Udah baca papan pengumuman kalau update-nya agak ngaret, kan?
Oke. Kalau udah, happy reading, Bebs!
15 komen untuk chapter ini bisa nggak, ya?
Ayo kita lihat😈
➖
| BAB 15
BAGIAN SATU🎵Putus atau Terus-Judika
Metha Zulia (Cover)Bukannya berleha-leha di atas ranjang sambil memakan camilan favoritnya, Rasa justru sudah berkutat di dapur masih dengan seragam sekolahnya. Ah, ralat. Rok sekolahnya saja yang masih terbalut apik melingkar di pinggang rampingnya, sedangkan atasannya sudah tergantikan dengan kaos oblong berwarna mocca. Rambut panjangnya yang biasa tergerai, kini sudah disanggul tinggi dengan beberapa anak rambut yang menjuntai di sisi telinga.
"Astaga, Rasa! Pulang-pulang bukannya makan malah langsung sibuk di dapur gini!"
Gadis itu menyengir. Selalu saja keras kepala meski sudah diberi omelan ribuan kali. Elisa mendekat, langsung menjewer telinga sang anak yang langsung mendapatkan pekikan keras.
Rasa itu, suaranya mirip siapa kalau teriak-teriak cempreng dan menghebohkan tetangga sebelah. 'Kok, bisa-bisanya si Asta justru mengatakan bahwa suara Rasa begitu lembut mirip dengan two love-nya itu?
"Sakit, Ma .... Kalau telinga Rasa lepas gimana? Mama mau tanggung jawab?"
Memanyun, Rasa menampilkan wajah memelas plus puppy eyes yang menggoda. Dilepasnya jeweran telinga dari sang anak, Elisa hanya geleng-geleng kepala melihat kebiasaan Rasa yang selalu saja mampu mengubah ekspresi untuk menghipnotis orang lain.
Cocok sekali kalau dilempar dalam dunia perfilman.
"Makan dulu sana! Nanti sakit, loh." Elisa menyuruh. Namun, Rasa tetaplah Rasa. Keras kepala. Gadis itu menggeleng untuk yang kedua kalinya.
"Tanggung, Ma. Janji, deh, nanti makan kalau adonan kuenya udah mulai proses pematangan."
"Janji, loh, ya?"
"Iya, Mamaku."
Melihat senyum Rasa, mau tak mau Elisa turut mengembangkan senyum. Sekeras apa pun dirinya berusaha membujuk Rasa, gadis itu pasti tetap keras kepala dengan pendiriannya. Pada akhirnya, Elisa mengangguk menyetujui.
Beliau mendaratkan sebuah usapan lembut pada puncak kepala Rasa sebelum meninggalkan dapur. Meninggalkan Rasa seorang diri yang berkutat dengan adonan kuenya.
Rasa mengusap peluh. Senyumnya luntur setelah kepergian sang Mama. Jujur, tangannya sudah pegal sedari tadi meminta rehat barang sejenak. Namun, Rasa tetap bersikeras memaksakan diri memastikan adonan kuenya mengembang sempurna dengan bermodalkan mixer manual.
Mungkin, Asta memang benar.
Rasa naif.
Rasa polos.
Dan Rasa kelewat bodoh.
Diumpat oleh kekasih sendiri di hadapan publik, Rasa justru merelakan waktu dan tenaganya untuk menyajikan kue buatannya sendiri untuk sang kekasih. Sengaja. Ini ia buat sebagai bentuk permintaan maaf atas kesalahpahaman yang telah terjadi.
Entah benar atau tidak, Rasa merasakan hubungannya dengan Aksa mulai merenggang. Seolah ada jarak tak kasat mata yang mulai menjauhkan mereka. Menyisakan ruang sesak yang perlahan-lahan mulai melebar. Menggerogoti satu per satu kebahagiaan yang mulai meredup seiring berjalannya waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Alter Ego Boyfriend | End
Ficção Adolescente[SCHOOL | ROMANCE | SLICE OF LIFE | FAMILY] Bahasa: Indonesia Baku dan Non-Baku, Bahasa Jepang, dan Bahasa Jawa Ngapak Rate: (13+) # 1 in Half Fiction # 7 in Masa SMK # 3 in Matematika # 1 in Akuntansi "Tanganku begitu kasar hingga aku tidak bisa me...