20. Sebuah Insiden

35 6 8
                                    

•••••

Rasi bintang menampakkan diri menyelimuti hari yang penuh kegelapan. Memberi jeda pada manusia-manusia yang membutuhkan ruang untuk berteduh penat. Seolah ia berkata, "segini dulu ya hari ini, sisanya nanti dipikirkan besok pagi."

Malam masih tetap ramai, mungkin sebentar lagi akan sunyi. Rain duduk menghadap meja belajarnya dengan begitu serius. Mempelajari kisi-kisi soal yang mungkin akan keluar ujian nanti. Mengesampingkan perang batin yang hampir tiap malam menyerangnya.

Namun seketika fokusnya buyar mengingat adanya bunyi notifikasi di ponselnya sekitar 30 menit lalu yang belum ia periksa. Gejolak hati yang makin kuat memaksanya menggapai ponsel yang sengaja ia tinggalkan diatas ranjang.

Rain menghela napas sejenak usai membaca chat dari Kevin. "Berantem sama Jessy?"

Baru saja ingin membalas chat itu, satu panggilan masuk dari nomer yang sama.

"Maaf, baru sempet pegang hape. Lagi sibuk belajar." Tukas Rain tanpa basa-basi. Ia tahu pacarnya ini pasti akan mencecarnya dengan beberapa kalimat soal insiden bersama Jessy. Hal itu membuat moodnya malam ini menjadi sangat buruk

"Iya, maaf juga kalo aku gangguin kamu."

Rain cuma tersenyum tipis. "Kalo ada yang ditanyain, sok langsung aja."

"Kenapa berantem aku tanya?"

Senyum Rain semakin tipis lalu hilang dan berubah kecut. "Ohhh. Jadi dia ngadu sama kamu?"

"Rain, ini bukan tentang dia ngadu atau enggak. Kamu tau kan Jessy orangnya kayak gimana? Harusnya gak usah di ladenin lah. Aku khawatir."

"Gak usah sok khawatir sama aku ya! Khawatirin aja dia, katanya aku udah jahatin dia kan?"

"Rain, gak gitu. Lain kali diemin aja kalo ada yang macem-macem sama kamu."

"Kamu pikir aku masih bisa diem kalo ada yang ngatain aku cewek murah."

"Ya makanya kamu jangan deketin pacarnya dia. Ngamukkan anaknya?"

Mata Rain memejam kuat mendengar perkataan itu. Hatinya berontak tak terima akan kalimat bernada tuduhan itu. Lantas ia berusaha meredam emosinya yang kini sedikit tersulut.

"Deketin pacarnya?" Tanya Rain memastikan kalau-kalau ia salah dengar. "Kamu pikir aku cewek apaan? Tega kamu ngomong kayak gitu sama aku."

Tuttt

Telepon di putus Rain saat itu juga. Tanpa bisa dicegah moodnya down seketika, hancur berantakan. Akibat perkataan Kevin yang menyudutkan bahkan menyakiti hati kecilnya. Ia kebingungan, bentuk pengaduan seperti apa yang dilakukan Jessy sampai-sampai Kevin sangat mempercayai sahabatnya itu.

Seolah-olah Rain adalah orang yang pantas diragukan perasaannya. Saat ini ia cukup diam, tak ingin menangis seperti biasanya. Karena dia mulai terbiasa akan perlakuan orang lain yang seenaknya bahkan diluar nalar sekalipun.

Desember, hujan, dan lukanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang