando menjelajahi seluruh penjuru kantin dan kini terhenti saat ia telah melihat orang yang sedari tadi dicari nya. Tak menunggu lama, ia kembali menarik Anneth dan Vanya menuju orang tersebut.

"Hai, Vin. Boleh gabung, gak?" sapa Nando pada kakak kelasnya itu.

"Oh, Nando. Boleh, silahkan gue juga lagi sendiri."

Nando dan Malvin ini bisa saling kenal karena mereka memang ikut dalam ekstrakulikuler yang sama, yaitu basket.

"Ehh, ada Anneth juga ternyata," ucap Malvin yang menjadi salah tingkah seketika.

Anneth tersenyum kemudian ikut duduk di samping Malvin sebab, Vanya dari tadi sudah sibuk berbisik di telinganya menyuruh Anneth untuk duduk di sebelah kakak kelasnya itu.

"Emm, Vin. Sebenarnya ini sedikit pribadi tapi teman sekelas gue ada yang suka sama lo. Cuma dia masih ragu buat deketin karena takut saat tau ternyata lo udah punya pacar. Emang bener lo udah punya pacar?" tutur Nando to the points.

Vanya sudah siap mendengar jawaban kakak kelasnya itu. Sengaja ia taruh rambutnya di belakang telinga agar dapat mendengar lebih jelas.

Sementara Anneth kini meneliti ekspresi wajah cowok itu. Kedua alisnya menyatu tanda bingung dengan pertanyaan Nando.

Malvin menggeleng pelan. "Gue gak pernah punya pacar, kok. Emang siapa yang bilang?"

"Seminggu yang lalu bukannya Kak Malvin lagi jalan bareng pacarnya, ya? Kan, kita gak sengaja ketemu waktu Anneth mau beli es krim. Masa Kak Malvin lupa?" tanya Anneth. Jujur ia pun kini merasa aneh.

"Seminggu yang lalu? Bukannya kita terakhir ketemu waktu kamu lagi di depan gerbang sekolah itu ya?" jawab Malvin sama bingungnya.

"Enggak mungkin Anneth salah orang. Nando juga liat kan? Itu beneran Kak Malvin, kan?" bantah Anneth yang meminta persetujuan dari Nando.

Cowok itu mengangguk setuju. "Cuma gue gak sempet liat ceweknya."

"Kak Malvin gak bohong, kan?" Tuduh Vanya. Setelah mendengar dengan seksama, akhirnya ia mulai bisa mengerti keadaan.

"Gue berani sumpah kalau gue gak punya pacar. Seminggu yang lalu, setelah pulang sekolah gue gak pernah kemana-mana. Gue di rumah, ngerjain tugas sama ngumpul bareng anak basket yang lain," jujur Malvin.

"Ohiya bener juga," ucap Nando heran.

Seminggu yang lalu para anak basket memang janjian untuk berkumpul di rumah Malvin. Namun, Nando tak bisa datang karena harus menjemput kakaknya di bandara.

Malvin menghela nafas pelan. Ia menoleh pada Anneth yang berada di sebelahnya. "Gue gak punya pacar, Neth. Lo ... percaya, kan?" ucap Malvin pelan.

Anneth mengangguk saja karena masih merasa aneh dengan Malvin. Ia melihat cowok itu menarik tangannya. Menggenggam dengan lembut kemudian tersenyum.

Sangat menawan.

Cup.

"Thanks."

Ayo votmen
Jangan sider
Dosa

Salam,
Arsetia_


15/12/2019

Cute but PsycoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang