•••••
Selalu ada hal yang membuat perempuan dewasa itu merasa di pilih kasih, di perlakukan tidak adil, apalagi ketika melihat muka polos si Rain yang tengah ketiduran di depan tv. Rasa kesal kembali menguasai hati Abel mengingat pertengkaran dengan Mama beberapa jam lalu.
Gadis berusia 21 tahun itu bersiap pergi ketika Mama beserta adiknya baru saja datang. Abel langsung mencegat Mama di dekat pintu. Dengan sedikit berbisik ia langsung menarik Mama menuju kamar kecilnya meninggalkan Rain yang akhirnya memilih ke bilik ruang keluarga dan menyalakan tv.
"Abel, kenapa?" Tanya Mama tiba-tiba bingung melihat sikap anak sulungnya.
"Mama ada uang gak?"
"Ada." Sahut Mama cepat.
"Aku butuh lima ratus ribu, boleh gak?" Pinta Abel penuh harap.
"Buat apa?"
"Pokoknya penting. Abel butuh banget, boleh ya, Ma." Pelas Abel lagi melihat Mamanya yang sedikit curiga mengerutkan dahi.
"Bilang dulu buat apa?" Tanya Mama menuntut Abel untuk jujur.
"Temen-temen aku ngajak hiking dadakan hari ini."
Mama tersenyum lembut sebelum berkata, "Abel, kalo gak terlalu penting gak usah ikut ya! Mama gak bisa kasih segitu. Segini aja ya buat jajan." Mama membuka dompet dan mengeluarkan selembar lima puluh ribu.
Abel cuma menatap tanpa mau menerima karena merajuk. "Buat Rain tadi habis berapa, Ma? Seratus? Dua ratus? Sejuta? atau lebih banyak lagi?" Abel yang kesal tiba-tiba mencecar begitu.
Mama pun tercekat mendengar ucapan Abel barusan, "Itu beda lagi, Bel. Adik kamu sakit harus di bawa berobat. Sedang kamu cuma buat main rame-rame begitu. Kamu udah gede, harusnya kamu udah bisa mikir mana yang di butuhkan sama mana yang di inginkan."
Ternyata benar, definisi dewasa itu bukan melulu tentang umur tapi tentang pola pikir, cara bersikap, dan menyikapi. Semakin bertambah usia, waktu tidak serta merta mampu mendewasakan pemikiran seseorang kedepannya. Umur itu cuma sekedar angka, semua orang bisa tua tapi tidak semua orang bisa berpikir dewasa.
Seperti Abel sekarang, dia seorang kakak tapi malah bersikap seperti seorang adik. Susahnya lagi, mau di bilang dewasa tapi masih begitu, di bilang anak-anak juga sudah tidak pantas.
"Kalo lagi gak punya uang bilang aja gak ada, Ma. Gak usah bilang ada tadi, buat apa coba ngasih harapan begitu ke aku." Sungut Abel lagi.
Mama menghela napas kembali, "Dosa apa yang sudah aku lakukan pada Tuhan?" Lirih Mama dalam hati melihat sikap anaknya yang satu ini.
"Nak, kalo ditanya punya uang apa enggak, Mama selalu jawab punya. Mama jawab begitu bukan karena Mama selalu ada uang. Jangan pernah bilang gak punya walaupun cuma seribu karena Tuhan gak suka lihat umatnya kurang bersyukur." Ujar Mama sembari memberi nasehat pada Abel yang langsung pundung menaiki kasur dan menyembunyikan diri di balik selimut.
Abel menghela napas kasar, sampai sore begini rasa kesalnya belum hilang akibat merasa di beda-bedakan. Selain itu, dia juga batal hiking. Melihat Rain yang masih nyenyak, mendadak hatinya murka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Desember, hujan, dan lukanya
Novela JuvenilDia yang berpulang ketika hujan datang. *** (Sejak awal memutuskan untuk mencintainya, maka ia telah bersepakat pada semesta untuk menciptakan luka.) Kevin itu batu, sementara Rain air. Batu jika ditetesi air terus-terusan, lama-lama akan berlubang...