[13] Emosi

326 71 0
                                    

Pukul 8 malam, setelah di bujuk oleh Hwall dan Fei, akhirnya Hyunjin dapat tenang dan menurut untuk makan dan minum obat.

Kini ia duduk di ranjang rumah sakitnya, dengan Felix yang duduk di kursi di sebelah ranjang.

Hyunjin menunduk, "Maaf."

Felix menatap Hyunjin bingung.

"Maaf sudah meneriaki mu, maaf karena sudah membully mu, maaf karena sudah melukaimu, maaf karena sempat membencimu."

Felix mengangguk, ia tidak terlalu memikirkan perlakuan Hyunjin padanya di masa lalu, yang terpenting Hyunjin kini berubah dan mau berteman dengannya.

Hyunjin tersenyum senang saat Felix memaafkan dirinya, ia mengambil sesuatu di laci meja yang berada di samping kasurnya, sebuah handphone.

Setiap Hyunjin di rawat, ia akan selalu sadar dalam kondisi sendirian. Tetapi Suzy selalu meninggalkan Handphone Hyunjin di laci meja, ia seperti itu agar anaknya tidak bosan saat sendirian. Karena Suzy, tidak pernah bisa menemani putranya.

Hyunjin menekan-nekan ponselnya, setelah menemukan yang ia cari, Hyunjin menunjukkan layar ponsel itu pada Felix. Disana terdapat foto pemuda yang sedang tersenyum manis pada kamera.

Yang Jeongin, seseorang yang Hyunjin anggap sebagai adik kandungnya walau Hyunjin tidak ingin. Jeongin selalu menolak pernyataannya.

"Kemarin jantungnya berhenti berdetak."

Felix membulatkan matanya, jika ia bisa berbicara, ia pasti sudah menanyakan banyak pertanyaan pada Hyunjin.

"Lalu kembali berdetak lagi, tapi kata dokter, hampir tidak ada kemungkinan untuk dia sadar."

Sekarang Felix tau alasan di balik murungnya Hyunjin tadi, hatinya juga ikut mencelos saat mendengarnya.

Hyunjin menarik napas panjang sebelum kembali bercerita, "Satu tahun yang lalu, seorang temannya mencoba untuk membunuhnya. Orang itu berpura-pura tidak bisa berjalan. Jeongin selalu tidak menolak jika dia di pinta untuk mengantarkan temannya itu, mendorongkan kursi roda orang itu kemanapun."

"Sampai hari itu, Jeongin menolak untuk berjalan denganku, ia memilih mengantarkan temannya ke supermarket. Saat ingin menyebrang jalan, temannya itu menendang Jeongin ke jalan, Jeongin di tabrak mobil, dan koma sampai sekarang."

Tanpa sadar air mata nya menetes, Hyunjin buru-buru menyekanya, ia tidak ingin Felix melihatnya menangis.

"Orang itu menghilang sampai sekarang. Dan sejak saat itu juga aku membenci orang-orang yang cacat, termasuk dirimu, maaf... Aku juga yang membuat orang-orang ikut membencimu.."

Felix menggeleng, ia memberanikan diri untuk menggunakan bahasa isyarat pada Hyunjin.

"Tidak perlu merasa bersalah, sungguh. Lupakan itu, aku tidak marah padamu, aku tidak papa."

Hyunjin menatap kedua netra Felix, terlihat sangat tulus walau Hyunjin sudah mengganggunya selama di sekolah.

Sehari sebelum Hyunjin mengajak Felix untuk bekerja kelompok, Hyunjun menyadari bahwa tidak seharusnya ia membenci Felix, membenci Felix tidak akan mengembalikan Jeonginnya. Dan Felix jugalah bukan pelaku dari percobaan pembunuhan Jeongin.

Dan kini, Hyunjin menyadari suatu hal.
Benar kata Chris, seseorang yang ia cari sering berada di dekatnya, pemuda cantik bermata Hazel yang memiliki wajah asing.

"Aku menemukanmu, Lee Felix."

••• Máscaras •••

Tengah malah, suara pintu yang terbuka membuat Hyunjin terbangun. Ia mendudukkan dirinya, "Kak Chris?"

Hyunjin sudah tidak heran kenapa Chris bisa keluar masuk rumah sakit ini kapan saja, karena Chris pemiliknya.

"Maaf baru datang sekarang, aku baru saja menyelesaikan sesuatu."

Chris berjalan mendekati Hyunjin, lalu membawa Hyunjin kepelukannya.

"Kau aman sekarang, Sam."

Hyunjin mendongak, "Papa..?"

"Ya, hanya perusahaannya kubuat bangkrut."

Hyunjin sontak mendorong Chris agar menjauh, "Kau bercanda kak?!"

"Sst.. tenanglah Sam, tidak akan terjadi apa-apa padamu dan juga ibumu."

"Mama? mama dimana?"

"Dia menjual rumahnya lalu membeli apartemen dan menyewa bodyguard untuk menjaga dirinya sendiri, aku juga menyuruh beberapa orang untuk menjaganya. Ayahmu tidak akan bisa melukainya bahkan menemuinya."

Hyunjin menghembuskan nafas lega, yang membuat dirinya selalu patuh pada papanya adalah ancaman papanya yang akan membunuh ibunya.

"Kau bisa tinggal denganku, Sam."

"Bagaimana dengan baju dan barang-barangku?"

"Beli baru saja."

"Buku sekolahku?"

"Kau bisa menyalin milik Felix, atau kau mau aku menyuruh seseorang untuk menyalinkannya?"

Prinsip Chris, ia akan melakukan apapun untuk adiknya.

Chris mengeluarkan sesuatu dari kantung celananya, "Ini sangat penting untukmu?"

Hyunjin langsung menyambar Flashdisk nya yang berada di tangan Chris, "Tentu, kau sangat tau apa isinya."

"Isinya hanya foto-foto masa kecilmu bersama keluargamu, dan beberapa tugas."

"Ya itu sangat penting untukku, tidak akan bisa terulang.." jawab Hyunjin lirih.

Chris mengusak rambut Hyunjin yang mulai panjang "Cepatlah sembuh dan lakukan apapun bersama ibumu."

"Kak, sepertinya Australia menyenangkan."

Chris memutar bola matanya malas, "Sebentar lagi kau akan ujian."

"Setelah itu," rengek Hyunjin.

Chris berpikir sesaat, lalu mengiyakan, sungguh ia tidak bisa menolak apapun permintaan Hyunjin.

"Setelah semuanya selesai, aku akan mengajak kalian berlibur kesana."

"Kalian?"

"Ya.. tugas penting menanti kita semua."

Kedua alis Hyunjin menyatu, ia tidak paham siapa saja yang dimaksud oleh Chris.

••• Máscaras •••

Don't forget to voment, thanks for reading.








Máscaras | MinLixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang