07: Abklats

54 10 0
                                    

Xinlong yang terkena nasib sial tidak bisa membatin sekarang, dia harus memikirkan bagaimana caranya selamat dari dua orang dewasa ini. Satu gladiator bertubuh pendek, namun badannya besar, gladiator yang lain berukuran sedang dan kepalanya botak.

Mata Xinlong menelusuri tiap inci arena, mencari keberadaan Dianjia dan kedua teman yang lain. Di sana, Dianjia menatapnya khawatir. Segera ia mengisyaratkan Dianjia untuk meminta bantuan kepada para senior. Dianjia peka dalam situasi seperti ini, dia langsung mencari jalan keluar dari tempat pertunjukan dan mencari bantuan untuk Xinlong.

Sementara itu kedua petarung terus beradu kekuatan di dalam arena. Yang pendek tampak lebih mendominasi pertarungan. Bahkan orang-orang yang bertaruh semakin bersemangat melihat ini. 

Pria pendek semakin brutal dalam menyerang. Meski gerakannya tak beraturan, tanpa teknik apapun, dia tetap terlihat hebat kalau melawan pria botak. Kepalan tinjunya seringkali menghantam kepala licin, sampai mengeluarkan cairan merah kental. Wajah si botak juga habis ditinju. Pria pendek nampak seperti menyimpan dendam yang besar.

Bruk

Lawan sudah tumbang. Tetapi gladiator itu masih membabi buta. Tubuh lemah itu dia tiban. Lalu pukulan demi pukulan terus dilayangkan. Ia mengepalkan kedua tangan, mengangkatnya tinggi-tinggi. Kemudian membanting, tepat di atas wajah gladiator malang yang terbaring tak sadarkan diri. Ia melakukannya secara berkali-kali sampai lawan yang pingsan bersimbah darah di seluruh kepala. Penonton yang menyaksikan mulai merasa takut, ada juga yang menikmati.

"Bocah itu ada di sana!"

"Tunggu apa lagi? Ayo!"

Bulu halus Xinlong meremang, ketika merasakan adanya bahaya yang mendekat. Secara perlahan dia memutar balik badan, takut-takut melihat ke arah pria berwajah bonyok dengan tangan mengepal penuh darah. Tubuhnya berkeringat karena pertarungan selama beberapa waktu.

Satu pukulan dilayangkan secara tiba-tiba. Untungnya Xinlong memiliki refleks yang bagus. Dan yang lebih baik lagi, dia adalah murid Ma Zhang. Sehingga beberapa teknik seni bela diri dari Dataran Wei mampu membuatnya bertahan, meski hanya dalam kurun menit.

Di sisi lain, bangku penonton sana, seorang lelaki tua renta tengah mengamati budak nakal di dalam arena pertarungan. Tangan keriputnya bergerak, menyisir rambut putih yang menjulang pada bagian dagu. Helai-helai putih baplang memalangi senyuman kecil yang terukir di wajahnya.

Seketika di waktu yang sama saat pertarungan, berbagai macam gerbang penghubung yang seharusnya ditutup sebelum pertarungan, kini salah satu dari semuanya terbuka. Dari dalam sana munculah sosok laki-laki dan tiga anak kecil.

Set

Duakh!
Bugh!
Dugh!

"Shenlong, kau baik-baik saja?"

Xinlong menunduk takut. Kenapa harus shifu yang datang?

Akan tetapi jauh di lubuk hatinya, dia merasa terharu. Rasa haru yang kian menyebar hampir memusnahkan perasaan kecewa yang tumbuh petang tadi.

Memang, hukuman Ma Zhang tidak main-main, dan itu rasanya amat sangat sakit. Tetapi Ma Zhang melakukan hal tersebut bukan karena benci padanya, 'kan?

"Shifu..."

Pria bernama Ma Zhang menghela nafas. "Kemari..." sambil merentangkan kedua tangan.

Lantas bocah berusia sepuluh tahun itu jatuh ke dalam pelukan Ma Zhang. Dia menangis sesegukan. Lagi, kata-kata serupa keluar dari mulut mungilnya, "Shenlong salah, maafkan Shenlong, Shifu..."

Prince 龙凤 [The Journey of Rebuilding Empire]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang