18. Seberapa Banyak Pasukan Seberapa Besar Penderitaan (1)

305 37 2
                                    

Pemerintahan Jingyan ke-dua puluh lima tahun akhir bulan sebelas, dingin membeku, hawa menusuk tulang, tetapi di jalan utama dari Gongcheng menuju Jincheng, terdapat gerombolan rakyat awam yang sudah kehilangan keluarga dan rumahnya berjalan ke arah selatan.

Sambil menahan angin dingin, bertelanjang kaki atau mengenakan sepasang sepatu jerami, mereka berjalan di jalanan yang dingin, sambil mendengar suara tangisan anak-anak di pelukan yang kalau bukan karena kedinginan atau kelaparan, berjalan dengan gontai menuju Gongcheng. Sesekali menengadah melihat langit, berharap matahari bisa menunjukkan wajahnya sebentar, sehingga bisa membuat udara menjadi agak hangat, kalau tidak walaupun mereka tidak mati dibawah tusukan pedang di medan peperangan, bisa jadi meninggal karena kedinginan dan kelaparan di perjalanan.

Menghadang di ujung jalan utama yang mirip seperti tempat dimana langit dan bumi sambung menyambung, ketika ada sebuah bayangan manusia berjalan, para pengungsi yang begitu kelaparan mau tidak mau menghentikan langkahnya, melihat bayangan putih yang tidak ternoda oleh debu jalan perlahan berjalan mendekat, semua orang mau tidak mau jadi berpikir ini adalah halusinasi yang muncul karena kepala terlalu pusing akibat terlalu kelaparan.

Ditengah langit yang suram dingin, di wajah orang itu muncul senyum yang begitu lembut dan hangat, bagaikan musim semi di bulan tiga, bagaikan bisa membuat orang yang melihatnya merasa capai dan dingin yang ada di seluruh badan menjadi hilang.

Ketika orang itu membuka sebuah bungkusan yang sangat besar dan memberikannya kepada pemimpin para pengungsi itu, wangi makanan yang hangat menyebar keluar, langsung membuat para pengungsi datang berkumpul menghampiri, pikiran mereka yang penuh harap ini sama seakan-akan orang ini adalah 'dewa yang dikirim oleh langit untuk membantu kami'.

"Didalam ini ada beberapa roti dadar hangat, kalian bagi dan makan dulu saja untuk menghangatkan perut." Suara orang itu jernih dan lembut, membawa perasaan yang penuh kasih dan simpati.

"Terima kasih tuan muda dewa langit! Terima kasih tuan muda dewa langit!" Para pengungsi langsung jatuh berlutut memberi hormat.

Kue dadar ini mungkin bagi sebagian orang bukanlah makanan yang dilirik oleh orang lain, tetapi bagi mereka boleh dikatakan adalah makanan penolong nyawa mereka. Orang ini memang orang yang dikirim oleh langit untuk menolong mereka, dan hanya dewa yang bisa mempunyai mata yang seperti tidak ternoda oleh hal duniawi.

"Tidak perlu seperti ini, saya hanyalah seorang manusia biasa, sama sekali bukan dewa." Orang tersebut membungkukkan badannya dan memapah beberapa orang tua yang berlutut di depannya, sama sekali tidak mempedulikan badan mereka yang kotor dan penuh debu, "Semuanya bangun saja, ambil kue dadar tersebut dan makanlah selagi hangat."

Para pengungsi ini bangkit berdiri, semuanya melihatnya dengan penuh terima kasih. Kemudian pemimpin pengungsi membagi kue dadar yang ada di dalam kantong tersebut, sedangkan orang yang sudah mendapat kue dadar itu walaupun lapar dan kedinginan, tetapi tidak buru-buru menggigit kue, tetapi membagikannya kepada anak kecil di pelukan mereka, kemudian memberikannya kepada orang tua di samping mereka, sedangkan orang tua setelah merobek sebagian kecil kue tersebut, mendorongnya kembali kepada ke tangan anak mereka.

Orang itu melihat dalam diam di samping, mata yang penuh simpati itu semakin pekat, perlahan menghembuskan nafas, berbalik badan dan berjalan keluar.

"Tuan muda mohon tunggu sebentar!" Pemimpin para pengungsi tersebut buru-buru membuka mulut menghentikannya.

Orang itu menghentikan langkahnya.

Pemimpin pengungsi itu mengangkat tangannya dan bertanya dengan hormat: "Mohon bertanya tuan muda apa marga dan namanya?"

Orang tersebut terdiam.

Pemimpin pengungsi berkata lagi: "Hari ini menerima kebaikan hati tuan muda, mungkin tidak akan sanggup membalasnya, hanya berharap tuan muda memberitahu marga dan nama, biar kami semua mengingatnya dalam hati, dan siang malam berdoa supaya tuan muda diberi keberuntungan, sehingga bisa membalas budi besar dan membuat hati menjadi damai."

Who Rules The World (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang