16

169 44 0
                                    

Keadaan ruang makan kali ini lebih bising daripada hari kemarin dan sebelumnya. Kepulangan Papa pagi ini sedikit membawa pengaruh lebih dibandingkan kepulangannya sebelum-sebelumnya. Selain Papa yang gemar berceloteh sejak tungkainya menjejaki rumah ini, menurutku keadaan antara kami juga sedikit canggung. Maksudku antara aku dan— ekhem— pria Min itu.

Saat suara Papa terdengar nyaring menggema di dalam rumah yang sedang sunyi, diriku lantas segera beranjak dan mengintip dari balik pintu yang aku buka sedikit. Di saat diriku tengah panik, pria Min itu justru menampilkan raut datar. Maka diriku segera menghampiri Papa dan menuntunnya segera menuju dapur yang menyatu dengan ruang makan. Memberikan waktu agar Min Yoongi itu pergi dari kamarku.

"Jihye, Papa menemukan sebuah topi untuk musim dingin nanti yang menarik di sana."

"Lalu Papa membelinya?"

Papa mengangguk seraya menuang air dari teko ke dalam gelas milik kami bertiga. Beliau tidak pernah untuk tidak membelanjakan barang satu sen untuk diriku kala sedang berpergian yang menyita banyak waktu hingga berhari-hari seperti kemarin.

"Sudah Jiya katakan tidak perlu, Papa tidak tahu saja sepenuh apa lemari di kamarku."

"Kali ini benar-benar istimewa. Papa benar-benar menyukainya."

"Itu juga yang Papa katakan sebelum-sebelumnya."

Lalu atensiku berpindah pada pria Min yang tengah meletakkan satu panci sup di tengah-tengah meja. Lantas segera diriku alihkan pandanganku menatap piring kosong di hadapanku.

"Oh, bagaimana kabarmu selama bersama Yoongi? Dirimu tidak menyusahkannya, bukan?"

Aku sedikit membuka mulut, menyusahkan katanya? Justru pria itu yang menyusahkan diriku selama tinggal bersamanya.

"Apa maksud Pa—"

"Jihye sama sekali tidak menyusahkan, bahkan dirinya terlihat sangat rajin."

"Sungguh? Tidak biasanya dia demikian."

Apa yang diriku saksikan saat ini? Apakah ada sesuatu yang aku lewatkan dari kedua pria di hadapanku ini?

"Bahkan dia rajin membersihkan rumah dan juga belajar. Sepertinya dia tidak seperti yang Paman ceritakan padaku."

Jangan katakan bahwa Papa menceritakan segala keburukan diriku.

"Benar begitu, Jiya?"

Itu bukan suara Papaku, tapi suara milik pria pucat di depanku.

[]

ABOUT: SENSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang