20 - Going home

3 1 0
                                    

Dirga

"Semua udah kebawa kan mas?", aku masih mengecek kembali semua barang. Koper tambah satu lagi, titipan mama satu koper sendiri.

"Harusnya udah, nanti kalau ada yang ketinggal kirim aja, Yan", Kira masih mengeringkan rambut di kamar. Semua barang sudah tertata rapi di dalam koper. Hari ini Sean sengaja mengambil pekerjaan remote, biar bisa antar ke bandara.

"Esti jadi kesini?"

"Jadi, udah di stasiun sebentar lagi paling sampe"

Tit tit tit tit

"Nah panjang umur, itu anaknya dateng", Sean masih membantu merapihkan isi koper milik mama.

"Aku bawa egg bun. Mau dipanasin lagi?", Esti datang membawa beberapa tentengan.

"Ini juga ada fresh kimchi, dibuat sama ibunya temenku. Mba Kira kemarin katanya mau kimchi yang dibuat sama orang Korea", Esti melongok, kulihat binaran di mata Kira. Emang dasar perempuan satu ini. Kalau udah urusan makanan bisa begitu.

"Gomapseumnida esti-ssi", ucap Kira sambil menelisik isi tentengan.

"Udah Esti wrap mba, biasanya awet sih. Esti suka bawa juga kalau pulang soalnya mama Esti suka kimchi juga", Esti sudah keluar kamar. Berlalu menuju microwave untuk menghangatkan sebentar roti yang dia bawa.

"Bakal kangen banget sama suasana disini", Kira tiba - tiba memelukku. Sean hanya tersenyum banyak arti kearahku.

"Nanti main kesini lagi mba kalau kangen, siapa tau tahun depan udah bertiga", aku memberi kode. Sean memang mulutnya kadang susah dijaga. Mau pulang, Kira udah melow dari semalam, ditambah ucapan soal 'bertiga'. Aku takut buat mood dia makin kacau.

Cup

"Kira gapapa mas", ucapnya setelah mencium pipiku. Sepertinya dia tau kalau aku khawatir.

"Itu didoain namanya. Semoga memang ada hasilnya selama kita berusaha disini", Kira masih mengusap pipiku. Entah apa yang akan terjadi kalau yang dipelukanku kini bukan Kira. Sabarmu melebihi samudera, sayang. Kukecup balik, bukan pipi tapi bibirnya sekilas.

"Et et et 17+ ini, rotinya udah anget mas dan mbakku sayang. Sarapan dulu keburu adem lagi yuk", Esti memergoki kami berdua. Kira mengusap bibirku pelan lalu melepas pelukan. Kuekori dia sampai ke ruang makan.

.....

Kira

Udara pagi ini sedikit hangat, semalam salju sempat turun meski hanya seperti ketombe. Roti yang Esti bawa tadi pagi enak, agak menyesal kenapa baru tau ada roti seenak itu hari ini, sebelum pulang. Sean juga Esti mengantar sampai check in area, lalu kami berpisah saat kami masuk ke imigrasi. Seoul, I'll miss you.

"Ngelamun", mas Dirga membetulkan rambutku yang menjuntai.

"Kepikiran sesuatu mas", keponya mulai, mas Dirga menghadap kearahku.

"Kepikiran apa heum?", mode serius, aku mau ketawa tapi kutahan. Aku masih diam melihat suamiku yang memasang mimik serius didepanku ini.

"Kepikiran apa, Kira? Mau extend? Masih belum mau pulang?", aku hanya menggeleng. Suamiku kenapa gemas sekali.

"Terus apa? Kamu gak lupa kan kalau mas gak bisa baca pikiran? Mas bukan dukun", seketika tawaku pecah.

"Ih ditanya malah ketawa, kamu kepikiran apa?", masih dengan mode keponya mencecarku.

"Itu loh mas", aku menjeda

"Itu apa?", kali ini tanganku digenggamnya. Serius aku ingin tertawa terbahak - bahak melihat mimik mas Dirga.

"Penasaran banget sih mas", kulepas tanganku dari genggamannya lalu aku mendekat dan berbisik,"Kira kepikiran roti yang tadi pagi Esti bawa", mas Dirga malah memelukku erat sambil mengusap - usap kepalaku.

"Astaga, mas pikir apa. Mau masukin itu ke menu Kiraga gak?", ide yang bagus.

"Wah, boleh. Kira gak kepikiran tapi ya. Cuma itu loh mas sausnya enak banget. Kira - kira dari apa ya?", kami masih berdiskusi sambil berpelukan. Beberapa penumpang yang sedang menunggu seperti kami melirik, ya mungkin bingung kenapa kami berpelukan.

"Nanti kita cari tau ya. Mau susu pisang lagi gak? Itu disana kayanya ada yang jual kemasan kotak", aku memang sudah melirik ke arah toko oleh - oleh didekat ruang tunggu kami. Cuma tadinya malas karena kalau beli pasti harus menenteng-nenteng.

"Dek Bintang suka banget kan itu, beli lagi yuk?", tawar mas Dirga. Aku pun hanya mengangguk. Mas Dirga membenarkan lagi syal di leherku, meski didalam bandara ada penghangat. Masih terasa dinginnya.

Masih ada waktu beberapa menit lagi sebelum panggilan untuk boarding. Kami memutuskan untuk belanja lagi di duty free.

Masuk di pesawat mas Dirga gak lepas tanganku sama sekali. Meski perjalanan pagi mas bilang lebih baik tidur daripada capek nantinya. Kursiku sudah diturunkan, selimut sudah terpasang. Benar - benar seperti tamasya bersama ayah.

"Tidur aja ya? Nanti kalau udah waktunya makan mas bangunin. Oke?", aku hanya mengangguk. Jujur saja badanku memang lelah. Selain berjalan kesana kemari aku masih tetap harus melayani mas Dirga di sela - sela liburan kami. Aku tau selain liburan, ada maksud terselubung untuk membuat baby Kira dan Dirga di perjalanan ini. Semua berjalan lancar, Sean pun sepertinya mengerti kalau kakaknya ini butuh privacy. Semoga apa - apa yang sudah diusahakan dan disemogakan bisa terwujud segera.

"Udah tidur, jangan mikir apa - apa", mas Dirga memberikan penutup mata. Aku mencoba untuk tidur. Kakiku sudah kuluruskan. Tapi tangan mas Dirga masih saja menggenggamku erat.

That's Ok! Kim DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang