[0] Prolog

1.2K 129 3
                                    

Minho menatap punggung pemuda bertubuh kecil itu, ia sangat ingin sekali menolong, namun tidak bisa. Ia takut jika menolong pemuda itu hanya akan membuat yang lebih muda semakin sengsara.

Sudah dua bulan Minho seperti ini, hanya bisa duduk di meja cafetaria dan menatap si manis yang sedang di rundung.

"Minho, habiskan makananmu dengan cepat, sebentar lagi kita akan rapat OSIS jika kau lupa," Sana menaruh segelas air putih ke hadapan Minho.

"Terimakasih Sana, aku sudah kenyang."

Nafsu makan Minho sebenarnya sudah menghilang sejak para berandalan mulai menindas pujaan hatinya.

Minho berdiri, di susul oleh Sana dan berjalan keluar cafetaria bersama, tentunya menuju ruang OSIS.

••• Máscaras •••

Minho memberhentikan mobil hitamnya, sedangkan matanya sibuk memperhatikan seseorang yang sedang berjalan tidak jauh dari mobilnya.

Pemuda itu berjalan pelan sembari menunduk, wajahnya tak terlihat. Namun Minho tetap mengetahui siapa orang tersebut.

Pemuda bersurai blonde yang dua bulan terakhir ini menarik perhatiannya, tidak hanya perhatian, namun juga dengan hatinya.

"Lee Felix..?"

Setelah tubuh mungil itu mulai tak terlihat, Minho kembali menjalankan mobilnya pelan, diam diam mengikuti sang pencuri hatinya.

Hingga di depan lorong gelap, Minho kembali berhenti dan tidak lagi mengikuti Felix. Dia hanya berdiam diri disana sekitar 15 menit untuk memastikan Felix baik baik saja.

Hey Minho, bahkan jika Felix di ganggu oleh para preman pun, pemuda manis itu tidak akan bisa berteriak.

••• Máscaras •••

Felix mendudukkan dirinya di bangku meja belajar, menghidupkan handphone nya, lalu memutar musik yang menenangkan.

Dia meregangkan tubuhnya sebelum mulai menuliskan kata kata berujung berubah menjadi kalimat kalimat panjang.

Sampai kapan aku harus terus berdiam diri?
Aku lelah. Aku ingin semuanya cepat selesai, namun ini kesalahanku.

Tuhan, masih pantaskah aku untuk berdoa pada mu? aku mohon, aku ingin berbicara layaknya orang lain.

Tuhan, aku ingin istirahat.

Felix beranjak dari bangkunya, lalu dengan perlahan merebahkan dirinya ke kasur kesayangannya.

Keheningan melanda sejak dirinya mematikan musik yang terputar dari handphone nya.

"Selamat tidur, papa."

••• Máscaras •••

"Hai bisu."

"Kenapa diam saja? ayo jawab sapaan ku."

"Felix-ssi? Bicaralah."

"Kenapa mendiamkan ku? apa kau marah?"

"Maafkan aku, lalu jawablah ucapan ku."

"Jawab atau sup panas ini akan mewarnai kulit mu?"

"Sudahlah Yeon, dia tidak akan pernah menjawab ucapan mu, lebih baik berbicara padaku," Hwall menarik lengan almamater milik Doyeon.

"Dia lebih tampan darimu Hwall," cibir Doyeon, menghentakkan lengan kirinya agar terlepas dari jemari Hwall.

"Untuk apa wajah itu jika tidak bisa berbicara? tidak berguna."

Doyeon dan Hwall tertawa bersama, lalu memasukkan banyak saus tomat ke dalam sup Felix dan menumpahkannya ke kepala Felix.

Felix memejamkan matanya, dalam hatinya bersyukur karena sup itu kini mulai dingin walau tetap saja harga dirinya lagi-lagi direndahkan didepan orang ramai.

••• Máscaras •••







Start : 26 Juni 2021
End : -


Máscaras | MinLixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang