12

188 52 3
                                    

Diriku itu penyuka hari libur. Bahkan pernah berharap bahwa seluruh tanggal di kalender itu berwarna merah semua. Dahulu aku pernah mewarnai angka-angka yang tercetak rapi di kalender dengan tinta merah agar menjadi bukti untuk ditunjukkan kepada orang-orang bahwa seluruh hari merupakan hari libur nasional kendati itu percuma dan sia-sia.

Namun kali ini diriku berharap cepat sekolah saja. Selama tiga hari berada di rumah membuat diriku nyaris tidak waras. Biasanya ketika Papa pergi kerja dalam waktu lama dan tengah libur sekolah, aku hanya akan tidur dan memesan makanan melalui aplikasi jika merasa lapar atau paling tidak membuat makan seadanya agar dapat bertahan hidup. Terkadang kedua manusia terdekatku yang telah diusir pagi itu akan menemani setidaknya dapat membuatku lebih terlihat hidup dan tidak seperti manusia tak bernyawa yang gemar menyelimuti dirinya di atas kasur.

Semua hal tersebut terlihat indah. Seperti menemukan kebebasan atau seperti dirimu diberikan kesempatan untuk menjadi diri sendiri yang sesungguhnya. Tapi segalanya sirna. Tak ada bergulung di atas ranjang seharian, tak ada makanan pesan antar dan tak ada kedua temanku itu yang menemani.

"Dirimu menyapu apa?"

Aku menghentikan aktivitasku hanya untuk menoleh menatap dengan raut bertanya kepada pria di belakangku yang tengah memegang secangkir kopi di tangan kanannya.

"Selangkah di belakangmu masih ada plastik dan kotoran. Dirimu tidak melihatnya?"

Aku menoleh ke bawah dan benar. Diriku itu malas membersihkan rumah jika Papa belum akan pulang ke rumah atau memang sudah terlalu berantakan. Tapi penumpang itu justru membuat diriku menjadi babu di rumahku sendiri.

"Saya sudah memasak, dirimu jangan lupa untuk mencuci peralatan kotornya."

"Bisa kau letakkan alas kaki milikmu di rak yang telah disediakan?"

"Taruh bahan makanannya di tempat yang benar."

Selama tiga hari nyaris kelimat itu yang selalu dirinya lontarkan dan masih banyak lagi. Seharusnya dirinya tahu diri bahwa pria itu hanya menumpang, mengapa mendadak seperti pemilik rumah ini?

"Sudah jam tujuh malam, akan lebih baik jika dirimu mengerjakan tugas sekolah."

"Ini hari libur, tidak ada tugas dan tidak perlu belajar," ujarku malas

"Setidaknya baca satu buku saja."

Aku menghela napas kasar lantas menghentakkan kakiku seraya berjalan menuju kamar. Aku tidak bisa untuk melawan perkataannya, sebab pria itu akan melaporkan pada Papa dan Papa akan memarahiku sebab menurutnya diriku tidak sopan terhadap tamu.

Namun beruntunglah otak milikku itu terlampau cerdas. Lantas dengan gesit mengambil satu buku dan kembali ke ruang tamu dan duduk di dekat meja di bawah kursi, sementara pria itu duduk di atas kursinya seraya meminum kopinya.

Perlahan diriku membuka satu persatu lembar buku dengan perlahan dan khidmat sampai suara pria itu terdengar.

"Apa yang dirimu baca?" Dirinya merampas buku dalam genggamanku kasar untuk dirinya telisik.

"Hanya membaca buku."

"Buku apa ini yang dirimu baca?"

"Kau menyuruhku untuk membaca setidaknya satu buku dan aku membaca majalah dewasa itu," ujarku santai.

"Dari mana kau mendapatkannya?"

"Itu milik Jungkook. Tidak sengaja tertinggal," kataku menatap remeh dirinya.

"Kau tidak bisa melarangku." Aku buru-buru menyahut sebelum dia kembali buka suara.

Tapi aneh, dia tak lagi mengatakan apapun. Saat ini justru pria itu bangkit dari duduknya dan mendekatiku dengan wajah datarnya.

"Apa yang akan kau lakukan?"

Jujur saja diriku sedikit cemas sebab pria di depanku ini tak mengatakan apapun justru semakin mendekatkan diri hingga jarak antar kita tersisa sejengkal.

"Berani kau berbuat aneh, aku akan melaporkannya pada Papa."

"Memang apa yang akan saya lakukan?"

"Menjauh atau aku akan teriak Yogi!"

Dirinya menaikkan sebelah alisnya lantas tawanya terdengar namun itu sedikit mengerikan di runguku.

"Sepertinya dirimu perlu diriku ajari bagaimana cara memanggil nama seseorang dengan benar,"ujarnya berbisik di telinga kiriku.

"Min Yoongi, itu namaku. Jangan salah menyebut agar kau bisa mendesahkan namaku dengan benar ketika berada di bawahku," lanjutnya yang kemudian perlahan sedikit membuat jarak untuk menatapku seraya menyeringai dengan pandangan meremehkan.

Sial, pria ini pintar memutar balikkan keadaan.

[]

Sudah lama dan saya tahu tak ada lagi cerita ini di perpustakaan kalian.

*Diketik dalam satu waktu, harap menilai dengan objektif.
Tolong apresiasinya. (Melampaui batas kalimat yang sudah diri saya buat untuk bagian ini)

ABOUT: SENSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang