23. Pindah sekolah?🔪

157 13 10
                                    

Hari ini suasana hati Anneth sedang tidak baik, selain dikarenakan Vanya yang tidak hadir akibat sedang ada acara keluarga membuatnya harus duduk sendiri dan mengerjakan tugas yang membuat kepalanya pusing.

Juga karena Lyra, sang kakak telah berbohong. Ia pikir ucapan ayahnya benar jika Lyra akan dipindahkan ternyata itu hanya akal-akalan kakaknya agar dia bisa menjadi penurut.

Ayahnya pagi tadi baru membeberkan semua rencana Lyra yang ternyata hanya ingin menakut-nakutinya. Hal ini benar-benar menyebalkan menurutnya.

Kemarin ia sungguh terkejut saat Lyra ternyata menyimpan jasad Malvin dengan rapih, dalam peti mati yang tersimpan di ruang kremasi yang baru Anneth ketahui keberadaannya. Kakaknya benar-benar memikirkan semua dengan matang.

Pagi ini Anneth datang lebih awal karena ingin menceritakan perihal jaket dari orang misterius itu pada Vanya, mungkin saja gadis itu bisa membantunya menerka-nerka siapa orang itu.

Tapi ternyata Vanya tak hadir dan malah membuatnya mengerjakan PR seorang diri, terlebih sebelumnya Vanya yang meminta mereka untuk mengerjakannya bersama-sama di sekolah.

"Anneth?"

Gadis itu mendongak menatap si pemilik suara. "Ya?"

Nando tersenyum begitu manis, jika Anneth sudah memasang tampang lugu seperti ini siapa yang tidak terpesona, jantungnya bahkan berdetak lebih cepat meski pemandangan ini sudah sering ia lihat.

"Sedang apa?"

"Ngerjain tugas, Nando udah?" tanya Anneth, tatapannya tak pernah lepas dari wajah menawan cowok yang sejak tadi tersenyum itu.

Nando mengangguk kemudian duduk di sebelah Anneth. "Gue duduk di sini, ya? Vanya juga gak masuk, kan?"

"Ya," balas Anneth menyetujui. "Boleh Anneth liat, gak?"

"Gak boleh. Anneth harus ngerjain sendiri," tutur cowok yang kini telah bertumpu tangan menghadap Anneth.

"Nando, tolongin Anneth kali ini aja," ungkapnya, ia terlalu malas untuk berpikir.

"Boleh, asal nanti pulang sekolah temenin gue latihan basket, ya?" Pinta Nando dengan tampang menyebalkan.

Dua alis Anneth menyatu tak suka sekaligus bingung, merasa aneh saat Nando meminta hal yang tak pernah cowok itu minta sebelumnya.

Tiba-tiba dua tangan Nando menerjang pipi Annetha, mencubit dengan gemas seraya tertawa lucu. "Kalau gak mau juga gak apa-apa, gue dari dulu pengen ngerasain rasanya disemangatin pas latihan aja sama Anneth."

"Oke."

***
Pelajaran usai dan semua murid telah berbenah termasuk Anneth, di sampingnya ada Nando yang sudah siap dengan tas yang tersampir di bahu tegap cowok itu.

"Neth, gue duluan, ya. Sampai ketemu di lapangan indoor," ucapnya seraya mengusap rambut Anneth kemudian berlalu dengan senyum kecilnya.

Anneth yang melihat itu hanya menggeleng pasrah, mengingat kegiatan menyemangati Nando adalah hal yang membosankan membuatnya tak bergairah untuk pergi ke sana.

Namun, ia sudah terlanjur membuat janji dan mau tidak mau harus ditepati.

Setelah selesai membereskan semua peralatannya, Anneth melangkah ke luar kelas, berjalan menuju kantin dan membeli minuman untuknya dan Nando nanti kemudian melanjutkan perjalanan ke lapangan yang Nando sebutkan tadi.

Ketika memasuki area lapangan, Anneth mendengar sorak-sorai yang ditujukan pada beberapa lelaki di lapangan. Melihat itu membuat pertanyaan Anneth terjawab, ternyata teman-teman Nando membawa pasangan masing-masing, membuat cowok itu mau tak mau harus membawa pula.

Kakinya melangkah kecil menuju tribun, bergabung bersama beberapa teman seangkatannya. Gadis di sebelahnya menoleh kemudian tersenyum begitu sumringah.

"Anneth di sini juga? Tumben, loh."

Anneth yang ditanya mengangguk singkat, meletakkan sebotol air mineral dan sekotak susu coklat di sebelahnya. "Lagi pengen nontonin Nando."

Gadis di sebelahnya mengangguk semangat, sebuah kebanggaan tersendiri bisa duduk dan mengobrol bersama adik pemilik sekolah ini. "Sebentar lagi bakal ada pertandingan antar sekolah, tapi sayang banget Kak Malvin udah pindah, padahal Kak Malvin salah satu kebanggaan di tim basket ini."

"Pindah?" Dua alis Anneth menyatu bingung.

"Iya, beberapa hari yang lalu aku liat Kak Malvin pakai seragam sekolah lain. Emang kamu gak tau, ya?"

Anneth menggeleng, otaknya berpikir keras. Bagaimana bisa gadis ini melihat Malvin sedangkan orang yang diceritakan telah tiada.

"Seragamnya dari sekolah mana?"

"Kurang tau juga, sih. Tapi kayak sekolah negeri, soalnya seragam umum gitu."

"Wihh, lagi ngomongin apa, nih?" seru Nando yang baru selesai dengan latihannya.

"Iss, ganggu aja!" Marah Anneth sebab terkejut dengan cowok yang tiba-tiba datang itu.

Nando terkikik geli, pun teman lelaki yang datang bersamanya terkekeh gemas melihat ekspresi wajah Annetha. "Maafin Nando, ya."

Anneth mengangguk saja, menatap Nando dengan tatapan polosnya. "Nando mau yang mana? Susu atau mineral?" tawarnya.

"Susu, dong." Seketika tangan Nando merampas susu coklat yang digenggam erat oleh Anneth. Dirinya merasa tidak rela melihat susu itu kini mendarat di bibir tebal Nando.

Awalnya ia pikir Nando akan memilih air mineral seperti cowok-cowok yang ia lihat di sekitarnya, dan ia bisa menikmati susu itu bersama nanti. Namun, semua hanya harapan ketika kini susu itu hanya tinggal kotak saja.

"Enak juga, ya?" tutur Nando, bibirnya tersenyum lebar melihat wajah cengo Annetha, terlihat berkali-kali lipat lebih manis.

"Padahal Anneth mau!" Sungutnya. Bibir merah mudanya mengerucut lucu dengan tangan yang masih menggantung di depan dada Nando.

Cup

Kecupan mendarat di punggung tangan mungil itu, Nando kemudian membawa tubuhnya duduk di sebelah Annetha. Senyumnya tak pernah pudar sejak pagi tadi, bagai ada kupu-kupu yang siap menghambur di perutnya.

Melihat Anneth sekarang membuatnya lupa akan pertemanan mereka, Nando bahkan tak tau mengapa reaksi tubuhnya jadi seperti ini. "Iya, nanti Nando beliin yang banyak, ya."

"Harus!" ungkapnya, tubuhnya ia geser guna memberikan jarak antara dirinya dan Nando. "Semua rasa, ya!"

"Oke!"

Cowok itu bersandar seraya menutup mata, tapi tak ayal di bibir itu terukir senyuman tipis, tak dapat dipungkiri pertengkaran kecil ini terlihat begitu manis di mata Nando membuat jantungnya entah mengapa berdetak tak beraturan.

"Nando capek, ya?"

Cowok itu menggeleng memindahkan sandaran ke pundak Anneth dan benar, di sana terasa lebih nyaman. "Gak akan capek kalau ada Anneth di sini."

Anneth mendelik jijik, ia tau Nando memang seperti itu tapi untuk kata-kata yang satu ini cukup memalukan. "Nando sampai jam berapa latihannya?"

"Jam 5-an paling, kenapa? Anneth mau pulang, ya?"

Gadis itu menggeleng. "Bosen di rumah, gak ada orang. Nanti abis latihan kita ke pasar malam, yuk! Anneth dari dulu pengen ke sana tapi Kak Lyra selalu gak bisa."

Nando bangkit dari sandarannya kemudian menunduk pelan di hadapan Anneth.

"As you wish my princess."

Jangan lupa vote⭐
Dan Komen

Salam
Arsetia_

17 September 2023

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 17, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cute but PsycoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang