12. 40 Harian

43 16 5
                                    

          Cerita ini ditulis dan diupload tanggal 30 Juni 2021. Jangan lupa dukungannya yaaaaa....

🌻

           Meski hari-hari setelah berpulangnya bapak terlihat berjalan seperti biasa, tapi itu tidak pernah benar-benar layaknya seperti hari-hari sebelum kehilangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

           Meski hari-hari setelah berpulangnya bapak terlihat berjalan seperti biasa, tapi itu tidak pernah benar-benar layaknya seperti hari-hari sebelum kehilangan. Seperti Mas Unan yang selalu terlihat tegar, atau Karin yang selalu memperlihatkan kesedihannya— mereka tak baik-baik saja . Sebab Renan tahu, menjadi yatim piatu bukanlah suatu hal yang dapat diterima begitu saja. Sakit, rasanya sakit sekali. Setelah kehilangan Ibu, mereka harus kembali kehilangan Bapak hanya dalam kurun waktu dua tahun.

Mereka yang dahulu sempat berbagi angan-angan tentang kehidupan di masa depan yang bahagia  malah harus menghadapi sebuah kenyataan bahwa masa depan impiannya tak semulus apa yang diharapkan. Malam dimana keluarga kecil itu berkumpul, bercerita tentang bagaimana harinya berjalan seharian, Renan merindukan masa itu.

Meskipun kehidupan ekonomi keluarganya terbilang sederhana, setidaknya mereka selalu merasa lebih dari cukup. Rejeki yang diberikan oleh Sang Maha Pemurah adalah suatu hal yang wajib disyukuri. Mereka tahu, bapak sudah maksimal dalam mencari nafkah. Mengerjakan apapun selagi itu halal lagi baik. Renan tahu bahwa tak ada yang gampang mencari uang. Bahkan ia mengambil contoh terburuknya seperti menjadi pejabat korupsi yang mengambil uang rakyat juga membutuhkan usaha. Ya walaupun hal itu tentunya sangat menyalahi aturan. Tapi kita tidak dapat menutupi bahwa korupsi juga membutuhkan effort tertentu.

Begitupula dengan yang dilakukan para orangtua di luar sana. Mereka memliki cara masing-masing dalam menghidupi keluarga kecilnya. Siang malam mencari rejeki hanya untuk sesuap nasi adalah kalimat paling nyata yang pernah Renan temukan. Sebab setelah tragedi itu terjadi, hal tersebut dialami langsung oleh kakak sulung tersayangnya, Bayangkara Yunanda. Pria yang dulu bercita-cita menjadi seorang Diplomat itu rela mengubur mimpinya dalam-dalam karena harus menjadi tulang punggung keluarga. Terkadang, keadaan memang terlihat begitu kejam hingga membuat seseorang terpaksa untuk melepaskan.

Hampir dua tahun lebih Mas Unan menjadi sandaran mereka. Harapan mereka untuk tetap makan setiap harinya. Unan adalah sosok yang paling berpengaruh terhadap makanan yang terhidang di atas meja makan. Beras di peti, sayur di kulkas, mie di lemari dan buah di meja adalah bukti dari bentuk tanggungjawab Unan dalam menghidupi keluarganya yang masih tersisa. Renan dan Karin adalah tanggungjawab terbesarnya. Mau bagaimana pun harinya berjalan pelik, Unan harus menjadi sosok yang kokoh, kuat dan tangguh. Agar adik-adiknya tidak akan pernah ragu untuk menjadikannya sandaran dan tempat untuk berbagi kisah kehidupan.

Renan tahu bahwa Unan adalah lelaki yang kuat. Tapi ia amat paham bahwa Unan juga pasti merasa penat. Meski Renan dan Karin tak pernah banyak menuntut, ia tahu Unan menyimpan banyak hal dalam dirinya. Malam yang selalu mereka habiskan itu, cerita tentang hari berjalan, semua terasa kurang karena Unan selalu menutupi keluh kesahnya. Bahkan mungkin jika kembali ditelisik, Unan lah yang selalu bertanya tentang bagaimana hari adik-adiknya itu berlalu seharian. Mendengarkan cerita mereka tanpa berniat untuk balik menceritakan bagaimana harinya berjalan.

Renandita dan Semesta || revisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang