12. Telah Mati 🔪

2K 169 50
                                    

"Siapa yang gila?! Aku atau kamu?! Dasar pembohong!" sentak Anneth. Gadis itu menendang tubuh lemah Malvin. Membuat cowok itu kembali tergeletak di lantai penuh darah.

Kakinya menginjak-injak bekas luka tusukan di dada Malvin. Membiarkan darah semakin deras keluar dari sana.

"Anneth ... Ini hanya salah paham. Kita bisa bicarakan ini secara baik-baik," lirih Malvin.

"Gak ada yang perlu dibicarakan!" teriak Anneth. "Semuanya udah terbukti kalau kamu pembohong!"
Anneth sungguh tidak bisa mempercayai laki-laki itu lagi.

Cowok yang sudah menipunya, laki-laki yang pernah berkata bahwa ia menyukai dirinya dan ternyata, laki-laki itu malah sudah memiliki kekasih.

Anneth berjalan menyusuri semua benda tajam yang tertata di atas meja. Gadis itu sedang kebingungan, ia kehabisan ide untuk bersenang-senang dengan Malvin, target yang sudah ia nantikan kematiannya.

"Kakak tau kamu baik," lirih Malvin. "Kamu hanya salah paham, Neth. Jelaskan apa masalahnya, biar kita bicarakan baik-baik. Jangan begini, kamu akan menyakiti dirimu sendiri," ucapnya di sela nafas yang tersengal-sengal.

"Menyakiti apa?! Kamu yang akan kusakiti!" balas Anneth.

Mata sayu Malvin menatap gadis itu sendu. "Siapapun yang tersakiti, aku ataupun kamu, kita akan sama-sama dalam masalah. Coba pikir gimana perasaan keluarga kamu saat tau anak semanis ini ternyata seorang pembunuh? Ayah kamu, Ibu kamu, kakak kamu, mereka pasti sedih," ucap Malvin tulus, berusaha untuk meyakinkan gadis di hadapannya agar tak melakukan hal buruk.

Meski sekujur tubuhnya sudah dipenuhi darah akibat perbuatan Anneth, Malvin masih tetap menyayangi gadis ini dan tidak bisa membencinya.

Malvin juga sadar kalau dirinya sangat bodoh, ia menjadi tak berdaya karena perasaannya. Cowok itu masih tidak bisa menerima kenyataan bahwa Anneth adalah seorang gadis polos berjiwa psikopat gila.

"DIAM!!!" Bentak Anneth. "Apa perlu aku robek mulutmu itu!!" kejamnya.

***

"Pah, Malvin kok belum pulang, ya?"
tanya seorang wanita paruh baya dengan cemas.

"Mama ini kaya gak pernah muda aja," sahut seorang cowok tampan yang tengah asik menonton televisi.

"Iya, Mah. Biarin aja si Malvin, kan, jarang-jarang anak kita mau keluar malam sampe pinjem mobil segala. Papah jadi senang juga kalau Malvin punya kegiatan selain belajar dan basket," ujar Ferry, Ayah Malvin.

Wanita paruh baya itu menundukkan kepalanya. Ia merasa sangat khawatir dengan Malvin, meski suami dan anak keduanya berusaha meyakinkan dirinya agar tidak khawatir, tapi tetap saja ia adalah seorang ibu yang tidak bisa berhenti menghawatirkan anaknya.

"Udah, Mah, gak usah khawatir gitu. Nanti biar aku yang nyusul Malvin, tapi minta duit buat ongkos bensin."
Laki-laki yang notabenenya adalah saudara Malvin itu menadahkan tangannya.

Mendengar ucapan sang anak bungsu. Ferry langsung melipat koran yang ia baca lalu meletakkannya dengan kasar di atas meja. "Kamu itu, isi otaknya cuma duit terus. Kerjaannya cuma bisa morotin orang tua," omel Ferry seraya berdiri tegak sambil berkacak pinggang dan menunjuk-nunjuk anak bungsunya itu.

Nama anak bungsu itu adalah Alvin dan sekarang ia sedang tersenyum sambil menyipitkan matanya. "Pah, sebenarnya yang minta uang itu Malvin. Aku cuma mau nganterin doang kok."

