"Perdarahan saat hamil tua disebabkan kondisi plasenta previa, yaitu keadaan di mana plasenta (ari-ari) menutupi seluruh atau sebagian mulut rahim. Biasanya perdarahan terjadi akibat regangan dan pecahnya pembuluh darah plasenta, sebagai akibat penipisan dan pembukaan mulut rahim menjelang masa persalinan. Ada beberapa faktor yang menyebab pendarahan. Salah satunya dipicu oleh stres yang menimpa ibu hamil. Dalam kasus istri bapak saya lihat juga kondisi kandungannya lemah dan kurang asupan gizi. Mohon kerja samanya, ya, Pak. Di situasi seperti ini yang paling penting adalah dorongan semangat dari orang terdekat, khususnya suami. Agar tak perlu ada tindakan operasi yang menyebabkan bayi terpaksa lahir secara prematur."
Di samping brankar Danita, Cakra termangu dengan kepala tertunduk. Merenungi ucapan dokter tentang kondisi Danita dan bayinya saat ini.
Hatinya seperti tergerak, rasa sesak dan bimbang timbul bersamaan. Dia benar-benar tak mengerti, kenapa jadi sepeti ini?
Seharusnya dia tak peduli dengan kondisi Danita maupun anak yang tak diinginkannya. Namun, rasa cemas dan gelisah itu membentuk sebuah perasaan asing yang membuatnya benar-benar menggila.
Rasa takut kehilangan itu semakin menjadi-jadi saat dia melihat tubuh Danita terbaring tak berdaya. Mengingat kembali bagaimana kerja keras perempuan itu dalam mengambil hatinya, serta usaha yang diperlihatkannya agar mampu menjadi sosok istri yang sempurna di mata Cakra.
Senyum manis yang selalu dia tunjukkan walaupun kerap kali Cakra membalasnya hanya dengan senyum masam. Perempuan yang tak pernah meminta untuk dinikahi, tapi memohon untuk dicintai ini telah merobohkan dinding yang selama ini hanya dia bangun untuk sosok Melinda seorang.
Cakra menghela napas gusar. Sekali lagi dia tatap wajah Danita yang meskipun tak secantik Melinda tapi begitu enak dipandang.
Lelaki itu membungkukkan tubuhnya, hendak mendaratkan kecupan di dahi Danita. Namun, gerakannya terhenti saat wajah Melinda tiba-tiba terbersit begitu saja. Akhirnya Cakra hanya bisa mengepalkan tangan, kemudian berlalu dari ruang rawat itu setelah memastikan Arka juga tertidur nyenyak di sofa.
Dia berjalan menuju taman. Merogoh sesuatu di saku celananya. Benda mungil berbetuk bulat memanjang yang memiliki efek candu bagi pengguna aktif, tapi juga efek menenangkan untuk pengguna pasif.
Bagi Cakra, rokok hanyalah pelampiasan. Dia mengkonsumsinya hanya saat dilanda rasa stres berkepanjangan atau lelah tak terkirakan. Dalam keadaan seperti itu terkadang dia bisa menghabiskan satu bungkus penuh dalam sekali duduk.
"Boleh minta satu?"
Suara seseorang yang entah sejak kapan berada di sampingnya menginterupsi Cakra dari lamunan.
Lelaki berkacamata itu menoleh, lalu menyodorkan bungkus rokok yang masih penuh itu beserta pematiknya.
"Namamu siapa tadi? Saya lupa," tanya Cakra pada pemuda dengan penampilan serampangan yang duduk tepat di sampingnya.
"David, biasa dipanggil Dave atau si hansome."
Cakra memutar bola mata sejenak saat melihat David melebarkan senyumnya.
"Saya Cakra."
Keduanya berjabat tangan. Setelah dua kali pertemuan tak terduga, akhirnya mereka resmi berkenalan.
"Sudah berapa lama mengenal Melinda?"
"Udah berapa lama nikah?"
Tanpa sadar pertanyaan itu keluar dari mulut mereka secara bersamaan.
"Kamu dulu!" usul Cakra pada David.
David menghela napas panjang. Lalu mencari posisi duduk ternyaman sebelum melanjutkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Room Service
FanfictionMelinda menyediakan jasa pelayanan kamar khusus di sebuah unit apartemen elite di pusat kota. Banyak rahasia yang sudah dia simpan dari para pelanggannya. Mulai dari hal kecil seperti menjelekkan sesama penghuni apartemen, maupun yang datang terang...