17

178 38 2
                                    

Mentari tak menampakkan eksistensinya. Seolah tengah bersedih hingga menumpahkannya tetesan air yang jatuh menimpa apapun yang berada di bawahnya. Membuat genangan di beberapa tempat dan mengeluarkan aroma miliknya yang khas.

Mendesah panjang seraya netra yang menatap ke arah jalanan. Sekitar dua puluh delapan menit diriku menunggu di bawah naungan atap halte, seperti perintah pria Min itu di satu jam yang lalu sebelum waktu pula sekolah tiba. Diriku diharuskan menunggu tanpa memasuki bus yang sempat memberhentikan diri di depan haltenya.

Tidak tahu apa yang membuat pemuda itu harus telat dalam menjemput. Inginnya mengabaikan perintah pria itu dan langsung memasuki bus yang berhenti tepat di depanku sebelum-sebelumnya, tapi sisi dari hatiku yang lain mencoba untuk menghentikan diriku yang ingin berbuat demikian.

Empat puluh lima menit berlalu dan diriku baru mendapati presensi kendaraan roda empat yang tampak familiar dalam penglihatanku, berhenti tepat di depanku lantas menurunkan kaca mobilnya yang setelah kembali memerintah diriku untuk memasuki kendaraan miliknya.

"Diriku nyaris berkarat jika dirimu ingin tahu," ujarku menggerus setelah memasuki mobilnya dan memaksa sabuk pengaman.

"Sayangnya saya tidak ingin tahu."

Aku menoleh cepat dan menatap pria di sebelahku setengah tak percaya. Ya, hanya setengah. Tinggal nyaris dua bulan dengan pria Min di sebelahku agaknya sedikit membuat diriku mengetahui pribadi yang sesekali tampak apatis dan bersikap dingin.

"Sialan."

"Sudah saya beritahu bahwa tidak baik berbicara kasar di depan orang yang lebih tua."

"Oh, dirimu mengakui bahwa kau itu sudah tua?"

"Ada alasan penting untuk saya tidak mengakui umur saya sendiri yang pada dasarnya memang lebih dewasa daripada dirimu?"

Aku melirik ke arah pria yang tengah menyetir itu sinis. "Kau menyebalkan," ujarku pelan.

"Pakaian bagian lenganmu sedikit basah, ada handuk kecil di dashboard. Gunakan itu untuk mengeringkan bagian dari dirimu yang basah, terutama rambutmu."

"Biarkan, nanti akan mengering dengan sendirinya."

"Dirimu bisa sakit."

"Tidak akan."

"Memang kau bisa menjamin bahwa dirimu tidak akan terserang flu?"

"Ini tubuhku dan kau tidak perlu turut ikut campur," ujarku setelah berdesis sebelumnya.

"Ini demi kebaikanmu."

"Berhentilah untuk— hatchii!"

Lalu keadaan di dalam kendaraan roda empat yang tengah diriku naiki seketika hening. Aku menoleh pelan menatap Min Yoongi yang masih memusatkan atensinya pada jalanan di depan sana.

"Keras kepala."

Suaranya pelan, namun diriku masih bisa mendengarnya dengan jelas bagaimana pria itu mengejek diriku dengan kata-katanya.

[]

ABOUT: SENSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang