[Naren: Dan, kayaknya kita yang bakal bantu acara tabligh Akbar di desa.]
Gurihnya seblak seketika hambar. Membuka pesan dari Naren pas lagi makan hukumnya haram, karena gak pernah tuh info yang dia kirim bikin happy. Kayak kebahagiaan dan kesenangan lenyap seketika. Jangan-jangan dia keturunan Dementor.
Aku abaikan pesannya. Melanjutkan kembali melahap seblak yang tertunda. Baru menyuap dua sendok, gawai bergetar lagi. Pop up notifikasi muncul.
[Naren: Baru kemungkinan sih. Cuman ya persiapan aja kita kepilih.]
[Naren: Kamu dimana?]
[Naren: Aku jemput, ya! Sekalian kita minta jadwal olahraga ibu-ibu.]Stress.
Semenjak terbentuk tim acara, aku memang lebih banyak mengurus kegiatan dengan Naren. Terlebih aku kurang akrab dengan Komala. Bukan, bukan saling benci. Ibarat mie goreng pakai kuah, kita nggak cocok banget pokoknya kalau barengan. Tapi sama Naren berasa diseret-seret kerjaan, gak pernah leha-leha. Lagi istirahat kayak gini misal, masih aja direcokin soal tugas. "Biar enak aja kalo tugas udah semua, jadi bisa nyantai nanti." Katanya dulu ketika menyusun rencana acara 17an, padahal rapat lanjutan aja belum ada tindakan sama si Fadli. Iya, tapi kita tim acara udah rapat duluan. Rapat khusus tim kita aja. Tentu itu akalnya Naren.
[Aku lagi makan di sini.]
[Send a picture]Dua centang berubah cepat menjadi biru dan tidak ada jawaban. Oke, cuman dibaca doang. Pasti dia langsung datang ke sini. Yakin!
Dan benar saja, Naren masuk di pintu warung, celingukan mencari seseorang. Duh, pingin menghilang aja.
"Dani!" Ia melambaikan tangan setelah melihatku lalu berjalan menghampiri dengan raut wajah penuh semangat.
"Ceria banget brader, ada apa nih?"
Dia terkekeh, menggeser kursi panjang, lalu duduk di hadapanku. Cepat-cepat merogoh saku, mengeluarkan gawai, lalu memperlihatkan roomchat nya dengan Adit.
Mataku membulat, tak percaya membaca obrolan mereka di chat.
"Budget kita udah dapet segitu? Gila! Keren banget yang nyari sponsor."
Naren makin berbinar dan girang, "Setuju. Emang tuh si Irham sama Hana cocok banget jadi partner, padahal dulu soal dana harus... Dan? Kok malah bengong?"
"Hm? Nggak, gue ngedengerin. Lanjutin gimana soal dana?"
"Ya kan dulu tuh..."
Ocehan Naren tergilas lengking panjang di telinga, akhir-akhir ini dengar nama Irham atau Hana, pikiran aku sering terlempar kembali pada kejadian mereka jalan berdua dan (sialnya) sangat...cocok. Apa omongan Fadli bener? Kalo mereka berdua itu pacaran?
"Tapi, kan Hana punya pacar."
"Hah? Kok jadi Hana sih? Dana bukan Hana. Dana acara kita, Danikaaaa, fokus! Fokus!" Naren menjentikkan jarinya di depan wajahku.
Hah, barusan aku ngomongin apa yang dipikirin?
Salah tingkah karena malu, aku menepuk jidat lalu terbahak. Ia hanya menatapku aneh, dan kembali menuliskan sesuatu dalam buku agendanya.
Lah, kapan dia ngeluarin buku?
"Jadi hari ini kita minta jadwal olahraga ya. Masih makan atau udah ini teh?" Naren bertanya padaku, seraya memasukkan kembali buku agendanya ke dalam tas.
Melihat mangkuk seblak yang tersisa setengahnya lagi, aku bangkit berdiri, "Udah, aku mau bayar dulu."
"Oke, aku panasin motor."
KAMU SEDANG MEMBACA
REMEANT: Danika
AcakNamanya Danika Hisyam, cewek, doyan banget rebahan, gak suka cari ribut, tapi bisa berguna bagi Nusa dan Bangsa kalo gak dipaksa. Rada galak, gak tahu malu -lebih sering malu-maluin sebenernya, deket sama Rahma, dan ngerasain rindu berlebih ke sahab...