Dalam perjalanan dari Ibukota menuju Pegunungan Chu, mereka sudah memasuki malam pertama. Dan itu artinya sudah waktunya bagi mereka untuk berhenti sejenak. Sungguh tidak sabar, disambut pohon-pohon asri beserta udara sejuk, rasanya seperti surga dunia. Mereka pun memutuskan untuk berhenti di tengah-tengah hutan yang dilintasi.
Kereta pengap perlahan dibuka, menampilkan sesosok pria jangkung muka garang di depan pintu. "Keluar!" bentak pria jangkung dari depan pintu. Tatapan ketakutan sekaligus heran memandang orang di pintu kereta. Baiklah, siapa yang akan turun lebih dulu?
Xinlong menggunakan dirinya sebagai kepala. Turun lebih dulu, menuntun Annchi sampai luar kereta kuda.
"Paman, kita berada di mana?" tanya Xinlong penasaran. Yang mereka lihat, mereka dikelilingi berbagai macam jenis pohon. Hutan heterogen, namun didominasi oleh pohon bambu.
"Hutan Ungka, di kaki Gunung Bai," jawab si Pria Jangkung. Xinlong mengangguk paham. Setelahnya mereka digiring untuk membuat api unggun bersama di tengah-tengah hutan.
Semua orang di sini tampak sibuk. Bahkan tidak ada di antara mereka yang memilih duduk santai, menikmati pelukan kehangatan energi kalor api unggun. Ya, terkecuali Bos Besar yang bertindak sesuka hati.
"Longlong, ayo kita ambil kayu bakar!" ajak Dianjia bersemangat. Satu buah obor Dianjia angkat tinggi-tinggi, namun tangannya terulur panjang berusaha menjauhkan panas obor dari dekat wajah.
Xinlong tertawa, lantas mengambil gagang obor yang ada pada Dianjia. "Kamu takut, 'kan? Biar aku yang membawa ini."
Mendengar hal itu, Dianjia merasa terinjak-injak. Segera dia mengelak, "Bukan begitu! Aku tidak suka asapnya. Membuatku ingin bersin terus menerus." Lagi-lagi Xinlong terkekeh. Sangat kecil, berharap agar Dianjia tidak mendengar lalu mengelak lagi.
"Dianjia, Longlong! Mau ke mana?" panggil Annchi dari kejauhan.
"Mengambil kayu bakar."
"Di mana?" kini giliran Xinlong bertanya. Dengan volume suara rendah, tidak berteriak seperti tadi.
Dianjia menunjuk ke arah selatan, "Sebelah sana. Paman Tinggi bilang, banyak pekerja meninggalkan sisa-sisa kayu bakar mereka." Lagi-lagi Xinlong hanya mengangguk sebagai tanggapan. Meski jauh di dalam hatinya, dia merasa sangat terbebani. Sudah malam begini masih disuruh mengambil kayu bakar? Di dalam hutan? Ya, meski sebenarnya mereka memang benar-benar sudah berada di dalam hutan.
"Aku ingin ikut!" pinta Annchi masih berteriak. Ingin ikut, tapi dia masih berada di rombongan anak perempuan.
Dianjia merasa bahwa ia adalah laki-laki sejati. Secepatnya melarang anak perempuan itu, "Tidak! Sangat berbahaya. Lebih baik kamu bersama rombongan yang lain." Xinlong mengangguk setuju.
"Ayo, Longlong!"
Dua anak kecil menelusuri jenggala di malam hari. Tanpa pengawasan, hanya dituntun keyakinan, diterangi secuil binar obor. Terkesan miris dan menyeramkan. Tapi pada kenyataannya, kedua anak itu berjalan penuh semangat. Seakan-akan sedang menelusuri lorong kereta imajinasi yang penuh dengan hal indah.
Xinlong berusaha memberi penerangan di segala arah. Mencari letak sisa-sisa kayu bakar yang dikatakan Dianjia, sekaligus mengawasi sekeliling. Bagaimana pun, mereka tengah berada di alam liar sekarang.
"Di sini!" cetus Dianjia, yakin. Sorot binar obor memperlihatkan sisa-sisa kayu bakar yang sudah dipotong rapih. Jangan lupakan gergaji yang tertinggal terletak di sisi kanan kumpulan kayu.
Xinlong menyoroti obor ke arah lain. Matanya perlahan menajam. Memperhatikan tempat yang tersaji di hadapannya. Tempat yang sebelumnya sudah dieksploitasi oleh beberapa manusia tak bertanggung jawab. Karena di balik lebatnya hutan pemberhentian mereka, ternyata gersang pada bagian dalam. Xinlong juga melihat ada begitu banyak potongan-potongan kayu dengan berbagai macam ukuran tergeletak di segala sisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince 龙凤 [The Journey of Rebuilding Empire]
Fiksi Penggemar[ bukan novel terjemahan ] He Xinlong, nama yang seringkali diiming-imingi gelar Putra Mahkota. Anak bungsu Kaisar He Xinhuo sekaligus pangeran satu-satunya di Kekaisaran Feng. Kehidupan mewahnya sirna begitu kekaisaran lain datang dan menyerang ist...