🌻🌻🌻
"Chandra!"
Chandra yang baru saja memasuki rumah pun langsung terkejut mendengar suara ayahnya itu. Ia berjalan pelan menuju sofa depan televisi, di mana ada ke-enam saudaranya yang sedang duduk di sofa bersama dengan sang ibu. Sedangkan ayahnya, berdiri di samping sofa tempat ibunya duduk sembari menatap tajam wajah Chandra.
"K-kenapa Yah?"
"Liat nilai raport kamu, gak ada yang bagus! Untuk apa ayah sekolahin kamu di sekolah elit kalo kamu gak bisa dapetin nilai bagus?!" Surya melempar raport milik Chandra ke lantai hingga menimbulkan suara yang keras.
Chandra menatap sendu raport nya yang tergeletak di lantai. Padahal nilai raport semester ini lebih besar dari nilai semester kemarin, walaupun tidak masuk sepuluh besar. Tapi Chandra bersyukur bisa meraih peringkat dua belas dari tiga puluh siswa.
"Contoh Jemian, Esa sama Ryan itu! Dia adik kamu tapi bisa masuk tiga besar! Sedangkan kamu, apa yang bisa di contoh? Gak ada!" ucap Surya sembari menunjuk putranya yang lain.
"T-tapi nilai Chandra lebih bagus dari semester kemarin ayah."
"Bagus katamu? Nilai tujuh puluh enam kamu bilang bagus? Hebat! Mau jadi apa kamu dengan nilai segitu? Pelayan cafe?"
Chandra mengepalkan tangannya kuat, sebisa mungkin untuk menahan air matanya agar tidak jatuh. Ingin sekali ia berteriak di depan wajah ayahnya dan berkata bahwa nilai bukan segalanya. Tapi seribu sayang, menjadi sempurna adalah prinsip keluarga mereka. Sedangkan Chandra jauh dari kata sempurna.
"Dapatkan nilai sempurna maka fasilitas dan uang jajan mu akan ayah kembalikan." ucap Surya, lalu pergi menuju kamarnya di lantai dua.
Sudah Chandra duga. Ayahnya akan menyita semua fasilitas yang sudah ayahnya berikan, bahkan uang jajannya.
Chandra mengambil raport nya yang masih tergeletak di lantai. Ia menatap satu persatu saudara nya begitu pula sebaliknya. Sampai netra itu bertemu dengan sang ibu.Tanpa sepatah katapun, wanita paruh baya itu pergi menyusul suaminya. Kepergian sang ibu ternyata di ikuti dengan ke-lima saudaranya. Hanya tersisa satu, adik keduanya.
"Esa..." gumam Chandra sembari tersenyum manis.
"Kak Chan hiks." Esa berlari lalu memeluk erat tubuh kakaknya itu.
Chandra langsung membalas pelukan Esa tak kalah erat. "Jangan nangis nanti di ejek Iyan lohh."
"Gak ada Iyan kak!" Chandra terkekeh mendengar jawaban adiknya itu. Ia mengusap lembut punggung Esa sembari menikmati pelukan hangat dari sang adik.
Dari ke-enam saudaranya hanya Esa yang masih suka berbicara dengan nya. Sedangkan yang lainnya tidak pernah sama sekali. Bahkan untuk bertegur sapa. Dulu pernah Chandra dekat dengan kakaknya yang pertama, Marka Dania Wijaya. Biasa di panggil bang Marka. Tapi saat ia duduk di bangku sekolah menengah pertama tingkat akhir, semuanya berubah. Entah apa kesalahannya hingga kakaknya itu menjauhinya sampai sekarang.
Kakak keduanya, Refan Wijaya. Biasa dipanggil kak Refan. Satu kata untuk kak Refan dari Chandra, galak. Chandra tidak pernah dan tidak akan pernah ingin berurusan dengan kak Refan. Ucapan nya yang kelewat pedas itu membuat Chandra mengurungkan niatnya untuk mendekati kak Refan.
Berikutnya Joshua Adi Wijaya, kembaran Chandra. Banyak yang mengatakan bahwa mereka tidak mirip sama sekali. Chandra mengakui itu. Dari segi sifat, fisik bahkan kemampuan. Ya, sebegitu berbedanya mereka berdua padahal hanya beda tiga menit. Tapi semenjak Jemian lahir, sering di katakan bahwa mereka berdua adalah kembar yang sesungguhnya dibandingkan dengan Chandra.
Walaupun kembar, Chandra tidak pernah berbicara dengan Joshua. Pernah Chandra bertanya kepada Joshua tapi bukannya menjawab, Joshua malah pergi meninggalkan Chandra.
Lalu Chandra Wisnu Wijaya. Anak tengah keluarga Wijaya. Paling berbeda dari semua putra Wijaya yang lainnya. Memiliki kulit tan, dan tubuh yang biasa saja. Berbeda dengan tubuh saudaranya yang memiliki kulit putih bersih dan tubuh yang atletis. Bahkan Chandra kalah tinggi dengan ketiga adiknya Jemian, Esa dan Ryan. Memiliki kemampuan rata-rata, entah itu di bidang akademik maupun non-akademik. Tidak ada yang bisa di banggakan. Begitulah ucap ayahnya.
Jemian Arka Wijaya. Sang idola keluarga Wijaya. Karena Jemian adalah kata sempurna yang sesungguhnya. Sempurna yang ayahnya inginkan. Paras yang menawan, tubuh yang atletis dan kemampuan yang luar biasa. Semua orang pasti menginginkan apa yang di miliki oleh Jemian, begitu pun Chandra.
Caesar Putra Wijaya, biasa di panggil Esa. Dibandingkan dengan Chandra. Esa jauh lebih baik. Otaknya yang cerdas adalah poin plus dari Esa. Suaranya yang merdu dan parasnya yang manis membuatnya di manja di keluarga ini serta satu-satunya orang yang dekat dengan Chandra.
Lefi Ryan Wijaya, biasa di panggil Ryan. Kecuali Esa. Iyan adalah panggilan khusus Esa untuk Ryan. Tidak ada orang yang berani menyebut nama Iyan selain Esa. Ryan sendiri memiliki sifat tak jauh beda dengan Joshua. Dingin dan tak tersentuh. Tapi berbeda jika dengan Esa. Ryan akan menjadi orang yang hangat dan penyayang.
Chandra melepaskan pelukannya lalu memegang pundak Esa. "Udah yuk masuk kamar, besok sekolah. Jangan lupa gosok gigi, cuci muka sama cuci kaki."
"Mau tidur sama kak Chan~" rengek Esa.
"Jangan, nanti Iyan marah."
"Gak akan, Iyan gak akan marah. Yuk!"
"Esaa... Jangan bandel. Kakak bilang gak ya enggak. Udah sana masuk kamar." ucap Chandra sembari mendorong pelan tubuh Esa agar segera menaiki tangga.
"Iss yaudah! Kapan-kapan tapi tidur bareng yahh."
"Iyaa."
"Janji?"Chandra menggumam sebagai jawaban.
"Yaeyy! Selamat malam kak Chan!" Esa mencium pipi Chandra singkat lalu berlari kecil menuju kamarnya.
"Asal kamu tau Esa. Ryan gak suka kalo kamu deket sama kakak." batin Chandra seraya menatap sendu punggung Esa yang perlahan menghilang di sayap kiri tangga.
Haloo~
Aku punya cerita baru nii, semoga sukaa╰(⸝⸝⸝´꒳'⸝⸝⸝)╯
Jangan lupa untuk vote sama komen nya yaa~
sunflower485
KAMU SEDANG MEMBACA
SUKA DUKA AGUSTUS
Teen Fiction[ON GOING] Chandra Wisnu Wijaya. Putra tengah keluarga Wijaya yang dianggap paling berbeda. Dari segi sifat, fisik dan kemampuan. Semua yang ada pada Chandra jauh dari kata sempurna. Sedangkan prinsip keluarga mereka adalah menjadi sempurna agar di...