•••••
Seandainya mesin waktu benar-benar ada, maka ada banyak hal yang di inginkan manusia di muka bumi ini untuk di ulang kembali. Entah pada hal-hal membahagiakan yang membuat mereka tidak rela jika kenangan itu berlalu begitu saja dengan cepat. Atau pada hal-hal menyakitkan yang membuat mereka ingin memperbaiki kembali, menata kembali semuanya agar tidak ada penyesalan di kemudian hari.
Namun, tanpa sebuah rasa sakit dan penyesalan di masa lalu maka manusia tidak akan bisa berdiri tegak dengan segala kedewasaan menyikapi tantangan hidup seiring perjalanan waktu yang menyeret mereka pada masa kini. Orang-orang sering kali menyebutnya pengalaman hidup, entah itu pahit atau manis. Yang pasti kehidupan memang seperti sebuah koin yang memiliki dua sisi, pahit dan manis.
Begitu pula yang di inginkan oleh Kevin. Dari sekian banyak masa yang ingin di ulang, Kevin memilih ingin mengulang masa putih abu-abunya. Masa di mana dia menemukan seseorang yang tulus mencintainya tanpa syarat. Apakah bisa ? Sayangnya ini bukan cerita genre romance fantasy.
Kata orang, seseorang bisa pergi tapi tidak dengan kenangannya. Itu kenapa lelaki yang mulai menginjak usia 25 tahun ini berada di tempat kenangannya. Tempat yang menjadi titik temu kisah cintanya di mulai.
Lapangan basket dengan sejuta kenangan.
Kevin, lelaki dewasa yang tampak matching dengan rambut blonde itu berdiri tegak di tengah-tengah lapangan dengan mata terpejam merasakan rintik hujan mulai menyapa setiap sudut sekolah yang dia datangi sore ini. Menyeret dirinya dan kita semua pada kisah lama berwujud kenangan.
Tepat di tempat ini, lebih dari lima tahun silam. Kevin bersama tim asoy, begitu para murid menyebutnya tengah bermain basket saat jam istirahat pertama. Tidak ada pertandingan, mereka hanya bermain-main biasa. Ya, anggap saja latihan.
Kevin dengan lihai mendribble bola untuk mendekati tiang ring. Kemudian melakukan shoot hingga bola oren itu masuk sempurna. Perfect, tidak meleset sedikitpun.
Peluh mulai membasahi wajah tampan serta seragamnya, sesekali dia seka dengan telapak tangan. Sisanya di abaikan begitu saja. Karena kata para siswi yang mengidolakannya, Kevin itu seksi banget kalo lagi keringetan sampai rambutnya basah.
Jadi biarkan kali ini dia memanjakan mata para cewek yang melihatnya bermain di lapangan. Bola kembali berhasil di kuasainya setelah beberapa saat di ambil lawan.
"Kep, oper oper." Pinta cowok bernama lengkap Rio De Janeiro, teman akrab Kevin selain Jessy. Usut demi usut, katanya embrio Rio tumbuh tepat ketika orang tuanya pulang dari acara bulan madu di Brazil. Makanya, Rio di beri nama dengan nama salah satu Kota di sana.
Cowok itu nampak terengah-engah karena lelah. Kevin melakukannya, memberi kesempatan pada Rio untuk melakukan shoot.
Berhasil ! Meski tidak sehebat dirinya, Rio berhasil memasukkan bola. Rio bersorak nyaring sambil berlari mengelilingi lapangan dengan bangga. Oh Rio, ini bukan pertandingan yang patut di banggakan saat berhasil melakukan shoot pertama.
Kevin tergelak melihat tingkah Rio, kemudian siap melakukan shoot lagi.
"Kevin !"
Kevin menoleh pada Jessy yang meneriakinya di sisi lapangan dengan handuk kecil dan juga sebotol aqua ukuran tanggung di tangan. Teman akrab alias sahabatnya dari orok, tapi memiliki tempat istimewa di hati Kevin. Zaman sekarang mana ada yang percaya, cowok sahabatan sama cewek tidak bakal punya perasaan yang namanya cinta. Cihhh, bulshit ! Kevin juga punya hati.
Tepat saat Jessy tersenyum manis ke arah Kevin, bola basket itu telak mengenai kepala seorang cewek yang kebetulan lewat sambil membaca buku. Tapi yang ini bukan cewek nerd dengan rambut di kepang dua dan kaca mata tebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Desember, hujan, dan lukanya
Teen FictionDia yang berpulang ketika hujan datang. *** (Sejak awal memutuskan untuk mencintainya, maka ia telah bersepakat pada semesta untuk menciptakan luka.) Kevin itu batu, sementara Rain air. Batu jika ditetesi air terus-terusan, lama-lama akan berlubang...