"Pantesan kamu jadi begini, lingkungan pertemanan kamu gak bagus. Nanti saya akan adukan ke Dama dan Jendra, biar kamu gak usah sekolah sekalian!"Gata memijat pelipisnya pelan. Sejak kepulangannya tadi, neneknya ini terus saja membombardirnya dengan kata-kata pedas ciri khasnya.
"Kenapa diam saja? Kamu gak punya etika saat bicara sama yang lebih tua? Selama ini cucu-cucu saya pasti mengajarkannya ke kamu kan? Dasar gak tahu diri!" Air muka Ranasti--neneknya, menyiratkan rasa ketidaksukaan yang jelas, dan Gata tahu itu.
"Nek, Gata minta maaf kalau emang pulangnya kesorean. Tapi Gata memang pulang jam segitu satu minggu ini, Gata harus urus sesuatu disekolah. Jadi Gata ga se--"
"Diam!"
Gata mengatupkan bibirnya. Tidak ada suara lagi yang keluar dari mulutnya. Dirinya dibuat diam seribu bahasa. Kalau boleh jujur, Gata lebih memilih untuk pingsan sekarang juga. Tatapan Ranasti sangat menyakitkan, dan Gata tidak akan pernah bisa terbiasa.
"Saya gak mau dengar alasan kamu. Sekarang kamu diam disini, tunggu sampai cucu-cucu saya pulang."
Gata tersenyum miris. Sekarang dia hanya bisa menuruti semua ucapan wanita dengan umur tiga kali lipat umurnya itu.
Satu jam telah berlalu. Akhirnya Jendra dan Dama kembali juga. Gata bisa sedikit bernapas lega saat melihat kedua kakaknya, yang kini duduk bersama dengannya dan neneknya.
Gata dapat melihat, tidak ada raut senang pada wajah kedua kakaknya.
Saat itu juga, Jendra melihat kearahnya. Gata berusaha tersenyum, tapi tentu saja Jendra mengerti semuanya.
"Adek gimana latihannya?"
Jendra melepas pelukan neneknya, kemudian berjalan kearah Gata. Gata yang melihat itu menggelengkan kepalanya, dia takut. Neneknya itu kembali menatapnya tidak suka.
"Hey, abang tanya. Gimana latihannya? Lancar?" Ujar Jendra yang kali ini mengusap lembut kepala Gata.
Gata celingukan, dia tidak tahu harus apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gata dan Asa [✓]
General Fiction"Maaf..." Sekali lagi Gata mendengar suara di seberang sana gemetar, mata mereka pasti berlinang. Kedua kakaknya menangis, dan itu karena dirinya- -yang semakin mempertanyakan alasan dia dilahirkan ke dunia. "Setiap malam, angin-angin itu seolah b...