Dua hari setelah kejadian menyebalkan itu, aku lebih banyak menyibukkan diri di luar posko. Memilih pulang memutar atau sengaja pergi jauh lalu kembali saat langit berubah gelap, sehingga seorang Danika di posko itu benar-benar menjadi manusia yang cuman numpang tidur. Terlalu muak untuk menampilkan wajah baik-baik saja, dan terlalu ragu untuk berbagi cerita dengan yang lain. Ya, tidak ada yang tahu cerita itu kecuali yang bersangkutan--ih, males banget aing nyebut namanya-- dan Irham.
Gawai berdering tanda satu chat masuk, menghentikan aktivitas makanan masuk ke mulut. Wasting time kali ini di kedai bubur ketan hitam.
[Bos: Nika balik posko, cepet! Gak ada yang makan nih. Sedih dedeq :( udah masak di-🍇-in]
Itu pesan dari Irham. Sejak kejadian kemarin, akhirnya aku bisa bersikap normal lagi dengan dia. Sisi baik yang bisa aku ambil, dan aku bersyukur--teramat sangat. Karena sebelumnya sikap aku ke Irham itu masih serba kaku. Serba bingung akibat insiden obat nyamuk berujung bentakan. Masih ingat, kan?
Aku nggak ada keberanian menatap Irham secuil pun karena hati kecil ini merasa bersalah telah menjadi anggota menyebalkan. Lagian itu juga terjadi karena aku nggak bawa obat nyamuk. Alasan lainnya ya... Aku diam-diam ingin mendengar Irham minta maaf. Gak enak woy dibentak! Malah watados lagi si Irham tuh kayak gak terjadi apa-apa. Nah, setelah kepalanya aku timpug pake sepatu, sikap Irham berubah drastis!
Dimulai dari ketika aku kelimpungan mencari sepatu karena mau dicuci. Gak mungkin kan itu sepatu jalan sendiri? Mencari ke setiap sudut rumah bahkan pojok kamar mandi dimana aku menaruhnya pun tetap tidak ada. Dan kamu tahu dimana akhirnya aku menemukan sepatu itu?
DI JEMURAN!! UDAH KINCLONG BOOOOOK!! NGGAK ADA NODA SETITIK, PUN! PUTIH NAN SUCI!!
KAGET GAK? KAGET GAK? KAGET LAH MASA NGGAK!
Lebih kaget lagi pas tahu siapa orang yang bersihin sepatu gue. Siapa coba? Si Irham! Ketua posko, cuy!
Melihat aku menganga di ambang pintu, Irham malah tersenyum tanpa dosa, makin membuat kata-kata hilang entah kemana.
"Aku cuciin sekalian sepatu kamu tadi." Katanya seraya membuang air cucian dari ember, lalu ia duduk di bibir teras, "Siang kering kayaknya."
Ya, aku nggak mungkin balik kanan masuk rumah lagi kan? Bener gak? Atau nggak bener? Karena badan ini maju sendiri lalu ikutan duduk di samping dia. Suka gak patuh gini, dia punya sihir apa ya?
"Ekhem... Ma-makasih, Ham."
Idih, idih, idih, kok aing jadi gagu gini sih? Kenapa lo Danika? Sakit ya abis diguyur hujan?
"No problem," senyum khas Irham terbit lagi, "Aku mau minta maaf juga karena bentak kamu tempo hari. Jangan ngehindarin aku terus ya."
Hah? Dia sadar sikap aku yang beda? Ih, apaan sih situasi ini? Sejak kapan pula aku merasakan sensasi aneh kalau Irham senyum? Sadar Danika! Sadar!
"Siapa yang ngehindar? GR banget!"
"Kalo maaf?"
"Aku pukul wajah kamu, baru dimaafin mau?"
"Ya salaaaaam."
Tawa kita lalu mengudara. Begitulah mulanya sekat tak kasat mata runtuh.
"Dari pacarnya ya neng? Sampe senyum-senyum sendiri gitu liatin hp." Ucapan ibu pemilik kedai memutus lamunan.
Sedikit kaget mendengar guraunya, buru-buru aku gibaskan tangan, "Eh, bukan, bukan, ih bukan, haha. Pacar apaan sih, Bu?"
NAJIS! AKU SAMPE SENYUM-SENYUM KATANYA? BACA CHAT DARI IRHAM DOANG? ADA APA DENGAN KAMU DANIKA???!!!

KAMU SEDANG MEMBACA
REMEANT: Danika
RandomNamanya Danika Hisyam, cewek, doyan banget rebahan, gak suka cari ribut, tapi bisa berguna bagi Nusa dan Bangsa kalo gak dipaksa. Rada galak, gak tahu malu -lebih sering malu-maluin sebenernya, deket sama Rahma, dan ngerasain rindu berlebih ke sahab...