[9] Aku tidak bisa romantis

402 79 4
                                    

2 Days Ago.

Setelah Felix pulang dengan Taxi, dan Hyunjin pulang di jemput temannya yang tidak di kenal oleh Minho, Minho pergi sendirian menuju kantor polisi.

"Selamat sore, tuan."

"Tidak perlu memanggilku seperti itu."

Minho berjalan menuju ruangan tempat dimana Doyeon dan Jeno di introgasi. Doyeon yang sedang berdebat dengan satu polisi untuk membela dirinya, dan Jeno yang masih duduk diam karena belum bisa memahami situasi.

"Bukankah tadi dia bilang jika aku bisa menahan Doyeon, aku tidak akan ikut dibawa ke kantor polisi?"

Polisi itu tersenyum melihat kedatangan Minho, Jeno yang memperhatikan itu mengernyitkan dahinya.

"Anda adalah saksinya tuan?"

"Ya."

Lalu keduanya keluar dari ruang introgasi, meninggalkan Jeno dan Doyeon disana.

Cukup lama hingga sang polisi kembali keruangan itu dan kembali memarahi mereka. Tentu agar kedua orang itu merubah sikapnya.

"Baiklah, kalian hanya akan diberi sanksi kecil. Lakukan pekerjaan amal di panti asuhan di dekat sini selama satu Minggu, aku akan mengawasi kalian."

Doyeon kembali membuka suaranya, "Apa-apaan?!"

Nyaris gadis Kim itu nyaris menggebrak meja jika tangannya di tahan oleh Jeno.

"Menurut saja."

"Kalian tunggu disini, hingga wali kalian datang."

Jeno mengangguk, dalam hatinya terus bertanya-tanya.

"Hanya pekerjaan amal? bahkan dulu ketika aku tertangkap karena mengikuti tawuran, aku sampai di tahan beberapa hari."

••• Máscaras •••

"Kak Minho?"

Jeno menyipitkan matanya untuk melihat lebih jelas apa yang ada dihadapannya.

Tidak ada lagi seragam sekolah dan almamater kebanggan yang melekat di tubuh orang itu. Dia bahkan sedang menyender di kap mobil sembari menghisap nikotin.

Jeno berjalan mendekati Minho dengan tatapan tidak percaya, "Kau kak Minho?"

Minho menjatuhkan rokoknya ke tanah lalu menginjaknya, "Kalau tidak, lalu aku ini siapa?"

"Wah, jadi seperti ini tingkah anak emas jika berada di luar sekolah?"

Minho tertawa, "Masuklah, aku akan mengantarmu pulang. Ibumu menolak menjadi wali mu dan dia tidak akan datang menjemputmu."

"Aku akan pulang sendiri."

"Dengan apa? Taxi? tidak akan ada yang lewat disekitar sini, dan jangan berharap pada bus, tidak ada bus yang mengarah kesini."

Jeno tersenyum, membuat kedua matanya menyipit, "Sepertinya kau tau sekali tentang daerah ini ya, kak?"

"Tentu, rumahku di dekat sini."

"Baiklah, aku akan pulang dengan mu."

Mendengar jawaban Jeno, Minho pun berdiri dengan benar dan masuk ke dalam mobilnya, lalu disusul oleh Jeno.

"Cih, kenapa dia dingin sekali," omel Jeno dalam hati.

"Kak, bagaimana jika orang lain tau tentangmu?"

Minho mulai menjalankan mobil, "Tidak papa, justru aku tidak perlu berpura-pura. Lantas bagaimana jika orang lain tau tentang dirimu yang asli, hm?"

Jeno menoleh ke arah Minho, "Apa maksudmu? memang menurutmu, aku yang asli itu seperti apa?"

"Terlalu banyak hal yang palsu di dunia ini, bahkan yang terlihat seperti orang tidak bisa apa-apa, bisa saja dia yang akan menjadi alasan kematian mu."

Jeno terkejut mendengar jawaban dari Minho, "Kau ini kenapa kak? kau mencurigakan."

Minho berdeham sebelum menjawab.

"Tidak aku tidak kenapa-napa, abaikan saja ucapan ku tadi."

"Atau kau yang sebenarnya menyimpan kebohongan, kak?" Jeno tersenyum licik.

"Tunggu saja sampai pertanyaan mu itu terjawab sendiri."

Jawaban Minho menjadi penutup perdebatan mereka, keduanya sama sama enggan membuka suara.

Hingga sampai di depan rumah Jeno, Jeno pun turun setelah berucap terima kasih. Jeno tidak langsung masuk ke rumahnya. Ia berdiam di depan pagar, mengingat-ngingat sesuatu, ada yang mengganjal di ingatannya.

Cukup lama sampai kedua matanya membulat, "Dia tau dari mana alamat rumahku?!"

••• Máscaras •••

Don't forget to voment, thanks for reading.

Máscaras | MinLixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang