| EXCHAP: KILAS BALIK

440 33 3
                                    

Pasca kejadian perseteruan panas Rudi-Elisa yang berujung Rasa kabur dari rumah.

"Golongan darah Bapak A." Petugas medis itu tersenyum, sambil menunjukkan hasil tes golongan darah yang tidak memakan waktu cukup lama.

Rudi menelan ludahnya kasar. "Anak saya golongan darahnya O, Dok. Apakah itu berarti dia bukan anak kandung saya?" todong Rudi tanpa menghiraukan ujung jarinya yang masih terasa nyeri dan berkedut.

Petugas medis dengan nama Eka Pramono itu hanya bisa mengulum senyum tipis. Ia bisa menangkap dengan jelas keraguan yang tersorot dari mata Rudi, kepada anaknya sendiri. Tidak perlu kaget lagi, Pak Mono sudah sering mendapatkan pertanyaan yang serupa, alasan utama di balik tes golongan darah.

"Jika boleh tahu, golongan darah istri Bapak apa?" Pak Mono menanggapinya sopan, tanpa berniat menghakimi.

"Seingat saya, O, Dok." Rudi makin panas-dingin. Ia terlalu nekat untuk melakukan tes golongan darah ini, untuk membuktikan kebenaran anak gadisnya.

"Bapak, nuwun sewu sekali." Intonasi Pak Mono melembut, seiring dengan senyum yang dilebarkan, sampai menampakkan deretan giginya yang cukup rapi untuk usianya yang tak lagi muda.

"Golongan darah yang dimiliki oleh anak, tidak selalu bergantung pada bapaknya, tapi mengikuti gen yang lebih kuat di antara bapak dan ibu. Jika Bapak golongan darahnya A, sementara istri Bapak O, maka anak punya dua kemungkinan golongan darah, yaitu A dan O.

"Dan, jika Bapak masih ragu apakah anak Bapak kandung atau tidak, coba lihat kemiripan wajah, tubuh, dan karakter anak Bapak. Karena bagaimanapun, yang namanya anak, mewarisi beberapa kemiripan dari orang tuanya. Atau mau yang lebih akurat, Bapak bisa melakukan tes DNA, tapi biayanya lumayan besar dan memakan waktu yang cukup lama."

Rudi sukses termenung, sebelum helaan napasnya menyapu udara dan memberat. Ia lekas raih hasil tes golongan darah tersebut, berjalan lunglai menuju loket administrasi, dengan pikiran yang berkecamuk.

***

"Dari mana, Mas?" Elisa menegakkan diri, menyeka sudut matanya yang lagi-lagi berair. Segera Elisa menahan tangan Rudi saat menangkap gelagat suaminya yang akan meneruskan langkah, kembali mengabaikan.

"Lepas, Elisa. Aku pengin dewekan," mohon Rudi sambil melepaskan lingkaran tangan Elisa.

"Boleh kita bicara sebentar dulu, Mas? Tentang Rasa, anak kita." Tanpa sadar, tangan Rudi saling mengepal di sisi tubuh, menahan emosinya mati-matian.

"Tadi Asta ke sini, bilang kalau Rasa nginap di sana beberapa hari. Dia juga bilang, Rasa hampir mau nenggelamin dirinya di sungai waktu itu." Elisa memejam sejenak, menepis sesak yang kembali menggerogoti hati tanpa permisi. Bahkan, sekadar membayangkan Rasa akan benar-benar menenggelamkan dirinya di sungai, lalu ditemukan dalam keadaan tak bernafas, Elisa tidak sanggup.

"Jadi, aku mohon banget sama Mas. Ayo kita perbaiki hubungan kita, selesaikan kesalahpahaman kita di masa lalu. Aku nggak ingin Rasa terus-terusan jadi korban, jadi anak yang mentalnya rusak karena tekanan sana-sini."

"Sudah selesai, Elisa," potong Rudi cepat.

"Apa?"

Segera Rudi berbalik menatap sang Istri, memberikan tatap yang tidak biasanya. "Kesalahpahaman kita di masa lalu, sudah selesai. Aku percaya kamu, meski rasa-rasanya itu sangat terlambat untuk diucapkan."

Elisa mengerjap lambat. Seketika mematung saat jemari kasar Rudi membelai wajahnya, berusaha menyeka air mata yang membekas. Degup jantungnya bahkan sudah tidak bisa dikontrol lagi, saat bibir Rudi mengecup hidungnya, dan turun melumat bibirnya yang sudah lama tidak digarap sama sekali.

My Alter Ego Boyfriend | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang