Kring... Kring...
Si sulung yang memang sedang mengerjakan tugas-tugasnya di ruang televisi itu menghela napas, alasannya karena hanya dia satu-satunya yang di sana-jadi ya mau tidak mau dia harus mengangkat telepon itu.
Dengan malas dia berjalan ke arah telepon rumah yang bunyinya membuat risih bagi siapapun yang mendengarnya.
"Halo?"
"Iya, ini benar dengan kediaman tuan Anggasta Waradana?"
Si sulung terlihat bingung. Dia heran, seharusnya kalau ingin menghubungi ayahnya kan bisa telepon ke kantornya saja, kenapa repot-repot menelpon rumahnya.
"Iya betul, ini dengan siapa?"
"Ini dengan rumah sakit Jayadaksa. Kalau boleh tau ini dengan siapanya tuan Anggasta?"
Setelah mendengar rumah sakit, dahi si sulung mengernyit. Apa yang terjadi pada ayahnya?
"Ini anaknya."
Si sulung dapat mendengar suara dari sebrang sana. Terdengar suara yang dia yakini sebagai dokter, sedang meminta suster untuk menaikkan volume kejut dari alat defibrillator.
Ah, ternyata benar ini dari rumah sakit-tadinya dia pikir ini hanya lelucon yang sedang marak terjadi akhir-akhir ini, mama minta pulsa contohnya.
"Baik, dik. Sebelumnya tenangkan diri kamu dulu ya. Saya ingin memberitahukan kalau tuan Anggasta dan nyonya Yunita terlibat kecelakaan dan dilarikan ke rumah sakit ini. Tolong kamu segera kesini ya."
Tubuhnya menegang.
Pikirannya langsung tertuju dengan sang bunda. Sang bunda yang tengah mengandung adiknya yang belum lahir ke dunia. Apa yang akan terjadi pada bunda dan calon adiknya?
Ah, bodoh! Ini bukan saatnya. Dia harus cepat-cepat ke rumah sakit sekarang.
"Mas, telponan sama siapa?"
Badannya sedikit berjinjit kala suara yang tak lain adalah sang adik tertangkap oleh Indra pendengarannya.
Dia dapat melihat jelas adiknya menuruni tangga dengan wajah sang adik yang masih kucel, lengkap dengan baju tidur bergambar peach merah muda yang dipakainya.
"Kenapa ih mas, kok diem aja? Aku nanya."
Si sulung tersadar dan langsung menjelaskan semuanya pada sang adik. Tentunya dengan tetap tenang.
"Ayah sama bunda kecelakaan, tadi mas dapet telpon dari pihak rumah sakit, disuruh ke sana. Abang mau ikut?"
Anak yang dipanggil abang itu terkejut. Tetapi sesaat kemudian kembali mencoba tetap tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gata dan Asa [✓]
General Fiction"Maaf..." Sekali lagi Gata mendengar suara di seberang sana gemetar, mata mereka pasti berlinang. Kedua kakaknya menangis, dan itu karena dirinya- -yang semakin mempertanyakan alasan dia dilahirkan ke dunia. "Setiap malam, angin-angin itu seolah b...