27: Datangnya Para Pengungsi

73 3 0
                                    

Kala itu cahaya rembulan amatlah redup. Sang penguasa langit enggan memberi penerangan 'tuk para penduduk. Semua insan, baik dataran tinggi dan rendah sama-sama mencari pencahayaan untuk menemani waktu tidur. Di saat gong tengah malam berbunyi, tiba-tiba datang seorang pengganggu.

Bukan hanya mengganggu, orang itu bahkan menyerang secara brutal salah satu rumah warga.

"Siapa kau?!" seru sang pemilik rumah setelah dirasakan sehelai senjata tajam melukai tangan kanannya.

Tak ada jawaban, tak ada bunyi pergerakan. Akibat lentera yang mati secara tiba-tiba, paviliun langsung gelap gulita. Pemilik rumah ini bukanlah orang awam tanpa pengalaman. Hidup lama sebagai petarung jalanan, terasa berguna baginya dalam situasi sekarang. Setidaknya sedikit kewaspadaan dapat mencegahnya dari kematian.

Akan tetapi, tiba-tiba sejumlah tangan mencekik lehernya dengan sangat kuat. Bunyi patah-patah mulai terdengar. Napasnya tersengal karena sulit bernapas.

"Dasar kau pengkhianat klan, bajingan! Sudah berapa lama kau menjilat kaki si Babi penguasa Gunung Bai, huh?"

"Khhkk.. Kau si-siapa?!"

"Sekali pun aku menjawab, kau tidak akan mengenaliku. Kau adalah bajingan paling buruk di muka bumi. Pengkhianat! Menghina klan dan perguruan! Dan memandang remeh prasasti klan kita. Oh! Kau bahkan tak pantas disebut sebagai anggota klan."

Sosok itu berdesis sejenak. "Untuk menebus semua kesalahanmu, kau harus mati!" seraya menekan permukaan leher pemilik rumah dengan benda tajam yang entah muncul dari mana.

Bukh!

"PAMAN!" penyusup itu terkejut. Biar pun tak ada penerangan, bayangan yang dipantulkan oleh sinar rembulan menjadi media untuk mengetahui bahwa kini datang dua orang lain demi menyelamatkan si pemilik rumah.

"Sialan, AKU BUNUH KAU!" salah satu dari mereka bersuara laki-laki. Langsung lari menerjang penyusup tersebut. Akan tetapi kemampuan mereka berbeda jauh. Dengan kelincahan yang luar biasa, penyusup itu berhasil menghindar dan kabur dari lokasi kejadian. Meninggalkan tiga orang di dalam paviliun dengan penuh tanda tanya dan perasaan geram.

"Paman Ma Zhang, Anda baik-baik saja? Apa ada yang terluka?"

Inisiatif tinggi telah membawa dua anak muda itu agar bergegas. Yang laki-laki berusaha membopong 'paman' mereka. Sementara sang perempuan pergi ke tempat lain untuk mencari lentera baru.

Pria paruh baya itu dibawa ke halaman rumah. Pemeriksaan seadanya dilakukan oleh anindya, hanya dengan cahaya rembulan dan setitik nyala lilin api.

"Siapa penyusup tadi? Kenapa dia melukai Paman?"

Pria tua bernama Ma Zhang menggeleng ragu, "Terlalu gelap sehingga aku tak bisa melihat wajahnya, Annchi. Dia berkata bahwa aku pun tidak akan mengenalinya."

"Apa Paman memiliki masalah dengan seseorang?"

Ma Zhang diam sejenak, "Tidak, Dianjia. Aku tidak tahu dia siapa." Tentu, Ma Zhang tak akan menceritakannya secara detail.

· · ─────── ·❁ཻུ۪۪⸙· ─────── · ·

. . .

Waktu kian berlanjut. Beberapa hari usai kunjungan menuju kediaman He Fengyin, akhirnya empat pendatang dari wilayah Tangshan memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mereka. Kuda pemberian Raja Tangshan semakin terlihat bugar. Sekiranya cukup tuk menopang di jalan selama beberapa saat. Biar pun jarak antara Quengyan dan Pegunungan Chu dapat dibilang sangat jauh.

Prince 龙凤 [The Journey of Rebuilding Empire]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang