29: "Matamu Berubah!"

46 4 0
                                    

Baskara terang benderang bukanlah satu-satunya saksi bisu, atas sebuah peristiwa. Burung-burung bernyanyi pilu, dahan merunduk berduka, tanah pijakan diam seribu bahasa. Menikmati injak demi injak yang dia terima dari manusia-manusia putus asa. Di atas sana, mereka tengah meraung penuh lara.

"Fan Yin, kita harus pergi!"

"Tidak! Aku tidak akan meninggalkan Kakek... Hiks!" Mata tak kenal lelah, terus mempersilahkan tirta banjir membasahi wajah. Di tengah porak-poranda gubuk, mayat bergelimpangan. Api membara ada di berbagai tempat.

Seorang kakek tua terbaring tak berdaya, ludira mewarnai bibir sampai tulang selangka. Nafasnya tak lagi beraturan, benda tajam yang menancap di bagian perut berhasil mengeluarkan semua darah dari dalam tubuh. Dengan usaha yang keras, ia mencoba berbicara, kepada seorang gadis di hadapannya.

"Fan...Yin..."

Hanya dalam satu kalimat, suasana berubah dalam seketika. Atensi dua orang segera menuju ke arahnya. Menatap iba.

"Pergi dari sini, cucuku. Kakek bahagia sekali bisa menikmati hidup bersamamu. Kau adalah harta paling indah yang pernah diberikan oleh kedua orang tuamu. Uhukk..."

"Kakek, jangan banyak bicara, darahnya terus keluar," peringat Fan Yin, berusaha menekan luka yang masih tertancap.

"Biarkan saja, tidak lama lagi Kakek akan menyusul nenek dan kedua orangtuamu. Tapi, kau jangan pernah lupa bahwa kami semua sangat menyayangimu, cucuku."

"Hiks... Aku juga menyayangi Kakek. Ayah, Ibu, Nenek.... Aku menyayangi kalian..."

Tangan lemah itu mengelus pelan wajah sang adiwarna, sambil tersenyum tulus.

"Wu-Pen, tolong jaga Fan Yin, ya?"

Pemuda yang sedari tadi diam menahan emosi, akhirnya menoleh juga. Dia mengangguk, pelan. "Ayo, Fan-Yin."

"Tidak mau!" Fan Yin bersikeras, memeluk erat tubuh Tetua Yin. Di atas sandarannya, Tetua Yin mulai kesulitan bernapas. Melalui hembusan itulah, Fan Yin merasakan bahwa Tetua Yin baru saja menghembuskan napas terakhir. Dia sudah pergi, meninggalkan dirinya di dalam buana yang keji.

Wu-Pen begitu panik tatkala mendengar suara pasukan Kwong mendatangi tempat ini lagi. Pada saat pasukan Kwong menemukan mereka, langsung saja ia menggotong tubuh Fan Yin, membawanya berlari menjauh. Gadis itu terlalu lemah untuk berlari.

"Tangkap dia! Bunuh segera!" Teriak pemimpin mereka, Dong Lao-Tzu.

Lagi, aksi kejar-kejaran kembali berlanjut. Pasukan itu terlalu bengis, tak pernah puas dengan hasil kekejian mereka. Ingin membasmi tanpa tersisa.

Drap
Drap
Drap

Wu-Pen sudah tak perduli lagi akan permukaan tanah hutan yang tajam. Kakinya penuh luka, mengeluarkan darah dan terasa sangat perih. Tetapi, dia tak akan menyerah, dia harus melindungi perempuan yang ada di dalam pelukannya.

"Itu mereka, lempar!"

Jleb

Sayang, nasib baik tidak memihak mereka berdua. Sebuah tombak melesat tepat di punggung Wu-Pen. Dalam seketika pemuda itu tumbang, jatuh bersama-sama.

Dong Lao-Tzu tertawa hina dari arah kejauhan. Ramai-ramai pasukannya menghampiri mereka. Fan Yin yang sadar akan keadaan langsung bangkit, berdiri di hadapan pasukan Kwong, menghadang Wu-Pen yang kini tersungkur.

"Apa yang ingin kau lindungi, gadis kecil? Sudah kubilang sebelumnya, kan? Semua usaha kalian adalah sia-sia."

"Dasar kau bedebah biadab!" Fan Yin berteriak geram, menciptakan kerutan di dahi Dong Lao-Tzu. Pria itu tak menyangka kalau gadis imut di hadapannya ini memiliki mulut yang tajam.

Prince 龙凤 [The Journey of Rebuilding Empire]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang