7 VOTE + 27 KOMEN
SANGGUP?By the way, terima kasih banyak untuk komen chapter kemarin. Suka banget! Hehe ^^
Are you ready to read this chapter?
➖
| BAB 14
BAGIAN DUABaru saja ingin bangkit, lengannya tertahan oleh genggaman erat yang dilayangkan oleh Rasa. Spontan ia menoleh. Manik keduanya lagi-lagi saling bersinggungan, memberikan sorot tak terbaca yang hanya dimengerti oleh diri sendiri.
"Kak ...." Bibir mungil itu bergetar. Manik cokelat gelapnya berkaca-kaca secara tiba-tiba. "Kenapa kamu selalu ada di sisi aku? Kenapa kamu selalu ada di saat aku butuh?"
Mendapatkan respon diam cukup lama, Rasa mengendurkan genggamannya. Air matanya luruh. Segera ia seka dengan punggung tangan meski percuma.
"Jangan bilang karena aku mirip dengan two love-mu itu," tebak Rasa pasrah. Ingat dengan jelas di mana hari Asta menolongnya dan di akhir kalimat justru menggantungkan sebuah kata yang tak ia mengerti.
Two love. Kasih tak sampai.
"Memang mirip." Asta membalas.
"Tapi, nggak semuanya mirip. Pasti ada banyak perbedaan juga, 'kan?" Rasa tersulut. Menunjukkan sekali bahwa ia tipe gadis yang tidak mau disamakan dan dibeda-bedakan dengan orang lain.
"Sudah. Tidak usah marah." Asta mengembuskan napas. Sebelah tangannya naik dan mengusap wajah Rasa lembut. "Lanjut perbincangan ini nanti. Setelah aku selesai mengobati lukamu."
Namun, Rasa justru membeku. Bahkan, saat Asta mulai memunguti pecahan cangkir dengan gerakan pelan, ia masih bergeming di tempatnya dengan degup jantung yang bertalu-talu ingin melompat keluar.
Jaket Asta kembali melorot jatuh, tetapi bukannya membenarkan letak jaket tersebut, tangannya justru naik dan memegang pipinya. Merasakan bekas usapan lembut Asta di sana. Seketika saja, wajahnya menampilkan rona merah. Begitu jelas.
Sial.
Rasa ... tersipu malu.
***
Merekatkan perban menjadi sentuhan akhir yang Asta lakukan pada luka Rasa. Lelaki itu lantas berbalik dan merapikan segera perkakas obat yang berada di atas meja. Benar dugaannya, desa sebelah tidak mati listrik membuatnya dengan mudah mencapai tempat tujuan tanpa halangan.
Rasa menunduk. Mengamati sebelah kakinya yang telah terbalut perban steril. Rasanya begitu aneh. Pertama kalinya ia mendapatkan perawatan luka seperti itu. Namun, tak urung, ia tersenyum lucu. Menggerakkan kakinya ke kanan-kiri seolah menjadi hal yang menyenangkan untuk dilakukan.
Dan hal itu, tentu saja membuat Asta menatapnya dengan pandangan heran.
"Kaki aku jadi lucu, Kak. Kek mumi." Rasa berkata antusias. Matanya berbinar.
"Sudah makan?"
"Uhm?" Refleks, Rasa menoleh. Mengerjapkan mata bingung ketika ditanya seperti itu. "Oh, makan? Udah tadi," ujarnya menyengir.
"Tugasmu masih banyak?" Asta bertanya, lagi. Entah kenapa berubah cerewet sekali kali ini.
Sontak Rasa menepuk dahi. "Oh, iya lupa! Aku ada tugas merangkum materi Administrasi Pajak!" Ia memekik, sedetik kemudian langsung beringsut memyerongkan tubuh. Nyaris menjatuhkan diri di atas lantai, tubuhnya tertahan oleh rematan pelan yang melayang pada bahunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Alter Ego Boyfriend | End
Подростковая литература[SCHOOL | ROMANCE | SLICE OF LIFE | FAMILY] Bahasa: Indonesia Baku dan Non-Baku, Bahasa Jepang, dan Bahasa Jawa Ngapak Rate: (13+) # 1 in Half Fiction # 7 in Masa SMK # 3 in Matematika # 1 in Akuntansi "Tanganku begitu kasar hingga aku tidak bisa me...