Tak Mau Mengaku

2.7K 145 3
                                    

Adakalanya rindu kerap kali hinggap
pada sosok yang tak bisa kita dekap
sampai sang waktu membiarkannya menguap, dalam keadaan terlelap.

***

Satu tahun sudah berlalu. Sejak Melinda mendirikan bisnis room service ini dengan puluhan pelanggan dari berbagai kalangan dan usia.

Tak ada yang tahu pekerjaan Melinda sebenarnya kecuali mereka yang pernah menjadi pelanggannya.

Di dalam gedung, dia sudah mendapatkan kurang lebih lima pelanggan tetap. Mulai dari David, lalu tetangga sebelah unit yang selalu menitipkan anaknya setiap akhir pekan, seorang pria paruh baya yang kerap kali datang hanya untuk mengeluh tentang rumah tangganya, wanita paruh baya yang kesepian, staf apartemen, seorang remaja berusia tujuh belas tahun, dan terakhir seorang dokter muda pengidap insomnia akut.

Melinda tak sembarangan memberikan layanan khusus bila memang salah satu dari mereka menginginkan tubuhnya. Ada kocek tak sedikit yang harus mereka keluarkan hanya untuk sekali service.

Sejauh ini dia hanya pernah tidur bersama tiga orang lelaki saja. Dan ketiganya bukan orang sembarangan. Satu di antaranya bahkan jadi yang pertama untuk Melinda.

Sampai hari itu akhirnya datang. Kedatangan Cakra yang mengusik ketenangan hidupnya. Membawa serta luka lama yang belum sepenuhnya sembuh, memancing kembali air mata yang sudah lama mengering.

Sampai menempatkannya dalan pusaran dilema, dan membuatnya kembali terjebak dalam kenangan masa lalu yang sudah susah payah dilupakan.

Dia pikir selama ini rumah tangga Cakra dan Danita baik-baik saja. Mereka juga terlihat bahagia setelah Melinda memutuskan pindah dan menjaga jarak dengan keduanya.
Bahkan tujuh bulan lalu saat Danita mengabarkan tentang kehamilannya, membuat Melinda semakin yakin bahwa keputusannya untuk pindah sudah benar. Pengorbanan perempuan itu berhasil merekatkan hubungan Cakra dan Danita.

Namun, lagi-lagi harapan tak sejalan dengan kenyataan. Bak petir menyambar keinginan Cakra untuk menceraikan Danita terlontar. Semua rahasia yang selama tiga tahun dia tutupi pun dikemukakan. Bagaimana lelaki itu menjalani kehidupan rumah tangga tanpa perasaan dan penuh dengan kepura-puraan.

"Kalau begitu kenapa kamu harus menghamilinya, Mas. Kenapa kamu seolah-olah memberi pengertian pada Mbak Dani bahwa hubungan kalian memang timbul karena keajaiban juga ketulusan. Kalau memang sejak awal nggak pernah ada perasaan, kenapa kamu buat dia berharap di antara ketidakpastian. Itu jahat," lirih Melinda. Dengan wajah yang penuh air mata dia menatap Cakra yang sama frustrasinya.

"Danita yang memintanya, Mel!"

Deg!

"Dia yang memohon padaku agar bersedia menitipkan benih di rahimnya, padahal sejak menikah aku nggak pernah mengharapkan seorang anak darinya. Kamu tahu untuk apa?"

Melinda mematung.

"Agar aku mempunyai alasan untuk tinggal, agar aku bisa mempertahankan pernikahan yang nggak pernah kuinginkan. Terkadang sesuatu bisa dilakukan bukan hanya berdasarkan perasaan, bukan? Aku menyentuh Danita juga karena kebutuhan. Kebutuhanku sebagai lelaki."

Melinda hanya bisa terisak kencang mendengarnya.

"Perceraian adalah jalan yang tepat. Aku nggak bisa terus begini, Mel. Aku nggak bisa membiarkan Danita terus tersakiti. Karena Danita ... ya kakakmu itu. Dia cukup pintar untuk membedakan mana perhatian dan mana kasihan. Selama ini dia tahu kalau aku nggak pernah mencintainya!"

Deg!

Seketika tangis Melinda terhenti, dia menatap Cakra dengan keterkejutan luar biasa.

"Dia hanya cukup b*doh untuk mengakuinya."

Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang sejak tadi memperhatikan. Dalam kebisuan, dengan kedua tangan terkepal, dan air mata yang menggenang.

.

.

.

Bersambung.

Room Service Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang