11 - Begin again

16 4 0
                                    

Ibarat pasir, makin kuat di genggam makin cepat luruhnya, genggam pelan...

Dirga

Tadinya kupikir setelah menikah semua akan selalu berjalan sempurna. Aku lupa kalau sempurna selalu meninggalkan ketidak sempurnaan meski sedikit. Kupikir juga akan selalu bahagia. Sampai aku lupa kalau bahagia berdampingan dengan kesedihan, bahagia kita belum tentu bahagia buat yang lain.

Kira masih sering melamun, masih sering liat hasil usg pertama kali dedek ada di rahimnya. Masih sering tatapannya kosong ke area halaman belakang rumah yang rumputnya udah mulai jadi sedikit demi sedikit. Aku menyisakan sedikit lahan untuk anak - anak kita kelak bermain memang. Entah nantinya mandi hujan di halaman belakang, tempat mereka main tanah atau mungkin nantinya bisa berubah jadi kolam renang.

"Sayang", kukecup bahunya, Kira sedikit kaget. Dia menarik tanganku untuk memeluknya dari belakang. Dua minggu terakhir badannya mengurus. Kira gak nafsu makan sama sekali.

"Mas"

"Heum?"

"Mas beneran gak marah sama Kira kan?", pertanyaan ini setiap hari ditanyakan. Kira merasa bersalah karena keguguran dua minggu lalu. Dia selalu ngerasa kalau dia penyebab utama kejadian itu.

"Mas gak pernah bisa marah sama Kira", kali ini kukecup puncak kepalanya, wangi.

"Maafin Kira ya, mas", Kira semakin mengeratkan lenganku untuk memeluknya. Kubalik badannya, kubiarkan Kira menangis lagi di dadaku.

"Kira jangan sedih terus, kakak bayi udah tenang disana", bukannya berhenti justru semakin keras tangisannya.

"Maafin Kira ya mas, maaf", dua minggu berlalu, dua minggu juga setiap hari Kira akan seperti ini. Dokter bilang kalau terus begini Kira bisa butuh bantuan psikiater untuk konsultasi juga resep obat.

Kafe sepi tanpa blueberry cheese pancake buatan Kira, pelanggan yang udah tau kalau tiap Rabu dimasak sama chefnya langsung kecewa karena gak bisa cobain masakan chef KI•RA•GA. Bukan buatan yang lain gak enak, tetep enak. Tapi sejak menu itu di keluarkan memang setiap Rabu akan selalu penuh dengan pelangggan bahkan sampai waiting list.

Bunda beberapa kali nginep untuk temenin Kira tidur, Kira kesulitan tidur dan maunya di temenin Bunda. Mau gak mau Bintang juga ikut, Bintang gak bisa lepas dari bunda. Randu sama ayah tiap sore sepulang kerja selalu mampir. Ada aja yang ayah bawa niatnya biar anak perempuan satu - satunya terhibur. Bahkan dua hari lalu ayah bawa balon helium bentuk macem - macem hewan. Biasanya Kira memang suka random beli balon itu di lapangan arah ke rumah, katanya kasihan bapaknya jualan balon gak laku - laku. Setelahnya dia bagiin balon ke anak yang dia temui di jalan menuju rumah.

Kira masih dalam tangisannya,"Coba sini, ikuti mas", aku meminta Kira mengatur nafas

"Tarik... keluarin... tarik ... keluarin", Kira mengikutiku, keadaannya lebih tenang dari sebelumnya

"Mungkin Kira udah sering denger ini dari mulut mas, tapi mas juga gak bosen - bosennya bisikin Kira kalau Kira gak perlu minta maaf. Bukan salah mas atau Kira. Waktu yang Tuhan kasih buat kita sama - sama memang sedikit sekarang. Mungkin kita berdua juga belum siap ada anak di tengah - tengah kita. Jadi jangan nyalahin diri sendiri terus ya. Nanti kita berusaha lagi biar ada dedek dedek diantara kita", kukecup keningnya lama. Kira mengangguk. Setiap malam sebelum tidur biasanya aku ucapin banyak kata - kata buat nenangin Kira.

That's Ok! Kim DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang