Last chapter
Enjoy!!!"Adek udah gak ada, Day ..."
"JENDRA!!"
Jendra yang mulanya duduk bersimpuh mengangkat kepalanya. Dayita didepannya sama kacaunya. Napas yang tidak beraturan, lengkap dengan bunga yang acak-acakan di genggaman.
Jendra menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Dayita saat itu tidak memikirkan hal lain, dirinya hanya ingin memeluk Jendra yang terlihat sangat kacau. Menenangkannya, walau diri Dayita sendiri sekarang jauh dari kata tenang.
"Jen ..." Dayita memeluk Jendra sembari mengusap punggung Jendra yang bergetar parah.
Dibalik pelukan Dayita, ada Jendra yang menangis sesenggukan. Sesekali ia berteriak, dan Dayita berani bersumpah, sangat amat menyakitkan.
"Jendra ... Please jangan kayak gini, aku mohon." Bujuknya.
Jendra menggeleng lemah, sesekali memukul dadanya. "Adek ... Adek udah gak ada, aku harus gimana?"
"Jantung adek berhenti waktu dioperasi, kenapa berhenti? Adek kenapa nyerah gitu aja? Kenapa?"
Dayita ingin kembali membawa Jendra dalam rengkuhannya, tetapi ditepis langsung oleh si lelaki.
Jendra beberapa kali menjambak rambutnya. "Aku harus bilang apa ke mas Dama? Aku gak bisa, bahkan nanti aku gak akan bisa natap mas Dama. AKU HARUS GIMANA?!"
Dayita menggeleng cepat. Tangisannya tak terbendung. Sesekali dirinya ingin kembali merengkuh Jendra yang kini rapuh, tetapi Jendra menolak. "Aku gagal, Day. Aku gak bisa ngelindungin adek aku sendiri. Aku gagal ..."
Jendra memukul dadanya yang terasa makin sesak. "Seharusnya Tuhan ambil aku aja, jangan Gata. Gata masih kecil, biar aku aja!! Aku gagal, Day."
"Enggak, Jen. Kamu gak gagal, enggak sama sekali. Dengerin aku," Dayita menangkup wajah Jendra, walau terdapat penolakan, Dayita tidak menyerah.
"Kamu gak gagal. Kamu udah ngelakuin yang terbaik. Gata bangga sama kamu, sama Dama, Gata udah gak ngerasain sakit lagi, Jen. Kamu harus kuat, aku mohon ..."
"Tenang ya?" Ujarnya.
Syukurlah Jendra menjadi lebih tenang. Walau air mata tidak berhenti mengalir, setidaknya Jendra kini dapat berpikir lebih logis.
Terjadi keheningan di sana. Tidak satupun yang membuka omongan. Jendra sibuk menangis, begitu pun dengan Dayita. Walau berusaha kuat, nyatanya tidak sekuat itu.
Jendra mengelap air matanya. Tidak seharusnya dia seperti ini. Jendra menggenggam tangan Dayita, "adek ..."
"Lengkara?" Panggil Dayita saat melihat Lengkara kembali dengan wajah yang basah kuyup. Entah habis melakukan apa. Wajahnya jelas menunjukkan tampang habis menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gata dan Asa [✓]
General Fiction"Maaf..." Sekali lagi Gata mendengar suara di seberang sana gemetar, mata mereka pasti berlinang. Kedua kakaknya menangis, dan itu karena dirinya- -yang semakin mempertanyakan alasan dia dilahirkan ke dunia. "Setiap malam, angin-angin itu seolah b...