5 - a new morning

13 4 0
                                    

It's a lebaran Kira
Lebaran buat mas, terima kasih
- dirga

Kira

Paginya aku bangun dengan muka merah padam. Ingat kejadian semalam. Mas Dirga bilang itu lebaran, lebaran besarnya buat dia dan hal baru buatku juga. Setelah tragedi cicak di kamar mandi, juga makan malam. Selepas kita berdua bersih - bersih sebelum tidur kaya biasanya. Aku beraniin diri buat cium mas Dirga, dia kaget tapi akhirnya bales juga ciumanku lebih intens. Sampai tanpa sadar kita udah ada di atas kasur. Kalau malam ini aku gak nolak, rencana membuat baby Dirga akan terwujud.

Semalam..

"Kira, mas gak akan lanjutin kalau buat Kira gak nyaman", mas Dirga sudah berada di atasku, masih sempat - sempatnya menanyaiku lagi. Kutangkup wajahnya mendekat lalu kukecup bibirnya lagi. Mas Dirga knows how to membalas perlakuanku.

"Mas anggep ini persetujuan Kira", bisiknya di sela - sela ciuman kami.

Kuakui aku masih payah di ranjang. Aku hanya pernah menonton film biru sekali dan langsung kumatikan karena rasanya gak nyaman nontonnya. Tanpa pasangan, buat apa? Yang ada berakhir pada bermain solo.

Mas Dirga dengan cepat sudah melucuti pakaianku,m. Jantungku berdegub kencang sekali. Refleks kututupi bagian atasku. Mas Dirga hanya tersenyum saja. Kurasa mukaku sudah memerah.

"Jadi gimana?", astaga suamiku. Masih ditanya. Ya lanjutkan saja.

Mas Dirga sepelan mungkin membuka pakaianku yang tersisa. Ada gelenjar aneh. Perutku tergelitik. Dia pun sudah melucuti pakaiannya juga.

"Kira boleh cubit atau pukul mas kalau sakit", ucapnya sambil menciumku sebelum akhirnya kami bersatu. Rasanya tubuhku terbelah. Sakit. Aku sampai menangis dan mas Dirga mencoba menangkan.

"Maaf Kira, udah aja ya? Nanti coba lagi?", coba lagi, apa mas Dirga pikir ini undian lotre. Aku hanya menggeleng. Mas Dirga mengecupi seluruh wajahku. Dia masih mencoba mengamatiku yang masih beradaptasi. Jantungku masih berdegub kencang. Kukalungkan lenganku ke lehernya sambil aku mengatur nafas. Ternyata seperti ini rasanya. Sulit di utarakan. Benar aneh tapi membuat nyaman. Ini baru buat kita berdua.

"Lanjutin aja mas, tapi pelan - pelan. Kira agak sakit", mas Dirga mengangguk lalu melanjutkan bergerak diatasku. Pelan tapi menimbulkan efek yang amat sangat menyengat di tubuhku. Mas Dirga masih mengeksplorasi tubuhku sementara aku hanya mengikuti ritmenya saja.

"Mas Dirga", racauku

"Iya Kira", jawabnya sambil mengecupi tubuhku yang terjangkau

"Mas.."

"Iya sayang", pergerakannya makin cepat. Mungkin ini yang dinamakan klimaks

"Mas Dirgaa", aku hanya bisa berteriak lalu mas Dirga ambruk diatasku. Semalam akhirnya kami bersatu.

Meski mas Dirga sempat bilang kalau berhubungan membuatku sakit lebih baik kita gak usah lakuin. Kalau hamil juga bikin aku sulit mas Dirga gak papa kalau kita gak punya baby. Tapi namanya menikah tujuan kita pasti untuk melanjutkan keturunan. Keturunan ada ya dengan berhubungan.

Beberapa bulan terakhir kita sering tukar pikiran tentang tujuan hidup masing - masing. Entah soal pekerjaan, cita - cita, juga soal akan bagaimana keluarga kita nantinya. Mas Dirga selalu manggut - manggut tiap aku bilang rencanaku dan impian aku ini ini dan ini. Kalau aku? Aku selalu takjub sama rencana masa depan yang udah mas Dirga rencanain. Semua ada di buku kecil cover hitam punya mas Dirga. Termasuk soal kegagalan menikahnya dua tahun lalu, termasuk mbak mantan tunangannya yang tiba - tiba hilang gak tau kemana.

Dari waktu mulai deketin aku pun mas Dirga udah tulis semua. Rapih. Bahkan untuk soal punya anak dan kapan membuatnya dia kasih tenggat waktu enam bulan, waktu aku tanya kenapa enam bulan. Dia bilang, ya itu cukup lama buat nahan sesuatu yang harusnya udah bisa di dapet dan lakuin sejak 1 hari menikah sebenarnya. Enam bulan cukup buat solo player. Enam bulan cukup buat gak nerjang aku secara tiba - tiba dan enam bulan prediksi mas Dirga aku udah mau buka semuanya termasuk hati buat dia.

Semoga usaha kita semalam menghasilkan ya mas. Kalau belum ya coba lagi. Tapi, capek juga ngeladenin mas Dirga soal urusan ranjang.

Aku masih mengamati mas Dirga yang tidur damai di sampingku. Wajah mas Dirga gak asing buatku. Anehnya beberapa kali aku juga mimpi masa kecil dan disana ada lelaki namanya Dirga juga. Kuusap wajah damainya. Alis mas Dirga rapih kaya di sulam.  Bibirnya pink muda, efek gak ngerokok juga mungkin. Masih memfokuskan ke bibir mas Dirga yang beberapa bulan ini jadi candu buatku, tiba - tiba..

"Udah belum?", mas Dirga ternyata dari tadi udah bangun. Hampir saja aku jatuh kalau dia gak nahan badanku. Udah nikah lima bulan tetep aja selalu degdegan kalau mas Dirga peluk gini.

"Masih sakit?", aku tau arah pertanyaannya. Cuma gelengan. Sakitnya gak ada apa - apanya di banding after efectnya. Perutku bener - bener kaya ada kupu - kupu berterbangan. Geli.

"Terima kasih ya, Kira. Maaf ya semalam juga yang pertama buat mas jadi masih belajar", mas Dirga mengecup keningku lama. Aku cuma geleng lagi. Mencoba memeluk mas Dirga lebih erat. Meski beberapa bagian tubuhku sakit, tetap aja, dipeluk mas Dirga itu suatu kenyamanan tersendiri.

"Laper gak? Mas masakin ya", aku hanya mengangguk. Mas Dirga keluar dari selimut. Melenggang ke kamar mandi tanpa sehelai kain menutupi area bawahnya. Blush..

"Ih mas kenapa ga pake celana!!!", dan mas Dirga pun hanya menjawab dengan kekehan, lalu

"Coba liat itu kamu malah gak pake apa - apa", dan ya.. Kira bodoh. Kenapa gak sadar.

....

Aku masih malu soal kejadian tadi pagi. Didepanku mas Dirga udah siap sama masakannya. Kayanya dia gak kepikiran apapun dan gak keganggu sama hal tadi pagi.

"Ayo dimakan, kok diem aja", lamunanku buyar

"Kira masih malu sama yang tadi pagi", tanggepan mas Dirga cuma ketawa aja.

"Mas Dirga kenapa sesantai ini sih", sedikit kesal. Benar - benar hormon bulananku membuat semuanya semakin rumit.

"Ya nanti juga kamu bakal sering liat mas tanpa sehelai kain, mas juga bakal lebih sering liat Kira gak pakai apa - apa", jawabnya sambil memasukkan nasi ke mulut. Entah kenapa aku badmood, diam, lalu menangis.

"Yah.. mas salah ya", mas Dirga mau ketawa tapi kayanya takut, dia cuma deketin aku terus peluk.

"Maafin mas ya, Kira", sumpah aku sebel banget kalau lagi fase gini.

"Hari ini jadi ke rumah bunda?", aku cuma geleng

"Kenapa?", mas Dirga natap aku erat.

"Kira malu, jalannya masih keseok. Ketauan nanti kalau abis itu itu", dan tawa mas Dirga pecah.

Mas kenapa sekarang jadi sering ketawa, Kira takut.

That's Ok! Kim DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang