| BAB 31
BAGIAN DUA"Rasa?" Dahi Arta seketika menampilkan gelombang samar. Diletakannya nasi kuning tersebut ke meja, ia celingukan sendiri ketika tidak menemukan Rasa di posisi awal.
"Rasa, kamu di mana?!" Arta berteriak. Desisannya menguar.
Padahal, belum sampai lima menit Arta meninggalkan Rasa, gadis itu sudah raib dari pandangannya.
"Sa, jangan main petak umpet seperti ini!" Setengah berteriak, Arta tergesa mengecek satu per satu ruangan di rumah yang menjadi kemungkinan Rasa bersembunyi.
Sialan! Arta tidak menemukan Rasa di mana pun. Dan, di saat-saat seperti ini, Arta malah melupakan kemampuannya yang bisa membaca pikiran orang lain.
Wajah Arta yang semula menguarkan kehangatan, berubah menjadi datar total. Menunjukkan ketidaksukaannya atas permainan petak umpet dadakan ini yang nyaris membuatnya kehilangan akal. Embusan napas kasar tak segan-segan disapukannya ke udara, Arta menutup kembali pintu kamar mandi sebagai opsi terakhir kemungkinan Rasa bersembunyi, tetapi, nihil. Tidak ada. Alhasil, bantingan pintu pun terjadi. Menggetarkan lantai rumah.
"Kak Ar!!!" Sesaat, Arta terdiam. Berusaha mencerna baik-baik lengkingan panjang yang baru saja merasuk telinganya. "Kak Ar, sini!!!"
Benar. Lengkingan tersebut jika tidak salah adalah suara Rasa, gadisnya. Arta pun bergegas. Segera berlari dengan langkah panjang. Menuju pintu utama ketika diyakini suara itu berasal dari luar.
Begitu berhasil membuka pintu lebar-lebar, kegelisahan Arta seketika lenyap mendapati Rasa yang baik-baik saja. Bahkan, terlampau baik hingga Rasa tersenyum lebar lengkap dengan dua buah susu kotak varian berbeda yang masing-masing berada di genggaman kedua tangan.
Rasa melambai-lambai. Raut wajahnya begitu kontras dengan sekian menit yang lalu. Di mana Rasa meringis manja saat dihantam nyeri bulanan.
Agak cemberut karena Arta tidak menunjukkan balasan apa pun, Rasa memutuskan menurunkan lambaian. Lekas beralih membuka gerbang mini rumah Nek Ami, yang sama sekali tidak dikunci.
Rasa membawa langkahnya menuju Arta tanpa mengindahkan sekitar. Refleks membuat Arta membulatkan mata. Lelaki itu gerak cepat meraih pinggang Rasa untuk dipeluk ketika Rasa nyaris saja limbung begitu menyandung undakan lantai.
Bukannya syok, Rasa malah menguarkan tawa. Tawanya begitu enak didengar, sampai-sampai mengurungkan niat Arta yang hendak memarahi gadis itu sebab hilang mendadak.
Arta memandang wajah Rasa lekat. "Ceroboh," cecar Arta kesal, sebelum cubitan turut melayang pada hidung mungil Rasa.
***
Bak orang gila, Rasa tersenyum-senyum sendiri seraya menggigit bantal dengan gemas. Pikirannya tak tanggung-tanggung melayang pada kejadian tadi pagi. Di mana sosok Arta yang biasa menampilkan wajah datar itu tiba-tiba saja mengelus perutnya ketika Rasa kembali mengeluh kesakitan. Yang mana membuat Rasa kaget bukan main.
"Kata Asta, lelaki yang mengelus perut perempuan ketika sedang haid mampu mengurangi rasa sakitnya. Jadi, aku mencoba melakukannya."
Dan, itu adalah kalimat konyol yang Rasa dengar dari mulut Arta sendiri, yang masih Rasa ingat hingga kini.
Tidak habis pikir, bahwa lelaki jago bela diri yang menjabat sebagai kekasih alter egonya itu sangat polos terkait hal-hal tentang perempuan. Namun, anehnya, nyeri haidnya benar-benar mereda. Tidak senyeri sebelum Arta melayangkan usapan.
Kembali menerbitkan senyum, Rasa ubah posisi tidurnya menjadi telentang. Satu tangannya pun turut naik, mengelus perutnya sendiri. Mencoba melakukan hal yang dilakukan Arta sebelumnya, apakah berujung sama atau tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Alter Ego Boyfriend | End
Ficção Adolescente[SCHOOL | ROMANCE | SLICE OF LIFE | FAMILY] Bahasa: Indonesia Baku dan Non-Baku, Bahasa Jepang, dan Bahasa Jawa Ngapak Rate: (13+) # 1 in Half Fiction # 7 in Masa SMK # 3 in Matematika # 1 in Akuntansi "Tanganku begitu kasar hingga aku tidak bisa me...