11. Pembohong! 🔪

2.3K 168 20
                                    

Sedikit lagi pisau itu mengenai kulit punggung Malvin kalau saja ponsel Anneth tak berbunyi dan mengharuskan gadis itu menunda rencananya.

Pisau dengan cepat ia masukkan lagi ke dalam tas dan mengeluarkan ponsel yang masih berdering di sana. Karena merasa kesal, ia langsung memutus panggilan itu tanpa mau menjawab, Anneth kemudian menatap Malvin.

"Kak pulang aja, yuk. Anneth udah di telpon Kak Lyra," ajaknya.

Malvin akhirnya mengangguk dan mengantarkan gadis itu dengan segera kembali ke rumahnya.

***
"Mampir dulu, Kak," ajak Anneth.

Malvin menggeleng menolak ajakan gadis itu. "Lain kali aja, Neth. Aku masih ada uru- "

"Ayo, Kak. Kak Lyra pasti gak suka kalau temen Anneth gak mampir dulu," jelasnya.

Lagi-lagi Malvin mengangguk setuju. Mereka keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu utama.

"Kak, mau temenin Anneth ke sana sebentar, gak?" tunjuknya ke arah samping rumah.

Kening Malvin mengerut. "Ngapain ke sana? Di sana gelap, Neth."

"Anneth mau ambil barang Anneth yang ketinggalan di sana, tapi Anneth takut ke sana sendiri."

"Yaudah, ayo," setuju Malvin.

Mereka memutar arah, berjalan ke arah samping rumah. Cowok itu berdecak kamu saat melihat ada tangga menuju bawah tanah.

"Ayo, Kak," ajak Anneth.

Malvin berjalan mengikuti gadis itu. Tepat di bagian terujung, begitu tersembunyi, ada sebuah pintu. Anneth membukanya, membuat alis Malvin kembali menyatu.

"Gelap sekali,"

Anneth mengangguk. "Ayo, Kak, masuk. Temenin Annneth, Anneth takut."

Mereka berdua masuk. Malvin benar-benar tak melihat apa-apa, cowok itu hanya diam menunggu gadis itu.

PRANGG

Tiba-tiba Malvin merasa sebuah benda keras pecah tepat di kepalanya. Seketika kepala itu berdenyut hingga merasa sesuatu mengalir dari sana. Belum semenit Malvin menetralkan perasaannya lagi-lagi sesuatu mengenai tengkuknya.

BUKK

Cowok itu tergeletak lemah di lantai. Tenaganya seakan habis hanya untuk menahan rasa sakit.

ARGHH

Sebuah benda tajam menyentuh rahang Malvin, berjalan lebih jauh hingga menciptakan sayatan indah di sana, meninggalkan rasa sakit seperti ingin mengupas habis kulitnya.

Terdengar jentikan jari, membuat lampu menyala terang. Malvin mengedip beberapa kali menyesuaikan penglihatannya dengan cahaya.

"Anneth," lirih Malvin saat menatap gadis yang kini menjulang di depannya tengah tersenyum miring memegang tongkat panjang.

"Hai, Kak!"

***
Di sisi lain, Lyra tengah mondar-mandir kebingungan dan bertanya-tanya kemana perginya gadis itu. Mengapa Anneth masih belum juga sampai di rumah.

"Astaga! Gimana ini," ucap Lyra menggigit jarinya.

Lyra terus berdoa dan berharap agar Adiknya tidak membuat masalah. Ia sudah menelpon gadis itu lebih dari 20 kali tapi Anneth tetap tak menjawabnya sekalipun.

Lyra benar-benar takut sekarang. Sejenak Lyra merasa jika ia terlalu memanjakan Adiknya itu hingga apapun yang diinginkan Anneth harus terwujud.

"Lyra, kamu kenapa, Nak? Kamu terlihat seperti orang yang takut pacarnya selingkuh saja," canda Ayahnya.

"Daddy apaan, sih. Lyra gak apa-apa kok, lagian Lyra gak punya pacar."
Gadis itu berusaha setenang mungkin agar sang Ayah tidak curiga.

Ayah Lyra menempatkan tangannya di pucuk kepala anak sulungnya itu, mengelus lembut pucuk kepala Lyra dengan sayang.

"Lyra, kalau ada masalah cerita sama Daddy, jangan merahasiakan apapun dari Daddy," ucap Ayah Lyra seraya tersenyum manis.

Lyra mengangguk, kemudian mendorong lembut Daddy-nya agar segera masuk ke kamar untuk tidur dan beristirahat.

"Daddy istirahat, gih. Biar mukanya seger dan makin awet muda." Lyra membantu menata bantal untuk Ayahnya, tak lupa mencium kening sang Ayah tercinta dan berlalu.

Setelah keluar dari kamar sang Ayah, dengan cepat Lyra beraksi. Ia mengumpulkan semua pekerja yang ada, lalu ia memerintahkan mereka untuk mencari dan membawa Anneth pulang dengan segera.

"Jika Nona Anneth tidak ingin ikut bersama kami bagaimana?" tanya salah satu pengawal.

"Bawa dia dengan cara apapun, meskipun harus dengan kekerasan!"
ucap Lyra begitu tegas.

***
"Anneth, lepas!" ucap Malvin.

Bukannya menurut, gadis itu malah tertawa. Ia terlihat begitu menikmati hal ini. Entah mengapa Anneth benar-benar menyukai korbannya kali ini, apalagi saat Malvin mengeluarkan keringat di sekujur tubuhnya.

"Anneth, please." Malvin benar-benar putus asa, ia benar-benar tidak menyangka jika orang yang ia cintai akan menyakitinya seperti ini.

Anneth mengambil sebuah pisau kecil yang sering digunakan oleh Dokter bedah. Lalu ia memikirkan hal apa yang bagus ia lakukan pada Malvin.

Rasanya Anneth ingin menusuk-nusuk wajah laki-laki ini, tapi pasti akan membuat Malvin langsung mati.

Ia tidak ingin Malvin mati dengan cepat, yang Anneth inginkan adalah memberi orang ini pelajaran yang tidak bisa Malvin lupakan bahkan saat ia sudah mati sekalipun.

"Ini hukuman untuk Kakak, karena udah mempermainkan Anneth." Setelah berucap, tangannya mengukir namanya sendiri di dada bidang Malvin.

ARGHH

"Dan ini untuk kebohongan Kakak."

Anneth menusuk tangan Malvin hingga meninggalkan bekas lubang pada tangan kekar itu.

"A ... a ... Anneth aku gak ngerti maksud kamu. Aku benar-benar suka sama kamu, aku gak pernah mempermainkan kamu," jawab Malvin dari lubuk hatinya, bahkan ia sampai mengeluarkan air mata sangking tak percayanya dengan sikap gadis itu terhadapnya.

Bukan hanya tubuhnya yang sakit, tapi hatinya pun ikut teriris.

"BOHONG!" Lagi-lagi Anneth menyakiti Malvin.

ARGHH

Pisau kecil yang Anneth pegang menekan dada Malvin kuat, memutarnya hingga meninggalkan rasa sakit yang begitu hebat.

Tentu saja Anneth menusuk bagian yang tidak membahayakan nyawa, ia menghindari titik vital agar bisa bermain-main lebih lama dengan cowok itu.

"The game has just started!" ucap Anneth mengeluarkan senyum bengis andalannya.

Ayo di votemen 🌟
Jangan sider
Dosa😉

Salam
Arsetia_

15.05.2020

Cute but PsycoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang