| BAB 21

450 57 19
                                    

| BAB 21
BAGIAN SATU

"Di mana, sih, Sa, kamu nemu cogan ala Wattpad gitu?!"

Maudy berseru gemas, sesaat menghentikan aktivitasnya yang tengah membersihkan kolong meja. Mendongak memandangi Rasa yang masih sibuk membersihkan lubang ventilasi udara menggunakan sapu. Berdiri di atas meja tanpa ragu.

"Di jalan," jujur Rasa singkat. Pikirannya melayang pada momen di mana ia bertemu Asta untuk pertama kalinya. Eh, atau Arta, ya?

"Ingat di mana aku dibawa paksa oleh anak Galaksi? Aku ketemu dia di jalan. Melas-melas ke dia juga buat dibawa pergi." Rasa mengakhiri kalimatnya dengan senyum. Desiran hangat menjalar di dadanya tiba-tiba.

"Sampai sekarang, aku masih belum ngerti apa motif si pelaku tiba-tiba bawa kamu pergi," lanjut Maudy heran. "Padahal, kamunya aja nggak terlalu kenal sama anak-anak Galaksi. Kamu juga nggak se-famous para anak-anak OSIS atau anak ekstrakurikuler lain."

Rasa menurunkan gagang sapu yang semula masih terangkat. Berbalik dan menyandarkan diri pada tembok sambil bersedekap dada. Gadis itu memilin bibir sebelum kekehannya timbul dengan jelas. Ia jadi teringat dengan sosok Nakula yang menolongnya tempo hari. Sekaligus mengajukan permohonan maaf atas kesalahan yang telah dilakukan lelaki itu.

"Udahlah, nggak usah dipikirin. Palingan cuma anak-anak iseng dan nakal. Tahu sendiri, kan, kalau anak Galaksi-Andromeda terkenal sama sikap nakalnya?"

Maudy sukses mengacungkan jempol, tanda setuju. Namun, percakapan keduanya mendadak berhenti ketika Zela, yang statusnya menjadi ketua kelas tiba-tiba koar-koar agar seluruh siswa tidak banyak bicara saat menjalankan tugas.

Hari ini acara Jum'at bersih. Seluruh warga sekolah SMK Andromeda masih terlihat sibuk berlalu lalang. Kompak dengan kaos olahraga yang sama-sama terpakai.

"Mbak Bendahara, uang kasnya masih cukup buat beli sapu enggak?"

"Loh, emang sapunya habis?" heran Rasa.

"Noh, patah sama si Putra. Rese banget jadi cowok. Mentang-mentang jadi cowok langka di jurusan Akuntansi." Lilin menggerutu. Menunjuk Putra yang cengengesan memainkan gagang sapu yang patah untuk dijadikan gitar di depan kelas.

Rasa sontak geleng-geleng kepala. "Uang kas dipegang sama Utara. Aku cuma pegang uang renang kalian."

Lilin langsung mendesah. Ia lalu balik badan dan berteriak menyerukan nama Utara. Suara kerasnya sampai mengalahkan lagu Jepang berjudul "Orange" yang tengah diputar oleh Putra di dalam kelas.

Jika Aksa tahu, lelaki itu akan menelan ludah sendiri. Kebenciannya terhadap sosok bendahara kelas membuat ia tidak menyadari, bahwa Rasa, sosok yang pernah berstatus menjadi kekasihnya itu juga merupakan bendahara di kelasnya. Orang yang suka teriak-teriak dan berubah galak ketika menagih jadwal uang kas.

Tawa Rasa merebak. Ia menyeka sudut matanya yang ikut berair melihat adegan Putra dikejar-kejar oleh wakil ketua kelas dengan sapu yang terangkat tinggi-tinggi. Siap melayangkan hantaman keras pada punggung kekar lelaki itu.

Ya, suasananya memang selalu seperti ini. Melakukan bersih-bersih, tapi mulut yang banyak bicara. Para siswi yang sibuk ke sana-kemari, sedang para siswa justru asyik berghibah tanpa berniat membantu sebelum disuruh.

***

"Kalau dari sudut pandangku sendiri, sih, Asta itu orangnya cuek, irit ngomong, dan jarang banget senyum. Tapi, sekalinya sama orang yang disayang, sifat-sifat itu bakal ilang. Dia jadi sosok yang hangat, perhatian, dan khawatiran akut."

My Alter Ego Boyfriend | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang