#22.Pertengahan

57 53 77
                                    

"Bukan aku yang memilih takdir kehidupan ku, tapi Tuhan yang sudah mengaturnya sedemikian rupa."
_Ardhan

🌻🌻🌻🌻🌻

Hari demi hari, Bunda Arin menangisi Ardhan yang terbaring lemah. Serena yang menjalani kehidupannya seperti biasa, tapi tetap dengan pikiran yang sendu dan kehilangan.

Tiara yang tak henti menyemangati Serena, dan Renza yang tetap sibuk dengan pekerjaan sembari ikutan kacau karena Adik manisnya.

Lalu bagaimana Ardhan? Ardhan tetap ada ditempat ia terbaring. Tapi Jiwanya telah kembali ke masa lalu yang bahkan ia sendiri tak tau itu masa lalu siapa.

"Seren...," suara pintu diketuk dengan lembut dan berhati-hati.

Tak ada jawaban dari balik pintu, hanya ada suara dering telepon dari balik pintu.

"Kamu belum makan kan dari kemarin? Iya, 'kan? Ayolah jangan kayak gini, Kakak mohon." suara sendu dari balik pintu putih yang terlihat sunyi.

Terlalu lama, Renza bukan tipe orang yang mau menunggu lama. "Maafin Renza ya, Pak Amir."

DUAK!
BRUK!

"Duh, pintunya gampang banget di dobrak. Udah tua kayaknya rapuh," ucap Renza sembari menepuk-nepuk bajunya yang terkena sedikit bubuk kayu dari pintu putih yang sudah tak berbentuk pintu lagi.

Pemandangan yang tak ingin Renza lihat dari balik pintu putih yang ia dobrak. Memperlihatkan adik kesayangannya yang sedang duduk disudut kamar dengan buku dan pena ditanganya.

Cukup lama untuk Serena menyadari kehadiran sang kakak. "Loh, Kak Enza? Hehehe ngapain kak?" Sayu, sendu, dan lemas. Itulah pemandangan yang sangat menyayat hati Renza.

Tak banyak tanya dan basa basi, Renza langsung memeluk Serena. Sangat kurus badan adiknya ini, dekapan hangat Renza adalah hal yang Serena butuhkan saat ini.

"Maaf ya kak, Seren tetap aja bikin kakak khawatir dan susah. Seren juga gak mau kayak gini, Kak." Air mata yang selama ini disimpan akhirnya terjatuh begitu saja.

Apa karena dekapan sang kakak? Hangat sekali. Sudah hampir sebulan lebih Ardhan tak ada kabar, mengapa tiba-tiba ia menghilang? Mengapa? Apa gara-gara Seren? Apa sih salah Seren.

Inilah yang sedang Serena pikirkan dalam-dalam hingga tak mampu untuk menahannya lagi. Untungnya Tiara tetap rutin bersama dengan Serena, sehingga tak membuat penyakit Serena kambuh.

"Iya, iya, gak papa kamu nangis aja di pelukan Kakak. Gak ada yang liat kok kalo kamu nangis." Tak banyak yang bisa Renza lakukan, setidaknya dia masih bisa menjadi sosok yang dapat diandalkan.

"Maafin Seren ya kak, Seren kebanyakan mikir. Hehe." Senyum manisnya sudah tak lagi berseri, kini ia sedang memaksakan senyuman nya.

"Sekarang kita makan dulu ya, Kakak masakin makanan kesukaan kamu, ya? Makan ya, Dek? Kakak mohon ke kamu." Nada lembut Renza semakin menenangkan Serena.

"Iya Kak, Seren laper banget lupa kalo belum makan dari dua hari lalu."

Tak lama kemudian, mereka berdua tiba di dapur. Banyak sekali perabotan dan bumbu dapur yang tersedia, bahkan sangat lengkap.

[HIATUS] You Are The WarmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang