It's the day!
Kemerdekaan Indonesia!
Hari yang selalu punya magis sendiri untuk membangkitkan rasa nasionalis warganya. Pun dengan para anggota KKN saat ini. Setelah upacara bendera di Kecamatan dan melihat beberapa pertunjukan sebentar- iya, sebentar pake banget lagi, kita bergegas ke posko untuk persiapan lomba Agustusan.Karena peserta lomba melebihi kapasitas yg diperkirakan, jadinya kegiatan lomba dilakukan selama dua hari. Plus kita juga harus membagi member anggota panitia untuk membantu acara tabligh Akbar di Desa. Luar biasa sekali bukan?
Sibuk adalah kata kunci kita hari ini.
Tapi dari semua orang sibuk, Fadli yang paling-paling sibuk. Entah ketempelan jin giat atau apa, dari awal pembentukan panitia sampai sekarang, kinerjanya makin baik. Pinter juga Irham milih ketuplak.
Eh? Ngomongin Irham, dia dimana ya?
Topi baseball hitam yang ia berikan kemarin masih aku bawa sampai sekarang, bahkan sempat kupeluk saat tidur. Rahma bakal ketawa abis-abisan kalau denger ini.
"Bismillah, semoga hari ini lancar. Semangat!"
Komando Fadli sebagai ketua menutup briefing kali ini. Topi Irham bertengger manis di kepala, yang aku anggap sebagai perwakilan dirinya memberi suntikan semangat. Dan berangkatlah kami, penanggung jawab acara juga lomba ke lapangan.
***
Setelah tiba di lokasi, kami sigap dengan tugas masing-masing. Mengecek peralatan lomba, atau bahkan memoles lagi perlengkapan karena rusak diperjalanan, bahkan menghitung dan menata konsumsi.
Aku dan Komala mengondisikan lintasan lomba, mensteril dari benda-benda tajam atau hal-hal lain yang membahayakan peserta.
"Peralatan cadangan dimana, ya? Lihat gak, Dan?"
Komala menginterupsi saat aku mengatur anak-anak yang mulai berdatangan.
"Di sebelah kardus itu bukan?" Aku menunjuk ke arah tumpukan kardus minum dan sisa hiasan lapangan.
"Nggak ada. Udah aku cari tadi."
"Ada yang kurang buat lomba?"
"Banyak. Tim lomba lagi pada panik."
"Aduh, dimana ya? Atau gak kebawa? Eh, di posko masih ada orang gak? Coba tolong cariin, kalo ada, suruh bawa ke sini."
Mala mengangguk patuh, dan berlalu sambil mengutak-atik gawai untuk menelepon entah siapa. Aku kembali berfokus ke anak-anak yang akan berlomba. Mereka tak henti-hentinya menebar senyum serta tawa.
"Inget ya, kalo nanti temen-temen kalian ada yang baru dateng, duduknya di sini. Jangan jauh-jauh soalnya bakal dibagi nomor regu sama Aa Naren, yang itu tuh," aku menunjuk punggung Naren yang sibuk mendata ulang daftar peserta dengan Hana, "Oke?"
"Siap, teeeeeeh!" Serempak mereka menjawab instruksi dariku.
"Bagus. Teteh pergi dulu sebentar. Kalau ada yang bangor sebelum lomba, langsung dikaluarkeun." (Kalau ada yang nakal sebelum lomba, langsung di keluarkan.)
Dengan setengah mengancam dan setelah mendapat anggukan patuh dari mereka, aku menyusul Komala untuk membantu tim menyiapkan kembali peralatan yang rusak atau tidak layak pakai.
Aku hampiri Komala yang duduk di pinggir lapang sembari menggunting tali untuk lomba makan kerupuk.
"Gimana alat lombanya? Cukup gak?" Aku duduk di sampingnya lalu ikut menggunting.
"Cukup sih, kayaknya. Peralatan cadangan ternyata di posko."
Pertanyaan siapa yang membawa peralatan itu, tertahan karena kedatangan Irham bersama Inay dan menyodorkan kantong plastik pada Komala.
KAMU SEDANG MEMBACA
REMEANT: Danika
AcakNamanya Danika Hisyam, cewek, doyan banget rebahan, gak suka cari ribut, tapi bisa berguna bagi Nusa dan Bangsa kalo gak dipaksa. Rada galak, gak tahu malu -lebih sering malu-maluin sebenernya, deket sama Rahma, dan ngerasain rindu berlebih ke sahab...