"Enggak ada! Masuk kamar sana, malam ini kamu gak boleh pergi kemana-mana!" perintah Ferry melempar koran yang tadi ia lipat pada Alvin. Hingga akhirnya cowok itu berlari dan memutuskan untuk masuk ke dalam kamar.

Ferry benar-benar tidak bisa menahan emosi jika bersama anak bungsunya itu. Padahal Alvin adalah saudara kembar Malvin, tetapi laki-laki itu malah memiliki sifat yang sangat bertolak belakang dengan anak kesayangannya.

Melihat Ferry marah, Sarah langsung mengusap punggung suaminya agar tenang. "Papah jangan marah-marah begitu, gak baik buat kesehatan."

Setelah Alvin memasuki kamar dan mengunci pintu, ia mengomel sendiri. Ia merasa marah ketika Ayahnya membandingkan dirinya dengan Malvin. "Gue udah bertahun-tahun coba pinjem tu mobil kaga pernah dipinjemin. Lah, Malvin sekali ngomong doang langsung diizinin coy." kesal Alvin.

"Harusnya orang tua gue itu bangga masih punya anak laki-laki yang normal. Kalau Malvin mah kaga normal. Mana ada laki-laki yang enggak suka nonton film dewasa."
Lagi-lagi Alvin berargumen sendiri, tapi kali ini.ia menghadap pada bayangannya di kaca seraya menyisir rambutnya.

***
"Kak Malvin, duduk di sini, ya."
Anneth menggotong tubuh lemah Malvin lalu mendudukkannya di kursi.

Tidak lupa gadis itu mengikat tangan, kaki dan tubuh Malvin agar laki-laki ini tidak memberontak.

"Anneth punya ide nih, Kak."

Gadis imut itu mengambil sebuah plastik hitam, lalu ia menaruh plastik itu di atas sebuah lilin yang sudah menyala.

Anneth kemudian meneteskan lelehan plastik itu di telapak tangan kanan Malvin.

"Kenapa diam, Kak. Gak sakit, ya?"
tanya Anneth bingung, padahal lelehan plastik yang masih di bakar api itu sudah mengenai kulit luar Malvin.

Malvin hanya memejamkan matanya dan terus berharap kalau ini hanyalah sebuah mimpi buruk.

"Gak asik, ah!!!"

Lagi-lagi Anneth berpikir keras untuk menemukan cara baru dalam permainannya. Dan tak lama kemudian Anneth menemukan ide yang sangat menakjubkan.

Gadis itu mengambil sebuah kotak kecil yang berisi banyak jarum lalu Anneth  kemudian menusukkan semua jarum itu ke tubuh Malvin.

Adik dari Lyra itu tertawa riang, betapa bahagianya ia saat melakukan hal ini, apalagi di saat melihat tubuh korbannya kembali dipenuhi darah.

"Hah ... Hah ... Hah ... Anneth, kakak mohon lepasin kakak. Kakak masih harus membantu kedua orang tua kakak ... Mereka masih membutuhkan kakak, Neth." ujar Malvin.

Mata cowok itu meneteskan cairan bening yang begitu deras. "Jika kamu ada di posisi kakak, kamu pasti akan merasakan hal yang sama seperti kakak, dan yang kamu pikirkan di saat itu hanyalah keluargamu, Neth," lanjut Malvin.

"Omong kosong!" sahut Anneth.

"Ini bukan omong kosong, ini adalah kenyataan, Anneth. Pikirkan perasaan Mama kamu, dia pasti sangat kecewa melihat putrinya seperti ini."

"DIAM BRENGSEK!!!" Setelah mendengar ucapan cowok itu,
Anneth langsung memukul kepala Malvin dengan vas bunga hingga membuat korbannya itu kehilangan kesadaran.

Anneth benar-benar tidak bisa mengontrol emosinya. Ia bahkan menghempas semua benda tajam yang berada di meja hingga menyebabkan tangannya terluka.

ARGGHHH

Gadis itu berjalan meninggalkan ruangan kesayangannya. Meninggalkan Malvin dengan perasaan kacau, tanpa perduli bahwa cowok itu masih bernafas ...

Atau telah mati!

Jangan lupa votemen 🌟
Jangan sider 🔪
Dosa😉

Salam
Arsetia_

22-05-20

Cute but PsycoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang