"Tadi kan gua udah bilang gak pa-pa—"
"Gak pa-pa apanya?! Bolot!" Ujar Chandra melotot.
Gata menggeleng pelan saat melihat Chandra yang masih misuh-misuh setelah pulang dari rumah sakit tadi.
Iya, sekarang mereka berkumpul di apartemen milik Kafin. Luas, lebar, gak kalah sama ruangan punyanya Chandra—kamar misalnya.
"Berarti kemaren lo sakit-sakit pinggang itu karena ini? Kita ngiranya lo encok sumpah dah." Ucap Jendral dengan raut lelahnya.
Jyan tidak jauh beda, bedanya Jyan hanya duduk diam dipinggir balkon, sembari menghisap rokoknya.
"Je, jangan ngerokok gua bilang. Asapnya masuk, dada gua sesak." Kali ini fokus Gata terpusat pada Jyan yang dengan tenangnya merokok dipinggiran balkon.
Jyan yang mendengar itu, tanpa perlu melihat kearah Gata langsung mematikan rokoknya, "iya, sorry."
"Hm, jadi tadi apa nama penyakitnya?" Tanya Gata guna mencairkan suasana. Teman-temannya ini terlalu kaku, seriusan.
"Anemia... Anemia apaan sih?" Ujar Chandra diakhiri dengan acara menggaruk kepalanya, Chandra kalut dan tidak bisa berpikir jernih.
Jendral mendengus, "aplastik. Anemia aplastik."
"Terus sekarang harus gimana?" Suara berat Jyan membuat atmosfer di ruangan tersebut berubah mencekam. Mereka dapat melihat raut frustasi yang ditunjukkan Jyan, tetapi mereka juga mengalami hal yang sama, mereka berani jamin.
"Ya gak tau, gua juga gak tau." Racau Jendral.
Chandra mengusap wajahnya kasar, "kenapa begini sih? Katanya sehat, sembuh, kenapa malah jadi begini?!"
Frustasi.
Benar, mereka frustasi.
Tujuh belas tahun hidup yang sudah mereka jalani, baru kali ini mereka merasakan hal seperti ini. Tidak tahu apa, hanya frustasi dengan rasa yang mengganjal di hati.
"Guys, gua nya yang penyakitan biasa aja loh, kalian gak usah begini. Nih, liat! Gua baik-baik aja kan sekarang?" Ujar Gata dengan sedikit bersemangat guna menyemangati teman-temannya yang terlihat kacau ini.
"Iya, sekarang. Besok gak ada yang tau, dek."
Kafin yang baru saja memutuskan untuk keluar dari kamarnya berjalan menghampiri Gata, lalu memeluknya erat. "Adek kenapa selama ini gak bilang sama kakak? Seharusnya kakak datang lebih awal, seharusnya kakak gak pergi ke Sydney."
Gata menggeleng sembari menepuk punggung Kafin, "gak kak. Gata gak pa-pa kok, selama ini juga Gata bahagia hidup sama mas sama Abang. Cuma kemarin agak kelewatan aja, makanya Gata sampai mau tinggal sama kakak."
Pundak Kafin meluruh, "tapi sekarang adek sakit begini, kakak harus gimana?"
"Ya senyum aja! Gak boleh sedih, Gata aja ketawa nih! Hahahahaha!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Gata dan Asa [✓]
General Fiction"Maaf..." Sekali lagi Gata mendengar suara di seberang sana gemetar, mata mereka pasti berlinang. Kedua kakaknya menangis, dan itu karena dirinya- -yang semakin mempertanyakan alasan dia dilahirkan ke dunia. "Setiap malam, angin-angin itu seolah b...