Lee Juyeon...
Aku tahu bahwa kau kesal ketika Chanhee memberikan mu opsi tiga orang sekretaris perempuan, tapi kau tahu ? Aku sangat bahagia ketika kau menerima ku sebagai sekretaris mu. Aku terus bekerja keras, meski terkadang aku sadar kalau kau tidak menginginkan keberadaan ku sebagai sekretaris mu. Dan kau perlu tahu, aku juga pernah kesal karena kau memperlakukan ku seenak dan semau mu.
Aku mulai menerima semua pekerjaan itu dengan ikhlas, namun sebuah malam mengubah semuanya, sebuah malam yang perlahan mengubah hidupku 180°.
Aku berusaha pergi saat aku tahu aku mengandung anak mu, rasanya duniaku hancur, semua orang meninggalkan ku dan aku sempat berpikir bahwa mati adalah jalan terbaik. Karena aku berpikir kau juga tidak akan menginginkan anak-anak.
Sampai aku merasa jadi orang paling bodoh, ketika kau datang dan bersedia membuatku hidup satu atap dengan mu. Kebodohan ku tidak hanya sampai disitu, aku semakin bodoh ketika aku sadar aku jatuh cinta padamu.
Dunia meninggalkan ku, tapi tidak dengan mu. Aku tidak punya alasan untuk tidak jatuh cinta mu, kau satu-satunya cinta yang nyata, kau yang membuatku percaya bahwa dunia masih menyayangiku, dunia terus mencintai ku seperti aku mencintaimu.
- Eunseo
Ungkapan cinta itu mungkin terlihat sederhana, hanya ungkapan bagaimana kekesalan Eunseo pada Juyeon dulu. Dan ungkapan bagaimana cinta bisa tumbuh pada dirinya.Cukup membuat Juyeon mengeluarkan air matanya, dan membuatnya yakin bahwa Eunseo benar mencintai dirinya.
Meski sekarang dia tidak tahu kemana Eunseo pergi dan kemana wanita itu membawa anak-anak.
"Aku juga mencintaimu sayang" lirih Juyeon sambil meremat surat yang barusan Ia baca. Rasanya perih, mengingat bagaimana dulu Ia memperlakukan Eunseo, bahkan tidak menganggap keberadaan wanita itu sebagai sekretarisnya.
Jika waktu itu mereka tidak ke Jeju, apa mereka akan seperti ini sekarang ?, saling mencintai satu sama lain karena sebuah kesalahan dimasa lalu.
Juyeon mendengus, Ia terlalu larut membaca surat Eunseo sampai Ia lupa apa tujuan awalnya. Ia hendak pergi, namun kembali urung karena sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya.
Dari sebuah nomor yang tidak terdaftar di ponselnya, namun cukup membuat jantungnya berdegup cepat karena isi pesan tersebut.
◻◻◻
Eunseo diliputi rasa bersalah karena acara kabur dari rumahnya siang ini, membuat jam kedua anak kembarnya harus tertunda.Jarum bergerak menuju angka enam, hari sudah beranjak sore rupanya.
Selesai dengan Jooha, kini saatnya Ia menidurkan Sooha. Wanita itu berdiri, berjalan dan menggendong Sooha agar anaknya itu tertidur.
Sesekali Ia menatap ke luar jendela, memastikan bahwa Juyeon tidak akan menemuinya.
Beberapa saat lalu Ia hanya mengirimi pesan pada Eunbi. Ya, apalagi kalau bukan bilang kalau dia pergi dari rumah.
Saat sedang menggendong Sooha, bel flat yang Eunseo diami berbunyi. "Pasti itu Eunbi"
Ia berjalan menuju pintu tanpa ragu dan membukanya. Namun bukan Eunbi yang Ia dapati, "J-Juyeon?"
Ya, itu Juyeon, rambut lelaki itu sedikit berantakan, juga dengan nafas yang tidak beraturan dan mata yang tampak sembab.
"J-Juyeon?" ucap Eunseo lagi, Ia tidak mampu mengucap lebih banyak karena tidak tahu harus bereaksi seperti apa pada Juyeon yang kini ada dihadapannya.
Gawat, Juyeon pasti akan marah. Apalagi ketika melihat ekspresi lelaki itu berubah, Eunseo jadi kalut.
"Kau kemana saja sayang?" alih-alih marah, lelaki itu malah memeluknya, cukup erat sampai membuat Eunseo terpaksa melepas karena Sooha yang berada diantara mereka.
"Maaf Juyeon"
Juyeon menghela nafas pelan, kembali menarik Eunseo ke dalam pelukannya lalu mengelus rambut wanita itu. "Aku menyayangimu sayang, jangan pergi lagi"
"Maafkan aku" lirih Eunseo pelan.
"Kita pulang ya" ajak Juyeon dan Eunseo lantas mengangguk. Tak lama, tampak Saerim dan Heerin masuk ke dalam flat itu.
"Bibi?" Eunseo melirih tak paham.
"Sooha dan Jooha dirumah Ibu saja" ucap Juyeon. "Kau ikut pulang dengan ku"
◻◻◻
Eunseo pikir Juyeon bercanda ketika lelaki itu mengatakan Sooha dan Jooha akan dibawa kerumah Ibu, namun semua benar.Sooha dan Jooha benar-benar tidak ikut mereka berdua pulang. Bahkan kini hanya ada mereka berdua dirumah itu.
Selesai dengan kegiatan mandinya, Juyeon menemukan Eunseo yang tengah membaca buku diatas tempat tidur. Ia menarik sudut bibirnya lalu berjalan dan naik ke atas tempat tidur. "Kenapa kau pergi?"
Eunseo terdiam, memalingkan fokusnya dari buku lalu menoleh pada Juyeon yang kini tengah menatapnya. "Tadi Soojin datang"
"Dia bilang apa?"
Eunseo menghela nafas pelan. "Entahlah, tapi itu membuatku jadi ragu padamu"
"Sekarang kau masih ragu?"
Wanita itu kembali menatap Juyeon lekat, meraih wajah lelaki itu dan tersenyum manis. "Tidak"
Juyeon menarik sudut bibirnya, sungguh lega karena Eunseo sudah kembali kerumahnya. Meski Ia masih tak paham mengapa Eunseo pergi padahal Soojin memberikan undangan pernikahannya dengan Seonghwa.
"Besok kita ke Undangan pernikahan Soojin. Kau tidak keberatan kan?"
Meski sedikit ragu, Eunseo tetap mengangguk. Bagaimana pun wanita itu pernah menjadi bagian dari hidup Juyeon. Dan itu tidak bisa di ubah, yang bisa Ia ubah adalah masa depan Juyeon yang akan mereka rangkai bersama.
"Eunseo?"
"Ya?"
Juyeon menghela nafas, mendekat lalu mencium Eunseo lembut. Kemudian berbisik.
"Aku menginginkan mu"
Tbc
Sejujurnya pas nulis surat itu aku nangis, nangis dikit aja sih.. Agak gimana gitu, semoga deh sedihnya nyampe yaaa
Nextnya agar errr🔞🌚
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Love [✔]
Fiksi Penggemar❝𝐟𝐭. 𝐋𝐞𝐞 𝐉𝐮𝐲𝐞𝐨𝐧❞ Kata orang-orang Lee Juyeon itu phobia perempuan. Bagaimana tidak ? Sepanjang menjabat sebagai direktur utama di perusahaan properti milik keluarganya Ia sama sekali belum pernah memiliki sekretaris perempuan. Hingga Cha...