Tamu Tak Terduga

20.7K 418 0
                                    

"Mel, hari ini ada yang mau booking buat dua malam."

Pesan singkat itu tertera di layar ponsel dalam genggaman perempuan berambut panjang dengan nama samaran Melinda.

"Yang biasa, atau pelanggan baru, Din?" balasnya.

Dalam hitungan detik pertanyaannya langsung mendapatkan jawaban.

"Baru, Mel. Dari luar. Laki-laki, umurnya sekitar awal tiga puluhan. Dia bahkan udah bayar di muka."

Dini yang merupakan sahabat merangkap adminnya menjawab melebihi yang Melinda minta.

"Oke, atur pertemuan kita malam ini. Mumpung gue lagi free."

Sudah setahun sejak dia menyediakan jasa pelayanan kamar khusus di sebuah unit apartemen elite di pusat kota. Perempuan berumur dua puluh lima tahun itu biasanya mendapatkan pelanggan dari luar dan dalam gedung apartemen yang ditinggalinya, juga tak dibatas gender dan usia.

Banyak rahasia yang sudah dia simpan dari para pelanggannya. Mulai dari hal kecil seperti menjelekkan sesama penghuni apartemen, maupun yang datang terang-terangan mengatakan bosan dengan istrinya.

Melinda memang menyediakan berbagai jasa, bukan hanya sebatas memenuhi kebutuhan para lelaki yang haus belaian wanita. Dia bisa jadi teman curhat, seorang kakak, baby sitter, maupun wanita liar yang diidamkan banyak lelaki h*dung belang di luar sana.

Perempuan berkulit putih itu mematikan rokok dalam asbak, kemudian bangkit dari sofa dan berjalan ke kamar mandi. Membersihkan diri dan bersiap untuk menyambut 'tamunya' malam ini.

Melinda tahu betul apa yang harus dilakukannya bila yang datang seorang laki-laki.

Setelah membayar mahal dengan waktu dua malam. Tentu saja bukan hanya sekadar menemani ngobrol atau makan yang harus dia lakukan.

***

Perempuan dalam pantulan cermin itu terlihat begitu menawan. Dengan paras rupawan dan tubuh sintal dalam balutan gaun tidur berwarna merah terang. Selaras dengan lipstik yang dia bubuhkan.

Helaan napasnya terdengar panjang. Wajah datar itu berusaha menunjukkan sorot mata yang bersahabat, meski sudah lama dia kehilangan kemampuan untuk mengekspresikan diri.

Dering ponsel dalam genggaman tangannya terdengar.

Sebuah panggilan masuk dari Dini.

"Halo."

"Halo, Mel. Orangnya udah di depan."

"Oke."

"Dia masih pake baju dinas."

"Oke. Gue tutup sekarang, ya."

"Eh, Mel!"

"Apa lagi, Din?"

"Nggak jadi."

Melinda mengembuskan napas gusar, setelahnya dia mematikan panggilan secara sepihak. Bersamaan dengan itu suara bel terdengar.

Perempuan itu memutar tubuhnya, lalu berjalan ke depan.

Langkahnya terhenti tepat di depan pintu. Pupil matanya melebar saat melihat dari balik layar siapa yang berdiri di depan unitnya sekarang.

Dengan tangan yang sudah berkeringat Melinda mengangkat ponselnya, lalu kembali menghubungi Dini.

"Halo." Suara Dini terdengar.

"Din, lo nggak salah, kan?"

"Nggak, kok. Gue yakin dia orangnya. Pake setelan kantoran, kan? Bawa tas laptop. Kenapa, Mel? Lo kenal?"

Melinda terdiam cukup lama sebelum menjawab.

"Dia kakak ipar gue."

.

.

.

Bersambung.

Room Service Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang