| BAB 21-2

418 51 15
                                    

Udah aku cantumkan di papan pengumuman kalau telat update, ya📌

| BAB 21
BAGIAN DUA

Asta menurunkan tangannya dari kepala Rasa, menuntunnya untuk bisa membelai wajah manis gadisnya yang terasa dingin oleh cuaca yang tidak bersahabat.

Dan, saat ibu jari Asta berhenti di sudut bibir Rasa, lelaki itu membuka mulut dan berkata, "Nikah sama aku. Mau?"

Dada Rasa sukses menularkan degup kencang yang membuat ia membeku di tempat. Matanya hanya mampu mengerjap tanpa meloloskan satu-dua kata. Keduanya saling intens beradu pandang, sebelum angin kencang membelai wajah Rasa dan memalingkannya dengan cepat.

Mulut Rasa nyaris terbuka, tetapi urung ketika keringat dingin muncul di permukaan telapak tangan yang saling bertautan. Ia menoleh lagi, mengatupkan bibir serapat-rapatnya.

"Nikah sama aku. Mau?" Asta  kembali mengulang. Penuturannya terdengar tulus dan meyakinkan.

Menelan ludah, Rasa tertawa kecil. "Apaan, sih, Kak. Ngaco! Hujan aja nggak mau terus terang, Kak As malah blak-blakan ngajak nikah."

"Memang kenapa kalau aku ngajak nikah? Kamu nggak suka diseriusi?"

Tawa Rasa mendadak lenyap. Gadis itu terdiam lagi dengan degup jantung yang masih berdegup kencang. Dirematnya rok yang Rasa kenakan, bohong jika ia berkata bahwa ia tidak suka ajakan menikah dari Asta.

Ini bahkan jauh lebih baik. Sangat berbanding terbalik dengan Aksa, sang mantan yang justru menawarkan pernikahan setelah melakukan hubungan intim layaknya pasangan suami-istri.

"Tapi, Rasa masih di bawah umur, Kak. Rasa baru aja umur enam belas tahun. Baru kelas sebelas semester awal. Bukannya ... itu terlalu dini untuk nikah?" Ragu-ragu, Rasa bersuara. Memberanikan diri untuk kembali beradu pandang.

"Aku akan siap untuk menunggu kamu hingga lulus," ungkap Asta cepat.

"Itu masih lama. Masih butuh waktu sekitar kurang lebih dua tahun lagi." Jelas ada sarat keraguan yang muncul dari kalimat itu. Rasa sampai menelan ludah saat ia kembali menceletuk, "Umur Rasa juga udah enam belas tahun, tapi Rasa masih manja. Masih suka ngambekan. Kamu mau nikah sama orang kayak Rasa gini?"

Spontan Asta menanggapinya dengan senyum. Lelaki itu menarik sebelah tangan Rasa dan meletakannya di pangkuan. Mengelusnya lembut.

"Kalau aku udah ngajak kamu nikah, berarti aku juga harus siap akan segala konsekuensinya. Yang bukan hanya menerima tanggung jawab untuk menjaga, melindungi, dan membimbing kamu. Namun, juga harus siap menerima segala sikap dan sifat kamu. Ngambeknya, cerobohnya, cerewetnya. Semuanya."

Suasana seketika berubah melankolis. Mata Rasa berkaca-kaca dengan bibir yang mengerucut gemas. Apa ini tidak terlalu keterlaluan? Pemikiran Asta terlalu matang untuk Rasa yang masih seperti anak kecil.

"Kenapa? Hm?" heran Asta akan perubahan sikap Rasa.

"Pengin nangis ...," adu Rasa setengah merengek.

"Kok, nangis?"

Gelengan cepat Rasa berikan. Sampai-sampai kepangannya turut bergoyang. Menambah kesan berantakan pada helai rambut yang mulai mencuat lepas dari badan kepang.

"Kenapa Kak As ngajak Rasa nikah secepat ini?" lontar Rasa setelahnya.

Lagi-lagi, respon Asta adalah tersenyum. Menimbulkan kerut bingung pada dahi Rasa saat lelaki itu membawa tangan Rasa yang semula tergenggam jadi menapak pada dada bagian kiri Asta. Tepat di letak jantung berada.

My Alter Ego Boyfriend | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang