02. Surat Cinta dan Hujan

126 13 0
                                    

•••••

Hari kedua di SMA baru, Rain datang lebih awal dari murid yang lain. Dia seorang diri mengisi kekosongan di ruang kelas 12 IPA 3 yang pintunya pun baru beberapa detik di buka oleh penjaga sekolah. Pagi masih berkabut menyebabkan kaca jendela di sebelah kanannya sedikit berembun. Lantas, Rain usil mengeluarkan uap dingin di mulut hingga menambah embun di kaca kian menumpuk.

Kemudian telunjuk kanan Rain menari disana, menulis sebuah kalimat, "I'm tired but its okay, you're strong Rain ! Fighting."

Rain membaca kalimat penyemangat untuk dirinya sendiri itu lamat-lamat, bermenit-menit berlalu pikirannya sedang menerawang jauh.

Suara langkah seseorang yang baru tiba, memutus lamunannya hingga dengan cepat Rain menghapus tulisan itu dengan kedua telapak tangan.

Perempuan berambut panjang yang duduk di sebelah Rain. Namun sampai hari ini, Rain belum tahu namanya lantaran dia memang tidak niat mencari tahu.

"Hei, udah lama?"

"Lumayan." Sahut Rain singkat, padat, jelas, dan berisi.

"Rain"

"Ya !"

"Itu nama lo kan ?"

Ckk, udah tau nanya ! Begitu hati Rain mencebik.

"Gue Savana, teman sebangku yang bakal jadi teman akrab lo. Kalo lo bersedia, gue gak maksa sih. Kalo gue maksa itu namanya pelanggaran HAP, Hak Asasi Pertemanan." Cerocosnya tanpa menghiraukan raut wajah Rain yang tambah bete. Tapi kalau di lihat-lihat lagi, Savana ini tipe orang yang nyenengin. Lumayan menghibur hati Rain yang sedikit gulana alias ambyar di pagi hari.

"Oke." Jawab Rain singkat tapi nyelekit. Ketahuan kalau si Rain tidak tertarik sama sekali. Lalu Savana, dia mana peka.

"Oke apa nih ?"

"Apa yang lo mau."

"Oke temenan titik tanpa koma."

"Hmm, kita temen." Jawab Rain akhirnya setelah menarik napas berkali-kali.

"Yes." Savana angkat tangan ke atas. "By the way, lo pindahan mana ?"

"Malang."

Savana mengerut sebentar, "Alesan lo pindah ?"

Rain tak serta merta menjawab, ada banyak hal yang menjadi penyebab dia dan keluarganya pindah ke Jakarta. Salah satunya, dirinya sendiri. Mengingat itu, membuat mood Rain tambah buruk sekarang.

"Papa pindah tugas ke sini."

Percakapan mereka terputus ketika lebih banyak murid yang berdatangan. Rain kaget melihat sebuah gadget hitam terlempar begitu saja dan mendarat di atas meja tepat di hadapannya.

"Minta kontak whatsapp lo!"

Suara itu terdengar memaksa. Rain mendongak mendapati Rafael bersedekap dada. Seketika Rain terhenyak, menyadari bahwa dia satu kelas dengan cowok tengik ini. Firasat buruk mendadak menyambangi hati Rain, hari-harinya bakal tidak tenang sehabis ini.

"Gak." Tolak Rain sembari menelan ludah susah payah melihat muka sangar di hadapannya.

"Gue maksa!"

"Gak mau."

"Cepet catet !" Rafael tetap memaksa sambil menunjuk-nunjuk ponselnya dengan dagu.

"Gue bilang gak mau ya gak mau. Maksa banget sih." Sungut Rain kesal. Savana sedikit melongo melihat keduanya cekcok kemudian memilih diam.

Desember, hujan, dan lukanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang