35

164 37 1
                                    

Sejak konversasi kami di dalam mobil pria Min kala itu, di saat diriku telah sampai rumah, segera melangkahkan kaki memasuki kamar dengan isi kepala dan hati yang berisik. Pria itu tidak sedang cemburu, bukan? Apa maksud perkataannya tentang 'jangan menyerah'?

Setelah hari itu, diriku kembali memulai menjadi aku yang saat sedang giatnya mengambil hati pria Min bermata tajam itu.

Berjalan sedikit cepat menuruni tangga seraya mengikat rambut asal. Berhenti sejenak di anak tangga terakhir kala aroma memasuki indera penciumanku sebelum kembali berjalan menuju dapur. Pria Min dengan apron yang membungkus bagian depan tubuhnya itu berdiri di dekat meja kompor.

"Sedang memasak, Tuan?"

Pria itu hanya melirikkan matanya sekilas tanpa berujar.

"Hei, ada apa dengan dirimu? Kemarin kau tampak romantis meski sedikit menyebalkan, namun kini dingin dan membuat kesal. Aku harap dirimu bukan bunglon."

Dirinya masih diam dan aku hanya menghela napas kasar sebelum beranjak menuju kulkas.

"Jangan minum jus jeruk dahulu, air hangatmu saya persiapkan di atas meja."

Aku menghentikan pergerakan tanganku yang memegang kotak jus jeruk. Dalam diam diriku tersenyum sebelum kembali menormalkan raut wajah menjadi kesal seperti beberapa detik lalu. Bahkan aksaranya kembali seperti semula.

Meminum air hangat yang telah disediakan tanpa berbicara lebih seraya menatap perawakan pria yang sibuk dengan kompornya.

"Duduklah, makanannya telah siap."

Pria itu menaruh panci panas di atas meja makan dan bersiap mengambil tempat untuk duduk.

Aku mengambil lebih dulu sendok sayur terlebih dahulu. Niat awal ingin meletakkannya di mangkuk milikku, namun berpindah haluan menjadi mangkuk milik pria Min yang kini tengah menatap diriku tang mengerti.

"Kau sudah memasak, maka biarkan diriku yang melayani."

Seperti biasa, tak ada ekspresi berarti namun diriku tahu bahwa pria itu tengah gugup. Matanya berkedip cepat beberapa kali dan mengusap lehernya ketika diriku meletakkan nasi di piringnya.

Dirinya menggemaskan dengan apa yang ada pada pribadinya.

-o★o-

Aku berdiri di bawah naungan atap halte bus, menunggu kendaraan milik pria yang membuatku tak berhenti memikirkannya. Ini sedikit aneh aku rasa sebab tak pernah merasa seperti demikian.

Sebuah mobil berhenti dan senyumku mengembang, namun perlahan sirna ketika mendapati rupa wanita di bangku penumpang sebelah kemudi. Aku mendekat dengan pandangan yang tak lepas dari kedua manusia di dalam sana.

"Maaf, apakah dirimu menunggu terlalu lama? Ada sedikit urusan."

Aku berdeham dan berjalan menuju pintu lain, tepat di belakang kedua manusia di depan sana. Duduk dalam diamnya setelah mendapat posisiku.

"Ah, aku lupa. Kau ingin duduk di depan sini? Biar aku yang di belakang."

"Tidak."

Percuma menawarkan ketika diriku telah menduduki bangku belakang. Jika diriku mengiyakan, itu akan terlihat aneh. Seperti diriku sangat ingin duduk di samping pria Min itu— meski iya. Bukan gayaku.

"Bisa kita pergi?" Yoongi bertanya dan menatap diriku melalui kaca spion depan.

Lantas ketika diriku sampai rumah, segera kakiku melangkah cepat menaiki anak tangga dan memasuki kamar dengan perasaan kesal yang telah menggunung di benak. Di dalam mobil tadi diriku seperti diabaikan. Mereka hanya membicarakan tugas keduanya dan mengurusi tugas Jimin yang belum diserahkan ke Dosen. Ternyata gemar juga membicarakan urusan orang lain. Tawa gadis itu terdengar samar dari lantai bawah.

Sial, lisannya tak pernah menyentuh cabai?

[]

ABOUT: SENSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang