catatan dirga - married

15 3 0
                                    

when two become one
I'm yours, Kirana
-dirga

Menikah, iya menikah. Setelah dua tahun aku coba buat move on dari perempuan yang udah janji bakal habisin sisa waktu sama - sama, berjuang sama - sama tapi karna alasan yang aku sampai sekarang pun gak tau dia pergi beberapa bulan sebelum pernikahan kita. Mungkin dia takut berkomitmen, mungkin. Biar dia jadi pelajaran, kalau apa yang kita rencanakan tetap ada peran Tuhan buat jadiin itu kenyataan atau hanya angan.

Didekatku ada Kira, Kirana. Adik kecilku. Perempuan yang sebenarnya deket tapi karna kecelakaan dia lupa. Lupa sama aku, lupa sama kita. Banyak foto - foto di rumah yang isinya masa kecil aku-Kira yang mama ambil, sebelum papa ajak kita semua pergi ke Jerman selama studynya.

Siapa sangka takdir berbalik lagi, kemarin Kira resmi jadi istriku. Iya istri. Kira yang kadang cueknya gak ketulungan, tapi dia peduli. Kira yang susah ditebak, Kira yang tadinya kupikir akan nolak anjuran bunda untuk kenal sama aku lebih lanjut dan nolak 'perjodohan' ini, Kira yang kupikir rumit ternyata sesederhana itu. Dia mau kenal lebih dekat, dia bahkan langsung mengiyakan untuk menikah setelah kita deket lagi beberapa bulan belakang.

Kira, Kirana Bulan Lembayung. Tanggung jawab atasnya berubah sejak kemarin. Apa - apa yang jadi harapannya sekarang aku coba buat menuhin. Apa yang jadi keinginannya sebisa mungkin aku wujudin. Kira, gak tau kenapa mas Dirga bisa secepet ini juga jatuh lagi ke Kira. Mungkin karna dulu kita sempat dekat, lalu menjauh, lalu dekat lagi. Tapi Kira lupa semuanya.

Kira mengeliat kecil, menatapku dalam. Semalam aku tidur di sofa, lumayan nyaman tapi tetap aja kurang panjang. Kenapa pilih sofa? Laki - laki dan perempuan tidur satu kamar, status udah suami istri. Aku takut khilaf. Kira sering buatku khilaf. Meski gak apa - apa, tapi aku udah bilang kita ngelakuin apapun tunggu Kira siap. Biar aku yang sabar. Biar lebarannya berasa, buah sabar. Semalem aku cuma kecup keningnya aja itupun waktu dia udah tidur.

"Morning", sapaku. Kira masih mengucek matanya. Sedikit kaget terus gak tau gimana tiba - tiba meriksa selimutnya dan keliatan ada perasaan lega(?).

"Morning, mas. Maaf aku masih kaget ada lelaki tidur sekamar sama aku", benar kan, bisa jadi Kira malah tadi pikir kok bisa aku di kamar ini sama dia.

Bangun tidur dia langsung cari tabnya di nakas, cek email sebentar keliatannya terus main games. Kira memang suka games, jadi sering dia sambil diem taunya lagi main games.

 Kira memang suka games, jadi sering dia sambil diem taunya lagi main games

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mas udah sarapan?", aku hanya menggeleng.

"Mau ke bawah atau minta anter kesini sarapannya?", aku menawarkan opsi

"Kebawah aja yuk, masih ada ayah bunda juga papa mama kan?", aku hanya mengangguk. Keluarga kami memang masih ikut menginap setelah acara resepsi semalam, kasihan kalau langsung pulang, acara pernikahan ternyata melelahkan tapi menyenangkan. Cukup sekali aja. Sekali, iya sekali seumur hidup.

"Aku gak mandi gapapa kan, mas?", pertanyaan lucu, istriku.

"Hehe.. gak papa", Kira sedikit tertegun, mungkin ini tertawaku yang pertama pagi ini. Jujur bukan mau bangun image serem, dingin atau apa. Tapi aku memang jarang ketawa, senyum dan lainnya, dulu. Sejak ketemu Kira lagi, aku mulai sering senyum, bahkan senyum sendirian kaya orang gila.

"Kira cuci muka dulu ya", lalu dia menghilang di balik pintu kamar mandi.

Kira, Kira. Kenapa gemesin.

.....

Kira

Sampai di ruang makan ternyata keluarga kita juga baru sarapan. Bunda mengamatiku dari atas sampai bawah, bahkan saat aku duduk disampingnya bunda memeriksa sesuatu, mengenyampingkan sedikit rambutku lalu menelisik leherku.

"Gak ada bekasnya mba", bisik bunda. Bunda astaga, malu.

"Udah kan?", bisiknya lagi. Aku cuma senyum aja. Aku tau maksud bunda kemana.

Mama mertuaku juga di depanku tatapannya penuh selidik, astaga kenapa dengan dua ibuku ini. Mas Dirga yang sepertinya mengerti dengan ketidaknyamananku memecah keheningan.

"Kira, ini lupa tadi", menyodorkan sepiring potongan semangka segar kedepanku, bunda sama mama lirik - lirikan penuh arti.

"Iya, Kira suka banget semangka memang Dir, buah yang lain gak terlalu suka", Bunda apa lagi ...

"Kalian hari ini mau kemana?", bunda menanyai kami berdua, belum sempet jawab

"Udah gak usah kemana - mana, biar cepet jadi cucu kita mba"

"Uhuk... uhuk...", aku keselek, kaget. Mas Dirga bantu tepuk - tepuk punggungku. Dia juga sepertinya kaget, tapi masih bisa mengendalikan diri.

"Pelan - pelan mba, bunda gak minta semangkanya kok", ayah di sebelah cuma senyum - senyum aja. Masih agak banyak diem. Kemarin Ayah menangis banyak, baru liat ayah keluarin air mata sebanyak itu. Waktu sungkeman ayah peluk aku kenceng banget, sambil bisikin banyak harap, bisikin banyak hal yang mungkin selama ini mau dia ucapin tapi belum tersampai.

"Rukun - rukun sama Dirga, rukun sama keluarga Dirga juga. Ayah tau mba Kira pintar menempatkan diri. Kalau ada gak cocok di awal pernikahan itu wajar, mba Kira aja dulu kecil kadang berantem sama mas Randu padahal sama - sama ayah anak bunda yang harusnya punya sifat mirip. Dirga beneran orang jauh, sifat kalian pasti akan ada yang gak samanya nanti. Tangan ayah selalu terbuka buat mba Kira, rumah ayah juga selalu terbuka buat mba Kira, kamar mba Kira akan tetap sama biar bisa buat kalian nginep kalau weekend bosan di rumah. Mba Kira, terima kasih udah jadi anak ayah ya", lalu ayah mencium keningku erat

Ayah bunda tipikal yang memang akan mengutarakan banyak cinta di ucapan, tapi aku gak pernah nyangka ayah nangis sambil bisikin nasihat - nasihat di pernikahan kemarin. Masih terasa sampai sekarang. Bunda memang penuh cinta, tapi ayah juga gak kalah penuh cintanya, mungkin memang karena bingung gimana utarain aja.

"Hari ini kita checkout ya, kalian baik - baik", ayah membuka suara. Aku masih makan sereal + susu didepanku. Sedikit tercekat, ini bener - bener cuma aku sama mas Dirga aja ya. Mataku mulai berembun, buru - buru coba elap takut semakin deras dan semua liat, tapi telat, mas Dirga udah liat duluan. Mengalihkan perhatian dia tiba - tiba bersin. Jadi aku ada kesempatan buat lap lagi mataku dengan benar.

.....

Dirga

Kira itu mellow, melankolis. Tadi di meja makan udah basah aja matanya karna nangis. Sekarang dia lagi mandi. Bunda pernah bilang kebiasaan dia mandi mungkin akan cukup lama apalagi kalau ada bath tube. Berendem air hangat.

"Kira"

"Hmm"

"Udah mau satu jam, kamu gak dingin?", satu jam Kira di kamar mandi, satu jam pula aku tunggu dia di depan tv sambil ganti - ganti channel.

"Sebentar lagi, mas mau pipis? Atau ee?", aku cuma senyum denger responnya.

"Iya", cuma itu jawaban yang keluar dari mulutku. Padahal karna khawatir aja dia kedinginan di dalam.

"Masuk aja mas, kira di bath tube kok", maksudnya? Dia mandi aku buang hajat?

"Mas?"

"Nanti aja tunggu Kira keluar", teriakku. Belum, belum sejauh ini yang kupikir Kira. Pelan - pelan aja.

"Oke, kalau kebelet masuk aja ya", lalu kamar mandi hening lagi, di kamar juga hening. Cuma ada suara tv yang masih muterin iklan.

Kira... Kira...

.....

That's Ok! Kim DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang