Tiga tahun telah berlalu sejak kedatangan rombongan dari ibu kota ke Gunung Bai. Pekerjaan Xinlong dari hari pertama datang sampai sekarang tidaklah berubah, yaitu menjadi tukang kuda cilik.
Namun demikian, Xinlong mempunyai jadwal sedikit lebih padat dibandingkan yang lain. Ketika sore menjelang adalah waktu beristirahat, Xinlong justru pergi ke puncak gunung secara rutin. Di sana, ia bertemu dengan Ma Zhang, guru atau paman yang datang dari Dataran Wei. Xinlong masih mengingatnya sebagai paman pembagi bubur.
Ctar!
"Yu Shenlong, apa yang terjadi padamu?" tanya Ma Zhang. Saat ini, pria itu tengah menggenggam sebuah cambuk dengan panjang dari punggung sampai kaki orang dewasa. Tidak, bukan Ma Zhang yang berkehendak melakukannya, tapi Bos Genjo memaksa Ma Zhang untuk memberi hukuman kepada Xinlong.
"Yu Shenlong, katakan! Apa kau mau kedua tanganmu dipotong?"
Ctar!
"Shenlong anak yang baik, Shenlong tidak suka marah, tapi kenapa Shenlong memukul tuan muda itu?"
Cambukan masih berlanjut.
"Ia adalah anak dari pelanggan terbesar di pertambangan ini. Jika mereka memutuskan relasi, pertambangan ini akan segera bangkrut. Mau makan apa?"
Ctar!!
Xinlong sudah tidak sanggup. Tangan yang sedari tadi dia tahan agar tetap lurus, kini jatuh ke tanah dengan banyak luka berdarah. Ia berguling di atas tanah, sambil menangis melantunkan kata 'maaf' tiada henti.
"Maaf, Shifu! Aku benar-benar minta maaf... Hiks sakit.. Maafkan aku."
Shifu: guru
Ma Zhang sang pelaku juga tak dapat membendung rasa iba. Dia membuang cambuk ke sembarang arah, lalu menggendong Xinlong dari atas tanah.
"Aku rasa ini sudah lebih dari cukup," ujar Ma Zhang, melintasi seseorang yang duduk di atas batu besar. Orang yang terus mendongak ketika menonton hukuman tersebut. Panggil saja Genjo.
"Belum, kita belum tau apa yang akan terjadi nanti," jawab Genjo santai, enggan menoleh. Ma Zhang juga tidak berkata apa-apa lagi. Pria itu langsung membawa Xinlong menuju pondok yang terletak tidak jauh dari puncak Gunung Bai.
Tangan telaten membungkus luka menggunakan kain seadanya. Beberapa racikan obat tradisional yang dipelajari dari tempat tinggalnya dulu, ia oleskan ke atas luka-luka Xinlong. Saat ini, Xinlong terlelap di atas tempat tidur kayu milik Ma Zhang. Pada bagian sudut matanya juga masih tersisa buliran-buliran air mata.
Anak yang malang.
Padahal kalau diingat kembali, hari ini adalah hari jadi Xinlong yang ke sepuluh tahun. Sayang, nasib sial sudah menyapa Xinlong sejak fajar datang.
Kesialan pertama, sebelum bekerja anak-anak istal biasanya mandi bersama di sebuah sungai. Karena hidup tanpa orang tua, mereka juga mencuci pakaian sendiri setiap hari. Apalagi pakaian yang mereka miliki jumlahnya tidak banyak, tak cukup untuk waktu satu minggu.
Xinlong dan Dianjia sama jua. Saat meletakkan pakaian keringnya di atas dahan, Xinlong tengah berada di pinggir sungai untuk mencuci baju yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince 龙凤 [The Journey of Rebuilding Empire]
Fanfic[ bukan novel terjemahan ] He Xinlong, nama yang seringkali diiming-imingi gelar Putra Mahkota. Anak bungsu Kaisar He Xinhuo sekaligus pangeran satu-satunya di Kekaisaran Feng. Kehidupan mewahnya sirna begitu kekaisaran lain datang dan menyerang ist...