Di sebuah kedai jajanan tradisional yang khas dengan wangi kencur itu terlihat David dan Dini tengah duduk di salah satu kursi. Menikmati seblak dalam mangkuk yang sama-sama penuh. Tak lupa es jeruk dalam sebuah mug besar sebagai penghilang dahaga, walaupun jelas komposisi keduanya sangat tak baik untuk kesehatan tenggorokan. Namun, beberapa orang masih saja memesan menu yang sama, mengingat makanan pedas dicampur minuman dingin adalah kombinasi yang sangat nikmat. Begitu pula yang dirasakan oleh dua orang tersebut.
"Ternyata gini rasanya ditolak, sebelum nembak." David membuka percakapan setelah lama keduanya hanyut dalam keheningan. Pandangan lelaki tampan itu masih belum beralih dari mangkuk berisi seblak yang dia aduk-aduk di hadapan.
"Gue kira laki kalau lagi galau loncatnya cari cewek lain, atau seneng-seneng di luar. Taunya sama-sama lari ke seblak juga." Dini yang sejak tadi memperhatikan gelagat aneh David menanggapi. Dia terlihat heran saat lelaki itu tiba-tiba mengajaknya ke kedai seblak dan ikut makan.
David yang semula menatap kosong mangkuk di hadapannya, langsung beralih menatap Dini. Seperti biasa gaya bicara lelaki itu santai dan blak-blakan.
"Emang seblak cuma diperuntukkan buat gender tertentu?"
"Ya, nggak gitu juga, sih. Gue cuma baru tahu aja," sanggah Dini, "Btw siapa, sih cewek yang berani-beraninya nembak cowok kece bangke kek elu, Bang?" Gadis berambut bondol itu menyingkirkan mangkuk seblaknya yang hanya tersisa setengah. Kemudian menopang dagu, menunggu David mulai menceritakan peristiwa apa yang sudah dilakuinya kemarin.
"Ada, lah. Yang pasti dia cakep." David seolah tak ingin membahas tentang percakapannya dan Melinda kemarin. Meskipun begitu, masih ada sedikit nyeri yang tertinggal di ulu hati David hingga membuatnya tanpa sadar melemparkan kalimat yang membuat Dini mengernyitkan dahi.
Dini tersenyum kecut mendengarnya. Sikap terus terang David terkadang membuatnya tak nyaman, tapi di satu sisi juga senang. Tak nyamannya karena Dini tak secantik para wanita yang pernah dekat dengan lelaki itu, dan senang karena keterbukaannya membuat Dini bebas juga berekspresi.
"Oh." Hanya kata itu yang mampu keluar. Dini kembali menyeruput es jeruknya, kala David hanyut dalam lamunan.
Beberapa menit kemudian, mangkuk mereka sudah tandas. Perpaduan berbagai olahan seblak seperti kerupuk, tulang, baso, sayuran bersama bumbu-bumbu pelengkap seblak pedas tersebut berhasil mengembalikan mood David dan Dini yang semula berantakan.
David meminggirkan mangkuk dan mug yang sudah kosong di hadapan, lalu mencondongkan tubuh ke arah Dini.
"Btw lo mau nggak nemenin gue ke party ulang tahun papi weekend nanti?" tanyanya.
Alis Dini menyatu. "Bukannya cuma penghuni VIP yang boleh ikut, ya?"
"Ya elo pan berangkat sama gue, Ndut," terang David.
"Nggak, ah. Entar lu diledekin jalan sama Kudanil lagi," tolak Dini dengan gelengan pelan.
"Siapa yang bakal berani ledekkin kita, hah?" sentak David yang berhasil membuat Dini terbungkam, "Emang masalah kalau gue gandeng cewek big size ke acara resmi? Gue rasa semua cewek sama aja, kok. Sama-sama punya kelebihan, sama-sama cantik di mata orang yang tepat."
Dini tertegun. Dari nada suaranya jelas terdengar David tak suka dengan pernyataan Dini.
"Gue kira standar lo tinggi, Bang," tukasnya.
"Ya, emang," jawab David santai, "Tapi bukan berarti gue bakal nyangkal gimana pun bentukan jodoh gue nanti. Tipe ideal bakal kalah sama wife material."
Mendengar itu tanpa sadar Dini senyum-senyum sendiri. Dia memalingkan wajah sembari mengusap tengkuk salah tingkah.
"Oh, iya. Habis dari mana kemaren? Gue liat lo keluar dari mobil, Ndut. Habis jalan?" tanya David lagi.
![](https://img.wattpad.com/cover/275690778-288-k96667.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Room Service
FanfictionMelinda menyediakan jasa pelayanan kamar khusus di sebuah unit apartemen elite di pusat kota. Banyak rahasia yang sudah dia simpan dari para pelanggannya. Mulai dari hal kecil seperti menjelekkan sesama penghuni apartemen, maupun yang datang terang...