"Gosah diliat, Ndut. Pura-pura nggak kenal aja!" cetus David cepat, sembari menarik tangan Dini agar berbalik membelakangi Melinda dan Candra yang baru saja tiba.
Dini menggaruk rambut. "Why? Kenapa nggak disamperin aja? Kita bisa jalan sama-sama, makan bareng. Kan seru!" sahut Dini.
David menggeleng cepat. "Seru dengkul lo. Nggak. Pokoknya kita jalan masing-masing," tolak David keras.
"Lo kenapa, sih, Bang? Kayak lagi kepergok mantan yang jalan sama pasangan barunya. Padahal itu cuma si Meli! Your bestie!" Dini terlihat mulai kesal dengan kelakuan random David. Bagaimana bisa hanya bertemu dengan Melisa dan Candra, menjadi masalah besar baginya?
"Nggak. Pokoknya nggak. Kasian ati sama perasaan gue, Ndut. Kesiksa entar," aku David memelas.
Mendengar itu sontak Dini mengejapkan mata, lalu membelalak setelahnya.
"Jadi cewek itu Meli--hmppt." Buru-buru David membekap mulut Dini, sebelum sempat gadis itu berteriak histeris.
"Pelan-pelan, Maemunah. Lo mau kita ketauan!" bisik David di telinganya. Mbak, sini, Mbak!" Dengan kepala tertunduk, lelaki itu kemudian memanggil sang pramuniaga yang sejak tadi menatap mereka keheranan.
Perlahan wanita muda berpakaian rapi itu menghampirinya. "Ya?"
"Jadi semuanya berapa? Langsung dipake nggak apa-apa, kan? Tolong scen pake sample yang lain masih ada, kan? Biar kita tunggu di sini," ujar David sembari menyerahkan kartu debit berwarna gold.
Meskipun sempat kebingungan, akhirnya pramuniaga itu setuju juga.
"Tunggu sebentar, ya, Pak, Bu."
"Ya, ya. Cepetin!" usir David.
"Sompret. Tangan lu bau seblak!" pekik Dini setelah berhasil menepis tangan David. "Sumpah gue nggak nyangka ternyata cewek yang lu maksud itu si Meli. Kok, bisa?" Dini tak menyembunyikan keterkejutannya. Sesekali gadis itu bahkan mengguncang bahu David dengan heboh.
"Nggak ada waktu buat jelasin. Yang penting sekarang kita kabur du--"
"Dini! Dave! Ngapain kalian di sini?" seru Melisa yang datang tiba-tiba di belakang mereka.
"Fuck. Akhirnya ketauan juga."
***
Matahari sudah tenggelam di bawah garis cakrawala ufuk barat. Seperti hari-hari menjelang akhir pekan biasanya mall menjadi sarana hiburan bagi sebagian orang untuk melepas penat dengan belanja, nonton, atau hanya sekadar makan.
Seperti halnya dua pasang anak manusia yang semula saling menghindar, kini berakhir di sebuah restoran Western masih dalam mall yang sama. Berbagai ekspresi tercipta. Bingung, datar, kesal, bahkan yang enjoy-enjoy saja.
Keputusan Melisa untuk memboyong David dan Dini ikut serta makan bersama, membuat wajah lelaki berambut cokelat itu berubah masam seketika. Tadinya dia ingin buru-buru pulang, tapi sayangnya wajah memelas Melisa membuat David tak kuasa untuk menolaknya.
Akhirnya lelaki itu berakhir tepat di hadapan Candra yang sejak tadi hanya menatapnya dengan datar seolah mereka tak saling mengenal.
Makanan sudah terhidang di hadapan mereka. Dini dan Melisa memesan menu yang sama yaitu Chicken Cordon Bleu, sedangkan secara kebetulan David dan Candra juga sama-sama memesan Spaghetti Bolognese.
"Kalau tahu kalian bakal pergi ke mall yang sama, padahal kita berangkat barengan aja." Melisa lebih dulu membuka percakapan karena mulai tak nyaman dengan suasana canggung ini.
"Pergi ke mall yang sama belum tentu tujuannya juga sama. Siapa tahu kalian mau nonton, nah gue sama si Dini ke Timezone," sahut David yang membuat Dini tersedak kentang goreng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Room Service
FanfictionMelinda menyediakan jasa pelayanan kamar khusus di sebuah unit apartemen elite di pusat kota. Banyak rahasia yang sudah dia simpan dari para pelanggannya. Mulai dari hal kecil seperti menjelekkan sesama penghuni apartemen, maupun yang datang terang...