"Ini berkas kerja sama perusahaan mu kan, kak?"
Hyunjin mengangkat map berkas itu tinggi tinggi dan berlari menghindari Chris yang mengejarnya, dan sejujurnya, Hyunjin lebih tinggi dari kakaknya.
"Sam, kembalikan itu, jangan bermain-main padaku."
"Tidak, tidak akan ku kembalikan."
"Apa mau mu, Sam?"
"Jangan abaikan aku, hanya itu mau ku."
Chris menyerah untuk mengejar Hyunjin, toh Hyunjin tidak akan berani menghancurkan berkas miliknya. Ia beralih ke ruang tv dan menghidupkannya.
Disisi lain, Hyunjin masuk kedalam kamarnya dan mengunci pintu, lantas merebahkan diri di kasur.
"Apa berkas ini lebih penting dariku?"
Dengan penasaran ia membuka map, dan matanya membesar seketika saat tau bahwa isinya bukan tanda tangan kontrak kerja melainkan foto foto yang tertempel rapih di lembaran kertas kosong. Foto anak kecil.
"Aku tidak tau dia sesuka itu pada anak kecil."
Hyunjin terus melihat-lihat foto itu hingga foto terakhir, terdapat tulisan kecil dibelakangnya.
"Felix Bang???" Hyunjin menganga melihat tulisan itu, sungguh ia takut jika di buang oleh Chris karena sempat menjadi dalang perundungan terhadap Felix selama hampir dua tahun lamanya.
••• Máscaras •••
"Bagaimana kasus Lee Felix?"
Minho mendudukan dirinya di sofa, memijat pangkal hidungnya sembari menarik nafas panjang, lantas menghembuskan nya.
"Kau mengenalnya Chris?"
"Ya, benarkah kau yang menangani kasusnya?"
"Benar, aku ingin menghentikan kasus ini, tapi jika kau ingin dia di tangkap, akan ku urus dengan baik."
"Tidak Minho, aku ingin kau menghapus semua bukti-buktinya. Kenapa kau ingin menghentikan kasus yang hampir selesai itu?"
"Baiklah, akan ku bersihkan sebisaku. Terlalu panjang untuk di ceritakan sekarang, Chris."
Minho bangkit dari duduknya, beranjak ke sebelah ranjang rumah sakit itu, menatap sendu pemuda yang kini terbaring lemas di sana.
"Ya ya terserah kau, jaga dia, aku tidak bisa ke rumah sakit hari ini."
"Akan ku lakukan."
Sambungan telpon itu terputus, Minho memasukkan handphone nya kedalam saku jas. Perlahan, jemarinya merapikan rambut Felix agar tidak menghalangi wajahnya.
Kedua matanya perlahan tertutup, apa yang harus ia lakukan?
Felix adalah orang yang selama ini ia cari, 2 tahun berpura-pura menjadi seorang siswa teladan sembari menelisik kejahatan yang ada di sekolah itu bukan hal yang mudah, dan menjadi seorang polisi adalah cita-citanya sedari kecil.
Tes.
Minho langsung menundukkan kepalanya saat sesuatu menetes dari hidungnya, lalu menutup hidungnya dengan tangan dan buru-buru ia berjalan memasuki kamar mandi.
"Apalagi ini Minho? begini saja kau sudah kelelahan? ck."
Ia menyalakan kran wastafel dan langsung membasuh wajahnya, membuat cairan berwarna merah itu mengenai kemeja putihnya.
Setelah memastikan darah itu tidak lagi keluar dari hidungnya, Minho mematikan kran, lalu bersandar pada dinding. Ia menatap pantulan dirinya sendiri di cermin kamar mandi, "Dia hanya orang baru, kenapa sesulit ini? kau bisa melepasnya.."
"Satu langkah lagi.. kau hanya perlu mencari tahu alasan di balik pembunuhan yang dia lakukan.. mereka menjanjikan posisi yang bagus untukmu, bodoh."
Minho membenturkan kepalanya ke dinding beberapa kali, memejamkan kedua matanya, terlalu malas untuk melihat skenario takdir.
"Tapi berjanjilah padaku, jika ada yang mengganggumu, kau harus bilang padaku."
"Bilang padaku, jika aku mengganggumu."
••• Máscaras •••
Don't forget to voment, thanks for reading.
Note : Hai-! Maaf karena aku udah lama gak update cerita ini dan terimakasih untuk kalian yang masih nungguin dan baca cerita aku hehe. Berita buruknya, hari ini aku harus pergi ke boarding school lagi, dan aku gak tau kapan bisa update lagi :). See u guys^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Máscaras | MinLix
Fanfic"𝘼𝙠𝙪 𝙞𝙣𝙞 𝙘𝙖𝙘𝙖𝙩, 𝙢𝙚𝙣𝙟𝙖𝙪𝙝𝙡𝙖𝙝, 𝙖𝙠𝙪 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙢𝙖𝙪 𝙠𝙖𝙢𝙪 𝙞𝙠𝙪𝙩 𝙩𝙚𝙧𝙠𝙚𝙣𝙖 𝙨𝙞𝙖𝙡 𝙠𝙖𝙧𝙚𝙣𝙖 𝙨𝙚𝙧𝙞𝙣𝙜 𝙗𝙚𝙧𝙖𝙙𝙖 𝙙𝙞 𝙙𝙚𝙠𝙖𝙩𝙠𝙪." Sejak pertama kali melihatnya, Minho yakin bahwa Felix itu matahari yang...